TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Makna Falsafah "Siri' Na Pacce", Ruh Permainan Spartan PSM Makassar

Makna mendalam yang kini merasuk dalam benak Wiljan Pluim cs

Para pemain PSM Makassar melakukan selebrasi setelah mencetak gol ke gawang Bali United dalam laga pekan kedua BRI Liga 1 2022-23 di Stadion Gelora B.J. Habibie Parepare, 29 Juli 2022. (Dok. Ofisial PSM Makassar/Agung Dewantara)

Makassar, IDN Times - Laju PSM Makassar sangat kencang musim ini, berbeda dengan 2021-22 saat mereka berkubang di papan bawah. Tapi, meski begitu, ada hal dari masa-masa kelam tersebut yang mereka bawa hingga sekarang, yakni slogan "Siri' Na Pacce" yang tertulis di bagian belakang kerah jersey.

Musim kemarin, kata-kata tersebut dicetak dengan huruf latin. Sekarang, tercetak dengan aksara lontara bertinta emas. Terlihat gagah ketika dikenakan Wiljan Pluim dkk.

Spanduk bertulis Siri' Na Pacce tak pernah absen dari tribun penonton, baik di Mattoanging atau GBJH Parepare. Jika ditelusuri, kata-kata keramat tersebut juga sudah didengungkan sejak dekade 1990-an, ketika PSM masih berlaga di kompetisi Perserikatan.

Lantas, apakah kata-kata tersebut yang membuat Pasukan Ramang selalu tampil berapi-api belakangan ini?

1. Pengingat orang Bugis-Makassar untuk selalu membela harga diri

I Mangimangi Karaeng Bontonompo, Raja Gowa ke-35, menyatakan kesetiaan kepada Hindia-Belanda di hadapan Gubernur Sulawesi G.A. Bosselaar pada tahun 1936. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Siri' na pacce sebenarnya adalah falsafah hidup orang Bugis-Makassar yang sudah hidup selama berabad-abad. Menurut Rizal Darwis dan Asna Dilo dalam artikel ilmiah Implikasi Falsafah Siri' Na Pacce pada Masyarakat Suku Makassar di Kabupaten Gowa (Jurnal el Harakah, Vol.14, No.2, 2012), ada dua kata sarat makna yang menyatu.

Siri' adalah cara orang Bugis-Makassar untuk membela kehormatan kepada orang-orang yang hendak menghina atau merendahkan harga dirinya, keluarganya atau kerabatnya.

"Sedangkan falsafah pacce dipakai untuk membantu sesama anggota masyarakat yang berada dalam kesusahan atau mengalami penderitaan," tulis mereka. Atau, menyitir penjelasan Laica Marzuki dalam disertasinya pada 1995, sebuah prinsip solidaritas yang kental.

Keduanya adalah sebuah kesatuan tak terpisahkan. Apabila seseorang tidak memiliki siri' dan pacce sebagai pandangan hidup, maka tingkah lakunya tak lagi punya kehormatan dan mementingkan diri sendiri alih-alih kebersamaan.

Baca Juga: [KLASIK] Para Pelatih yang Membawa PSM dan Timnas Terbang Tinggi

2. Banyak yang menganggap bahkan nyawa bisa dikorbankan untuk memulihkan harga diri

Lukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Sejarawan Leonard Y. Andaya bahkan lebih gamblang lagi. Dalam buku The Heritage of Arung Palakka (Springer, 1981), ia menulis bahwa siri' adalah konsep yang mencakup gagasan harga diri dan rasa malu. Dan rasa malu ini adalah asal muasal martabat seseorang, sehingga sangat dijaga.

Lebih jauh, Andaya menyebut bahwa jika sebuah peristiwa membuat seseorang malu (masiri'), maka ia harus segera mengambil tindakan untuk memulihkan harga diri yang telah tercemar.

Seperti yang dijelaskan oleh Rizal Darwis dan Arna Dilo sebelumnya, stigma besar akan melekat pada seseorang tanpa siri'. Karena itu, nyawa pun bisa dikorbankan demi menghilangkan rasa malu.

Bahkan, sebuah pepatah Bugis-Makassar mengatakan bahwa lebih baik mati karena mempertahankan siri' (mate ri siri'na) daripada menjalani hidup tanpa siri' sama sekali (mate siri').

Baca Juga: [KLASIK] Saat PSM Menahan Imbang Werder Bremen di Senayan

Berita Terkini Lainnya