TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengingat Kembali Skuad Juara PSM Makassar di Ligina 1999/2000

Salah satu generasi emas di 105 tahun eksistensi Juku Eja

Skuad PSM Makassar di pertandingan final Liga Indonesia (Ligina) VI musim 1999/2000 kontra Pupuk Kaltim (PKT) Bontang di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. (Instagram.com/hendrokartiko34coach)

Makassar, IDN Times - PSM Makassar terakhir kali menjadi juara kompetisi utama sepak bola nasional pada Liga Indonesia (Ligina) VI musim 1999/2000. Saat itu Juku Eja merebut piala setelah menang 3-2 atas PKT Bontang di partai puncak.

Di musim itu, PSM nyaris tak terbendung. Dari total 31 pertandingan, Bima Sakti cs cuma dua kali kalah. Di babak gugur, mereka berturut-turut menyingkirkan Persijatim Jakarta Timur, PSMS Medan, dan Persija Jakarta, dan PKT Bontang.

Karena prestasinya, skuad Juku Eja musim 1999/2000 bisa disebut sebagai salah satu generasi PSM Makassar. Untuk menyegarkan kembali ingatan, berikut IDN Times mengajak pembaca mengingat kembali siapa daftar pemain PSM waktu itu.

Baca Juga: Deretan Pemain Kamerun yang Pernah Membela PSM Makassar

1. Kiper yang sama-sama berpengalaman

Aksi kiper PSM Makassar pada musim 1999/2000, Hendro Kartiko, saat bermain untuk Timnas Indonesia pada Piala Asia 2000. (Instagram.com/tamanapsari11sby - Repro. Majalah "Football Asia" Edisi Desember 2000)

Hendro Kartiko: Salah satu pemain bintang yang didatangkan manajemen PSM jelang Ligina 1999/2000. Meroket bersama Persebaya Surabaya di musim sebelumnya, reputasi "Barthez Indonesia" sebagai tembok kokoh memang teruji. Sepanjang musim 1999/2000, PSM hanya kebobolan 19 kali dalam 31 pertandingan. Sempat jadi pelatih kiper Madura United (2018) dan Indonesia U-19 (2019), sosok kelahiran Banyuwangi, 24 April 1973 tersebut kembali ke Juku Eja pada awal 2020 lalu sebagai pelatih kiper.

Andi Ansar Abdullah: Kiper senior ini berperan sebagai pelapis, tapi dia tetap dapat kesempatan tampil di sejumlah laga penting. Termasuk di babak delapan besar. Selepas gantung sepatu, dia menjadi asisten pelatih PSM dari tahun 2006 hingga 2013. Kini, pria kelahiran Makassar, 10 Agustus 1968, itu menekuni dunia bisnis sembari mengelola sebuah SSB.

Baca Juga: [KLASIK] Memori Sarat Gol Aldo "Dodo" Barreto Bersama PSM Makassar

2. Bek: paduan talenta lokal dan asing

Bek PSM Makassar di Ligina VI musim 1999/2000, Aji Santoso (kanan), sedang memperebutkan bola dengan pemain Persebaya Surabaya yakni Ahmad Ariadi. (Instagram.com/sulselfootballhistory)

Ronny Ririn: Mulai memperkuat PSM sejak 1993, kualitas Ronny Ririn di atas rata-rata. Syamsuddin Umar, pelatih di musim 1999/2000, memuji Ronny sangat lihai dalam man-to-man marking hingga memotong bola. Mengakhiri karier sepak bola pada 2003, pria kelahiran Pinrang, 11 Januari 1973, itu kini beralih profesi menjadi pedagang.

Ali Baba: Bagi Jacksen F. Tiago, Ali Baba adalah bek tangguh tak kenal kompromi. Sempat berseragam Putra Samarinda (1992-1994), ia kembali ke Makassar jelang Ligina edisi pertama (1994/95). Henk Wullems langsung kepincut etos kerja dan permainan pria kelahiran Sidrap, 17 November 1968. Sayang, Ali Baba hanya menyaksikan partai final Ligina 1999/2000 dari bangku cadangan. Sempat menjadi dosen ekonomi di sejumlah kampus pasca pensiun tahun 2003, Ali Baba meninggal dunia pada 9 Juli 2019.

Syamsuddin Batola: PSM adalah klub terakhir yang dibela pemain kelahiran Maros, 4 Juli 1967 tersebut. Menimba ilmu di Diklat Ragunan, Syamsuddin Batola sempat memperkuat Pelita Jaya dan Pupuk Kaltim (PKT) Bontang. Lama melanglang buana, ia pulang kampung jelang Ligina 1997/98. Siapa sangka, keputusan untuk mudik berbuah manis. Trofi juara ia raih, plus tampil sebagai starter di final. Sempat menjadi asisten pelatih PSM, ia didapuk sebagai pelatih Persim Maros sejak Agustus lalu.

Aji Santoso: Salah satu dari sejumlah bintang rekrutan jelang Ligina 1999/2000. Empat tahun berseragam Bajul Ijo, keputusan memperkuat klub rival sempat mengundang pro-kontra. Kehadiran bek kelahiran Malang, 6 April 1970, itu menambah pilihan pengisi sektor belakang. Sayang, Aji hanya semusim di PSM. Masuk Ligina 2001, ia mudik dan menerima pinangan Persema Malang. Kini, ia menjadi pelatih kepala klub yang membesarkan namanya: Persebaya.

