Aktivis Kecam Perusakan Hutan Mangrove Lantebung Makassar

Kawasan bakau Lantebung adalah yang terakhir di Makassar

Makassar, IDN Times - Aktivis yang tergabung dalam Koalisi #SaveSpermonde mengecam adanya aktivitas perusakan hutan mangrove Lantebung di Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Perusakan itu dilakukan oleh sebuah perusahaan dengan melakukan pembalakan liar. 

Ironisnya, aksi pembalakan itu dijalankan di tengah pandemik COVID-19 di mana masyarakat setempat sedang melakukan pembatasan sosial dengan berdiam diri di dalam rumah. Ratusan pohon bakau yang berusia puluhan tahun ditumbangkan dalam waktu singkat dengan menggunakan ekskavator. Padahal, Lantebung telah ditetapkan sebagai kawasan ekowisata.

Perwakilan dari Yayasan Blue Forest, Yusran Nurdin menyampaikan bahwa wajar jika banyak pihak yang merasa marah dengan kejadian ini. Pasalnya kawasan bakau Lantebung merupakan hasil kerja sama dari berbagai pihak.

"Ini adalah miniatur kerja banyak pihak. Banyak sekali pihak yang masuk ke Lantebung untuk melakukan upaya konservasi dan perlindungan mangrove. Itulah kenapa saya begitu marah ketika Lantebung dibuat seperti itu karena memang ini ancaman kita," kata Yusran pada telekonferensi dengan wartawan, Selasa (21/4).

Baca Juga: Ini Potret Pesona Hutan Bakau di Ekowisata Mangrove Lantebung

1. Kejadian di Lantebung seharusnya jadi keresahan bersama

Aktivis Kecam Perusakan Hutan Mangrove Lantebung MakassarWarga menolak aktivitas pembalakan hutan mangrove Lantebung Makassar. IDN Times/Istimewa

Menurut Yusran, aksi pembalakan liar di kawasan bakau Lantebung seharusnya bukan hanya menjadi keresahan masyarakat setempat. Melainkan juga keresahan bersama yang memang perlu direspon dengan alat kebijakan, aturan dan intervensi pemerintah yang lebih kuat.

Dia mengatakan kawasan hutan telah diatur dalam undang-undang kehutanan. Akan tetapi, di kawasan-kawasan lain dalam perangkat perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar dan perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) kadang tidak diindahkan oleh masyarakat dan kadang diprivatisasi.

"Saya pikir ini momentum kita untuk mendorong aturan yang ada, peruntukan kawasan dalam RTRW dan RZWP3K itu bisa diperkuat dengan mensinergikan langkah-langkah berbagai pihak," katanya.

2. Kawasan bakau Lantebung adalah yang terakhir di Makassar

Aktivis Kecam Perusakan Hutan Mangrove Lantebung MakassarIDN Times/Asrhawi Muin

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan (WALHI Sulsel), Muhammad Al Amin menyampaikan bahwa mangrove di kawasan Lantebung merupakan kawasan bakau terakhir di Kota Makassar. Kawasan ini tidak hanya memiliki fungsi ekologis tinggi bagi kota tapi juga bagi masyarakat setempat.

Selain itu, mangrove Lantebung adalah hasil jerih payah dan gerakan konservasi yang dilakukan oleh banyak kelompok, tidak hanya kelompok civil society tetapi juga pemerintah. Bahkan perusahaan melalui programCSR juga banyak memberi kontribusi terhadap perlindungan mangrove di sana.

"Tentu kerusakan atau perusakan yang terjadi baru-baru ini adalah semacam tamparan atau pukulan bagi banyak orang. Di mana karya kita, jerih payah kita di rusak oleh mereka, padahal pemerintah kota sudah memberikan ruang yang cukup aman bagi kawasan mangrove di sana," kata Amin pada telekonferensi.

Amin menambahkan, di dalam peraturan daerah (Perda) RTRW Kota Makassar telah dijelaskan bahwa mangrove di Lantebung masuk dalam kategori perlindungan terbatas. Artinya, ketika ada yang melakukan perusakan, maka itu sangat bertentangan dengan kebijakan pemerintah.

3. Perusakan Lantebung ancam Kepulauan Spermonde

Aktivis Kecam Perusakan Hutan Mangrove Lantebung MakassarWarga menolak aktivitas pembalakan hutan mangrove Lantebung Makassar. IDN Times/Istimewa

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah juga menyatakan perusakan kawasan bakau Lantebung itu juga menjadi ancaman bagi Kepulauan Spermonde. Yakni gugusan pulau yang berada di kawasan Selat Makassar, membentang dari Kabupaten Takalar hingga Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

Dia menilai perusakan kawasan mangrove itu menjadi cermin bobroknya pengelolaan hutan mangrove di tanah air. Padahal sudah ada Perpres nomor 73 tahun 2012 tentang strategi nasional pengelolaan mangrove yang berisi bagaimana pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan.

"Artinya yang terjadi hari ini di Makassar dan di banyak tempat itu bertolak belakang dengan semangat dari pengelolaan mangrove yang berkelanjutan itu sendiri," kata Afdillah.

4. Aktivis meminta ada penegakan hukum

Aktivis Kecam Perusakan Hutan Mangrove Lantebung MakassarIDN Times / Aan Pranata

Target untuk rehabilitasi hutan bakau seluas 50 ribu hektar juga rupanya masih sekedar mimpi yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) tahun 2020-2025. Sebab hingga hari ini, kata Afdillah, target itu masih jauh dari harapan.

"Di Jawa 80 persen sudah tidak ada lagi mangrove-nya, di Jakarta apa lagi, dari 300 hektar mangrove, hanya 99 hektar saja yang baik. Di Sulawesi Selatan juga demikian, data terakhir yang kita dapatkan itu ternyata hanya 18 persen mangrove yang baik dan 82 persennya dalam kondisi buruk," jelasnya.

Kondisi mangrove terus tergerus dengan berbagai ancaman, mulai dari alih fungsi lahan, dijadikan sebagai tambak, pemukiman, industri, bahkan ada juga untuk reklamasi dan infrastruktur lainnya, seperti jalan dan pelabuhan. Jika hal ini terus terjadi, maka solusi yang akan ditempuh tidak berhenti sampai penghentian kegiatan pembalakan, namun akan naik ke tahap penegakan hukum.

"Ini tantangan bagi Spermonde, kita semua resah dengannya. Ini menjadi perhatian kita bersama. Kita tidak ingin hanya berhenti sampai penghentian kegiatan tapi juga ada penegakan hukum," kata Afdillah.

Baca Juga: Mengalami Kerusakan, Ekosistem Hutan Mangrove di Indonesia Terancam

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya