Nelayan Kodingareng Rugi Rp80,4 Miliar karena Penambangan Pasir Laut

Survei Koalisi Save Spermonde pada Agustus-Desember 2020

Makassar, IDN Times - Proyek penambangan pasir laut di perairan Spermonde membuat masrakat nelayan nelayan Pulau Kodingareng Makassar, sekaligus merusak ekosistem laut. Demikian hasil riset Koalisi Save Spermonde pada periode Agustus hingga Desember 2020.

Menurut penelusuran Koalisi, penambangan untuk proyek reklamasi pelabuhan Makassar New Port (MNP) membuat perekonomian masyarakat nelayan Kodingareng lumpuh. Sedangkan kerusakan habitat laut yang ditimbulkan tambang pasir berdampak langsung pada hasil tangkapan nelayan yang menurun drastis.

“Kegiatan penambangan pasir laut telah merusak ekosistem laut yang berakibat pada menurunnya hasil tangkapan nelayan. Bahkan hingga saat ini nelayan dan keluarganya mengalami krisis keuangan tidak mampu membeli kebutuhan pokok,” kata Muhammad Al Amin, Direktur WALHI Sulawesi Selatan, pada eksposs hasil riset yang ditayangkan via virtual, Selasa (9/3/2021).

Baca Juga: Gubernur Ditangkap KPK, Warga Kodingareng Ungkit Tambang Pasir

1. Nelayan Kodingareng diperkirakan merugi hingga Rp80,4 miliar selama penambangan pasir

Nelayan Kodingareng Rugi Rp80,4 Miliar karena Penambangan Pasir LautKapal penambang pasir di wilayah tangkap nelayan Pulau Kodingareng/Walhi Sulsel

Amin menerangkan, kerusakan yang ditimbulkan tambang pasir berdampak langsung pada hasil tangkapan nelayan. Itu dipengaruhi keruhnya air laut akibat sebaran sedimen hasil kerukan pasir pada terumbu karang. Sedangkan terumbu karang merupakan habitat berbagai organisme laut.

Karena aktivitas penambangan pasir laut di perairan Spermonde, masyarakat merugi banyak. Amin menyebut selama kurang lebih 257 hari kapal penambang pasir beraktivitas, seribuan nelayan Kodingareng mengalami kerugian hingga Rp80,4 miliar.

Kerugian ditaksir dari menurunnya hasil tangkapan nelayan. Nelayan pancing, misalnya, merugi Rp200 ribu per hari, sedangkan nelayan jaring Rp1,4 juta per hari. Menurut Amin angka itu sangat luar biasa besarnya jika dibandingkan dengan upaya ganti rugi yang selama ini ditawarkan pihak penambang.

“Itu baru kita hitung sejak kapal beroperasi sampai dihentikan sementara. Kita belum hitung dari kapal dihentikan sampai sekarang ini,” kata Amin.

Selain pendapatan menurun akibat rusaknya wilayah tangkap, Amin menyebut sebagian besar masyarakat pulau takut atas ancaman kriminalisasi dari oknum kepolisian.

“Bukan hanya itu, perempuan juga mengalami kesulitan untuk akses pangan. Mereka harus utang sana sini untuk menutupi kebutuhan,” ucap Amin.

2. Tambang pasir menyebabkan perubahan besar di dasar laut

Nelayan Kodingareng Rugi Rp80,4 Miliar karena Penambangan Pasir LautNelayan Pulau Kodingareng menolak kapal penambang pasir beroperasi. Dok. Walhi Sulsel

Selain kerugian ekonomi, Amin juga menjelaskan soal perubahan signifikan di dasar laut akibat tambang pasir. Perubahan itu membuat pola arus dan gelombang menjadi lebih besar, sehingga menimbulkan abrasi di bibir pantai sekitar.

Selain itu, peningkatan sedimen juga tertekan dan merusak ekosistem terumbu karang sehingga menurunkan populasi ikan di sekitar perairan Spermonde. Terutama di wilayah Coppong, yang jadi wilayah tangkap nelayan.

"Padahal itu merupakan zona tangkap utama bagi ribuan nelayan, tidak hanya yang di Pulau Kodingareng, tetapi juga nelayan di pulau-pulau kecil lainnya,” jelas Amin.

Meski aktivitas penambangan pasir laut telah berhenti, namun nelayan masih kesulitan untuk melaut. Apalagi, hasil tangkapan mereka juga belum kembali normal seperti sebelum adanya penambangan. Hal tersebut diungkapkan Aswin, salah satu dari seribuan nelayan Pulau Kodingareng yang selama ini berjuang menolak penghentian tambang pasir. 

“Sekarang kondisi di Copong sudah berubah sejak kapal tambang masuk (beroperasi). Wilayah tangkapan ikan sekitar Copong selalu keruh seperti air cucian beras. Kabur, kami susah melihat. Kami susah dapatkan hasil tangkapan seperti dulu,” katanya.

Jumiati, perwakilan kelompok perjuangan perempuan Kodingareng menambahkan, dampak lain yang dirasakan selama ini adalah renggangnya silaturahmi sosial dengan tetangga serta keluarga.

“Biasanya kita harus utang ke tetangga, karena hasil tangkapan sudah tidak ada. Belum lagi bertengkar biasa untuk beli bensin kapal (perahu) sama uang jajan anak-anak,” ucapnya.

3. Pemprov Sulse didesak cabut izin penambangan pasir di wilayah tangkap nelayan

Nelayan Kodingareng Rugi Rp80,4 Miliar karena Penambangan Pasir LautAksi teatrikal ASP untuk perjuangan nelayan Pulau Kodingareng di depan Kantor Gubernur Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Koalisi Selamat Spermonde mendukung masyarakat nelayan Kodingareng, yang mendesak pemerintah menghentikan aktivitas penambangan pasir secara permanen di wilayah Kepulauan Spermonde. Pemerintah diminta melindungi hak azasi masyarakat pesisir dan ekosistem laut serta menegakkan hukum bagi perusak lingkungan.

“Pemerintah juga harus bertanggung jawab terhadap segala kerugian sosial, lingkungan dan ekonomi yang telah dialami oleh masyarakat setempat akibat kegiatan tambang pasir laut dan reklamasi proyek MNP,” kata Arifsyah Nasution, perwakilan Ocean Campaign Leader Greenpeace Southeast Asia.

Baca Juga: Merasa Diabaikan, Warga Kodingareng Kirim Surat ke Gubernur Sulsel

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya