Dari Ramang hingga Rahmat Erwin: Jejak Atlet Asal Sulsel di Olimpiade
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Lifter Rahmat Erwin Abdullah melanjutkan tradisi penampilan atlet asal Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam helatan Olimpiade. Pemuda 20 tahun asal Makassar tersebut memutus rantai tren negatif yang berlangsung selama 17 tahun atau sejak Olimpiade Athena 2004.
Terlepas dari hasil cabang olahraga angkat besi kelas 73 kg Olimpiade Tokyo, Jepang, pada Senin ini (26/7/2021), Rahmat Erwin menambah deretan nama asal Sulsel yang berkesempatan cicipi panggung olahraga dunia.
Lantas siapa saja para pendahulunya? IDN Times menelusuri kembali nama-nama kontigen sejak Indonesia debut di Helsinki (Finlandia) 1952.
1. Ramang dan Maulwi Saelan jadi atlet asal Sulsel pertama yang tampil di panggung Olimpiade
Membuka daftar ini adalah kiper Maulwi Saelan dan penyerang Ramang. Penggawa PSM Makassar dekade 1950-an tersebut jadi bagian dari Timnas Indonesia yang berlaga di cabang olahraga sepak bola Olimpiade Melbourne (Australia) 1956.
Kesebelasan asuhan Antun Pogačnik itu melaju hingga perempat final setelah lawan mereka di fase gugur pertama, Vietnam Selatan, memutuskan mundur. Sempat menahan imbang tanpa gol Uni Soviet, mereka ditekuk 3-0 di laga ulangan pada 1 Desember 1956. Maulwi dan Ramang bermain penuh dalam dua pertandingan tersebut.
Uni Soviet, yang saat itu diperkuat Lev Yashin dan Valentin Ivanov, sukses meraih medali emas. Yugoslavia dikalahkan dengan skor tipis 1-0 pada partai final. Empat tahun berselang, skuad yang sama juga menjadi jawara Piala Eropa edisi pertama.
Olimpiade Melbourne 1956 juga jadi satu-satunya keikutsertaan Indonesia di cabor sepak bola ajang empat tahunan tersebut hingga sekarang.
2. Olimpiade Munchen 1972 jadi ajang sprinter Caroline Rieuwpassa untuk unjuk gigi
Selanjutnya, perlu waktu 16 tahun hingga akhirnya atlet asal Sulsel kembali tampil di Olimpiade. Di Munchen (Jerman) 1972, giliran Carolina Rieuwpassa yang unjuk gigi pada cabor lari putri 100 meter dan 200 meter. Namun di babak penyisihan pertama, ia hanya finis peringkat 6 dalam dua nomor tersebut.
Perempuan kelahiran Makassar, 7 Februari 1949, tersebut juga kembali tampil di Olimpiade Montreal (Kanada) 1976. Catatannya tak berubah. Carolina gugur di fase pertama cabor lari putri 100 meter dan 200 meter, dengan finis di posisi 7.
Meski begitu, ia tercatat sebagai satu-satunya atlet kelahiran Sulsel (sejauh ini) yang lolos Olimpiade sebanyak dua kali secara beruntun. Nina (sapaan akrabnya), yang berdarah Maluku, juga dikenal sebagai "Duta Atletik Putri" sepanjang dekade 1970-an.
3. Medali pertama Indonesia di Olimpiade Seoul 1988 dipersembahkan oleh atlet panahan Kusuma Wardhani
Dekade 1980-an jadi milik atlet cabor panahan. Ini dibuka oleh Suradi Rukimin yang terjun di Olimpiade Los Angeles (Amerika Serikat) 1984. Sosok kelahiran Makassar, 28 Oktober 1959, itu duduk di peringkat 16 nomor perseorangan putra. Capaiannya lebih baik ketimbang 46 peserta lainnya, termasuk rekannya yakni Donald Pandiangan (43).
Usai pensiun sebagai atlet, Suradi sempat menjadi pelatih tim PON Sulsel pada dekade awal 2010-an.
Setelah Suradi, ada Kusuma Wardhani yang terjun cabor panahan Olimpiade Seoul (Korea Selatan) 1988. Perempuan asal Makassar, 20 Februari 1964, tersebut jadi bagian dari sukses medali perak untuk nomor beregu putri, bersama Lilies Handayani dan Nurfitriyana Saiman. Inilah medali pertama yang diperoleh Indonesia dalam Olimpiade sejak debut pada 1952.
Saking bersejarahnya, perjuangan tim panahan putri di Seoul 1988 kemudian diangkat ke layar lebar. Berjudul "3 Srikandi", film garapan Iman Brotoseno itu rilis pada tahun 2016.
Di Seoul 1988 juga ada Silvia Koeswandi yang bertanding di cabor anggar floret perorangan putri. Atlet kelahiran Makassar, 25 Agustus 1959, ini finis sebagai juru kunci di Pool A babak penyisihan grup tanpa satupun poin dari empat pertandingan.
Meski tak maksimal di Seoul, Silvia kemudian berhasil menyabet medali perak anggar épée perorangan putri pada Asian Games Beijing 1990.
4. Di Olimpiade Athena 2004, Patmawati Abdul Hamid berlaga di cabor angkat besi putri kelas 58 kg
Masuk Olimpiade Barcelona (Spanyol) 1992, ada nama Rosiana Tendean si langganan Pelatnas Cipayung yang mencuat sejak Asian Games Seoul 1986. Sederet prestasi memang dicatat oleh perempuan kelahiran Makassar, 25 Agustus 1964, tersebut. Tapi musim panas di kota pesisir tenggara Spanyol itu sukar dilupakan, sebab jadi satu-satunya Olimpiade yang ia ikuti.
Terjun di cabor bulutangkis ganda putri bersama Erma Sulistianingsih, langkahnya terhenti pada babak 32 besar. Mereka set 2-1 dari pasangan asal Britania Raya, Julie Bradbury dan Gillian Clark.
Dan terakhir di Olimpiade Athena (Yunani) 2004, ada Patmawati Abdul Hamid, lifter yang terjun pada cabor angkat besi putri kelas 58 kilogram. Atlet kelahiran Makassar, 18 Februari 1972, itu berada di peringkat 8 dari 14 peserta.
Sebelumnya, di IWF World Championships Vancouver 2003, ia berhasil menyabet medali perak untuk kelas yang sama.
Jadi atlet Sulsel pertama sejak Olimpiade 2004, akankah Rahmat Erwin Abdullah membawa cerita manis dari Tokyo?
Baca Juga: Rahmat Erwin Abdullah, Putra Sulsel yang Tampil di Olimpiade Tokyo