Peneliti Prediksi Corona di Sulsel Bisa Tembus 143 Ribu Kasus
Mei diperkirakan jadi puncak penyebaran COVID-19
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Peneliti Universitas Hasanuddin, baru-baru ini mengkaji pemodelan untuk melihat potensi penyebaran COVID-19 di Sulawesi Selatan. Hasilnya menyebutkan bahwa tanpa intervensi tegas oleh pemerintah, jumlah kasus terinfeksi virus corona diprediksi bisa mencapai total 143.390 orang.
Kajian menggunakan permodelan metode Richard's Curve atau modeling kurva sebagai simulasi laju penularan kasus COVID-19 di Sulsel. Diperbandingkan dinamika pertambahan kasus antara Sulsel dengan Indonesia secara keseluruhan. Hasil berupa potensi jumlah kasus diperoleh dari estimasi angka serangan atau attack rate dalam populasi.
Penelitian ini melibatkan sejumlah ilmuwan dari Tim Departemen Epidmologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Tim Departemen Statistika, dan Tim Departemen Matematika FMIPA Unhas. Kesimpulan lain adalah, puncak pandemi di Sulsel diperkirakan pada akhir Mei, dengan jumlah sekitar 80 ribu kasus.
"Kita sudah dapat laporan real yang dilaporkan oleh pemerintah. Tetapi kita mesti tahu, bahwa data yang dilaporkan itu adalah yang diperiksa (tes). Bukan menggambarkan berapa sebenarnya yang ada di masyarakat secara keseluruhan. Mungkin sebagian sudah menjalani tes, sebagiannya lagi tidak," kata ketua tim peneliti, Ansariadi Ph.D kepada IDN Times, saat dikonfirmasi, Rabu (8/4).
Baca Juga: Kasus COVID-19 Terus Naik, Pemprov Sulsel Diminta Lebih Serius
1. 80 persen masyarakat yang terinfeksi tanpa gejala
Penelitian ilmuwan Unhas tertuang dalam sebuah jurnal berjudul Estimasi Kasus Covid-19 di Sulawesi Selatan. Ansariadi menjelaskan, berdasarkan data dan fakta lapangan hasil permodelan,sebanyak 80 persen masyarakat yang terinfeksi, asymptomatic atau tanpa gejala, atau pun masuk dalam kategori gejala ringan.
Mereka yang terjangkit tanpa gejala karena imun atau kekebalan tubuhnya masih kuat. Selebihnya adalah mereka berusia renta dan rentan yang terinfeksi dengan gejala langsung, seperti demam hingga sesak nafas. Yang dikhawatirkan, menurut Ansariadi, jumlah penderita yang sedikit ini kemudian secara serentak membeludak.
"Ini kan tingkat penularannya sangat cepat, masif. Jadi kalau secara serentak semua yang positif sakit, maka yang kewalahan adalah rumah sakit. Sementara yang terjangkit tanpa gejala, kalau lambat laun tidak ditangani, akan menambah jumlah yang sedikit itu tadi. Yang tidak bergejala, menjadi bergejala," Ansariadi menjelaskan.
Baca Juga: Kasus Corona Belum Sebanyak Jakarta, Sulsel Enggan Menerapkan PSBB