Joseph Lewono: Pemain serbabisa berpaspor Kamerun ini direkrut dari Persebaya, juR dua Ligina 1998/99. Henk Wullems seolah paham jika hasil maksimal harus diraih dengan materi skuad yang mumpuni pula. Kehadiran Aji Santoso, rekan setimnya di Bajul Ijo, perlancar proses adaptasinya. Joseph turun di partai puncak sebagai pengganti Yuniarto Budi di menit ke-44. Ia turut andil dalam sukses runner-up Ligina 2001, semifinalis Ligina 2002 dan perempatfinal Asian Club Championship 2001.

Yeyen Tumena: Pasca lulus dari program Primavera, Yeyen Tumena langsung digaet PSM jelang musim 1995/96. Hebatnya, ia langsung didapuk sebagai kapten tim di usia 19 tahun, dan mengantar Juku Eja finis sebagai runner-up. Sayang, cedera menggerogoti perjalanan pemain kelahiran Padang 16 Mei 1976 ini sepanjang musim 1999/2000. Alhasil ia tak sanggup tampil maksimal. Kini ia menjadi manajer klub Bhayangkara FC.

Ortizan Solossa : Direkrut dari Persipura untuk musim 1997/98, kakak kandung Boaz Solossa ini menjelma jadi bek sayap lincah. Kemampuan olah bolanya di atas rata-rata. Menyisir sisi kiri-kanan lapangan jadi tugas utama pemain kelahiran Sorong, 28 Oktober 1977. Keputusan hengkang demi mencari jam terbang berbuah manis. Henk Wullems menyulap "Sajojo" sebagai pemain berbahaya. Trofi juara pun datang, saat usinya masih 23 tahun. Kini, Ortizan berstatus ASN untuk Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Papua.

Charles Lionga: Angkatan pertama legiun asing PSM Makassar ini ikut andil dalam sukses di musim itu. M Basri, Syamsuddin Umar hingga mendiang Henk Wullems mengakui kapasitas Lionga sebagai bek palang pintu jempolan. Masuk tahun keempat berseragam merah marun, kualitas libero asal Kamerun tersebut tetap terjaga. Sayangnya, Charles tak tampil di final akibat cedera. Usai pensiun, ia menetap di Kolaka, Sulawesi Tenggara, bersama keluarga kecilnya.

3. Gelandang yang dikomandoi Carlos de Mello

Gelandang PSM Makassar, Carlos de Mello (tengah), saat berlaga di final Liga Indonesia (Ligina) VII musim 2001 melawan Persija Jakarta. (Instagram.com/memori_psm)

Bima Sakti: Moncer bersama Pelita Jaya, gelandang kelahiran Balikpapan 23 Januari 1976 itu langsung didaratkan ke Mattoanging. Sebagai gelandang jangkar, Henk Wullems selalu mengandalkannya. Sebagai bukti, ia tampil sebanyak 31 kali atau tidak pernah absen sepanjang musim 1999/2000. Alumnus program Primavera ini pun didaulat menjadi kapten tim, dan mendapat kehormatan mengangkat trofi juara. Ia pun menyabet status Pemain Terbaik. Sejak tahun lalu, Bima Sakti didapuk sebagai pelatih Timnas U-16.

Yuniarto Budi: Gelandang kelahiran Kediri, 16 Juni 1973, ini diorbitkan oleh PSM. Awalnya, ia hanya berstatus pemain tim sepak bola Universitas Hasanuddin, yang tak lain tempatnya berkuliah. Namun dalam sebuah laga uji coba lawan PSM tahun 1993, pelatih saat itu, Gaffar Hamzah. langsung kepincut pada kebolehannya di lapangan tengah. Gatot, sapaan akrabnya, turut tampil di laga final. Ia tetap berseragam merah marun hingga tahun 2003.

Carlos de Mello: Sukar melepas cerita sukses PSM di musim tersebut dari nama Carlos de Mello. Direkrut dari Petrokimia Putra Gresik, gelandang gempal asal Brasil ini langsung memikat hati publik Mattoanging. Sosok kelahiran 10 April 1967 memang irit gerakan, tapi umpan-umpannya yang akurat sering membuat pemain lawan kalang kabut. Visi bermainnya pun di atas rata-rata. Tampil di final, ia jadi penyuplai bola untuk duo Kurniawan Dwi Yulianto dan Rachman Usman. Memperkuat PSM hingga 2001, Carlos kini banrting setir sebagai agen pemain.

Yusrifar Djafar: Jelang musim 1998/99, pelatih PSM saat itu yakni Syamsuddin Umar memanggil Yusrifar Djafar pulang. Dengan stok playmaker dan gelandang bertahan yang cukup, maka diperlukan winger demi menambah daya gedor. Terlebih pria kelahiran Makassar, 8 Oktober 1969, tersebut punya pengalaman mengantar PSM juara Perserikatan 1992. Semusim bersama Petrokimia, publik pun mengenalnya sebagai pemain sayap lincah dengan umpan silang berbahaya. Namun, ia tak bermain penuh di partai final. Yusrifar hanya bermain selama 68 menit sebelum diganti Aji Santoso. Saat ini, ia berstatus sebagai pelatih klub Gaspa 1958 Palopo sejak tahun lalu.

Baca Juga: [KLASIK] Sepak Terjang Empat Pemain Asal Korea Selatan di PSM Makassar

Berita Terkini Lainnya