TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

LBH Minta Kasus Pencabulan Anak di Lutim Dibuka Kembali

Kasus mencuat lagi seiring ramai tagar #PercumaLaporPolisi

Rezky Pratiwi, pendamping hukum LBH Makassar, untuk 3 anak korban pelecehan di Lutim. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak kepolisian membuka kembali proses penyelidikan kasus dugaan pencabulan tiga anak oleh ayah sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Desakan itu seiring ramainya respons masyarakat lewat tagar #PercumaLaporPolisi di media sosial, usai kasus dimuat kembali oleh Projet Multatuli. Project Multatuli diketahui sebagai gerakan jurnalisme nonprofit yang menyajikan laporan mendalam berbasis riset dan data. Usai laporan itu diangkat, situs mereka diretas sehingga berbagai media memuat ulang laporannya sebagai bentuk solidaritas.

Penasihat hukum korban dari LBH Makassar Rezky Pratiwi mengatakan, kasus dugaan pencabulan itu dilayangkan RA, ibu korban, pada 10 Oktober 2019. Namun belakangan penyidik mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

"Sejak awal hingga saat ini pun, posisi kami tetap sama kasus ini harus dibuka kembali dan untuk itu Polri harus membuka kembali dan melanjutkan proses perjalanan perkara," kata Rezky kepada IDN Times, Jumat (8/10/2021).

Baca Juga: Bejat! Ayah di Luwu Timur Diduga Cabuli Dua Anak Kandungnya

1. LBH duga ada perbuatan maladministrasi

Keluarga korban saat melapor ke P2TP2A Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Rezky menjelaskan, proses pencarian keadilan untuk korban memang cukup panjang dan menguras banyak energi. Kasus ini bahkan terkesan tidak mendapat perhatian serius dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Luwu Timur. LBH menduga ada persoalan maladministrasi di internal lembaga milik pemerintah itu dalam menangani kasus.

"Proses sebelumnya dijalani sendiri oleh ibu korban. Tidak ada bantuan hukum, tidak ada layanan, di P2TP2A Lutim tidak mendapatkan penanganan semestinya," ujarnya.

Rezky bilang, saat korban berupaya mencari bantuan di awal kasus ini, mereka justru dipertemukan kembali oleh SA (43), ayahnya sekaligus terduga pelaku.

"Kami anggap P2TP2A Lutim ini berpihak (pada terduga pelaku) dan asesmennya pun tidak objektif," kata Rezky.

Asesmen itu, lanjut Rezky, yang digunakan penyidik sebagai bahan untuk menghentikan proses penyelidikan dan penyidikan kasus. Asesmen berisi kesimpulan pihak P2TP2A yang menyebut bahwa korban baik-baik saja dan sangat dekat dengan ayahnya.

2. LBH temukan fakta berbanding terbalik dengan kepolisian

LBH Makassar. IDN Times / Sahrul Ramadan

Berdasarkan hasil koordinasi LBH dalam proses pendampingan kasus ini, penyidik kepolisian berkesimpulan bahwa tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan, hingga luka, di tubuh korban.

"Kemudian ibunya juga dianggap punya wahab (gangguan psikis)," ujar Rezky.

Rezky melanjutkan, dari sejumlah fakta yang dikumpulkan pendamping hukum, pihaknya  berkesimpulan bahwa kepolisian terlalu cepat menghentikan kasus ini. "Bagi kami ini prematur. Karena hanya berselang dua bulan setelah dilaporkan, langsung dihentikan," tegasnya.

Fakta-fakta yang ditemukan antara lain tekanan mental dan perubahan prilaku korban. Hingga kesakitan yang sempat dialami korban akibat perbuatan bejat ayahnya.

"Kemudian tidak ada saksi lain yang diperiksa penyidik, selain korban, pelapor, dan terlapor (ayahnya. Dan anaknya tidak didampingi orang tua saat diperiksa," ucapnya.

Hasil asesmen pembanding oleh tim pendamping hukum bersama psikolog, ditemukan fakta lain tak seperti yang diungkapkan pihak P2TP2A dan kepolisian. "Terjadi kekerasan seksual yang (diduga) dilakukan bapaknya bahkan ada (terduga) pelaku lain yang melakukan itu kepada 3 anak," ungkapnya.

Baca Juga: Pendamping Bocah Korban Pencabulan di Lutim Surati Kapolda Sulsel  

Baca Juga: Polda Sulsel Kukuh Hentikan Kasus Pencabulan Bocah di Luwu Timur 

Berita Terkini Lainnya