TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar Kesehatan Anjurkan Klasterisasi Kasus Virus Corona di Sulsel

Pengelompokan penting untuk memutus mata rantai penularan

Dekan FMK Unhas Dr Aminuddin Syam. Unhas.ac.id

Makassar, IDN Times - Pakar kesehatan merekomendasikan agar pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, menerapkan sistem klaster atau pengelompokan dalam mengidentifikasi kasus Covid-19. Sistem yang sama sudah dipraktikkan di daerah lain seperti Jakarta dan Jawa Barat.

Dekan Fakultas Kehehatan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Dr Aminuddin Syam berpendapat, pengelompokan kasus bisa membantu upaya memutus mata rantai penularan virus corona. Pengelompokan bisa mengacu pada jumlah kasus, mengingat sejauh ini sudah ada 13 orang positif di Sulsel. 

"Saya menyarankan Sulsel perlu melakukan klasterisasi seperti daerah lain. Yang kelihatan positif memang baru 13, tapi saya menduga kalau dilakukan pemeriksaan massal, maka di Sulsel (ada) lebih dari jumlah yang diumumkan pemerintah," kata Aminuddin kepada IDN Times saat berbincang melalui telepon, Kamis (26/3).

Baca Juga: FKM Unhas Sarankan Pemerintah Segera Lock Down Nasional

1. Pengelompokan bisa dimulai dari pasien positif pertama yang meninggal di Sulsel

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah saat melakukan konferensi pers di kediaman pribadinya, Kamis (19/3). IDN Times/Asrhawi Muin

Aminuddin mengatakan, Pemprov Sulsel dan jajarannya bisa memulai klasterisasi dari kasus awal positif corona di daerah ini. Seperti yang diumumkan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah pekan lalu, pasien pertama adalah seorang dengan riwayat perjalanan umrah. Pasien itu sudah meninggal.

Pasien tersebut bisa dikelompokkan pada klaster umrah, lalu ditempatkan dengan kasus positif atau pasien dalam pengawasan (PDP) yang berkaitan. Dengan mengelompokkan kasus berdasarkan latar belakang, upaya identifikasi dan menulusuri mata rantai penyebaran virus bisa lebih mudah. Khususnya bagi orang-orang yang pernah berinteraksi langsung dengan pasien positif.

"Tentu mereka pulang umrah secara rombongan dan anggota rombongannya sepertinya belum ada yang diperiksa. Katakanlah satu rombongan 60 orang, dan satu di antaranya yang positif, maka sesungguhnya minimal 59 orang yang lainnya status orang dalam pemantauan (ODP)," ujar Aminuddin.

2. Masyarakat diingatkan agar berani membuka diri

Penyemprotan disinfektan di Kota Makassar. IDN Times/Pemkot Makassar

Selain kasus dengan riwayat umrah, kasus positif COVID-19 lainnya di Sulsel ada yang diketahui pernah keluar daerah dalam rangka pertemuan forum keagamaan. Kasus tersebut bisa jadi klaster tersendiri. Begitu pula dengan pasien lain dengan riwayatnya masing-masing.

Menurut Aminuddin, orang-orang yang pernah berinteraksi dengan pasien kasus positif, bisa saja punya mobilitas tinggi dan telah berinteraksi dengan banyak orang. Mereka pun berpotensi tertular. Di sini pemerintah memegang peran penting, yakni bertanggung jawab menyampaikan informasi transparan soal pasien.

Dengan membuka informasi soal klaster, riwayat, maupun zonasi pasien, masyarakat yang pernah bersinggungan bisa lebih mawas diri. Ini sekaligus jadi edukasi bagi masyarakat agar lebih berani dalam membuka diri demi kepentingan bersama.

"Belum lagi adanya kecenderungan masyarakat menutup diri, meskipun sudah ada gejala. Masalahnya sekarang, meskipun masyarakat diminta beraktivitas diri rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah, tetap saja Sulsel masih rawan karena kita tidak start pada titik yang sama," ucap Aminuddin.

Baca Juga: Peta Sebaran Kasus Positif COVID-19 di Sulsel, Makassar Terbanyak

Berita Terkini Lainnya