TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Transpuan di Sulsel Hadapi Pandemik: Jual hingga Gadai Aset

Kaum transpuan mengaku tak jadi prioritas bantuan sosial

Ilustrasi LGBT (IDN Times/Arief Rahmat)

Makassar, IDN Times - Pandemik COVID-19 yang melanda Indonesia hampir satu tahun terakhir, turut berdampak terhadap perekonomian masyarakat. Pemerintah sudah berupaya menanggulangi penularan virus corona seiring perbaikan kondisi ekonomi.

Salah satu upaya pemerintah adalah penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat terdampak pandemik. Sayangnya, tidak semua orang bisa menikmati itu. Misalnya kaum transpuan yang merupakan minoritas.

"Kondisi itu diceritakan Ririn Aliska, Miss Transpuan Sulsel Tahun 2019. Dia mengakui bahwa seperti dirinya, cuma sebagian kecil transpuan di Sulsel yang mendapatkan bansos dari pemerintah.

"Karena ketika berbicara mengenai kartu identitas, sebagian besar transpuan memiliki KTP, akan tetapi pengelola dana bansos tidak menjadikan kawan-kawan trans sebagai prioritas," kata Ririn saat dihubungi IDN Times, Kamis (25/2/2021). 

Baca Juga: Menjadi Minoritas dan Pernah Merasakan Hidup Bertahun-tahun tanpa KTP 

1. Terpaksa harus menjual dan menggadaikan aset

(Ilustrasi peralatan salon) IDN Times/Helmi Shemi

Ririn mengaku tidak mengetahui alasan mengapa transpuan sulit mengakses bantuan dari pemerintah. Padahal, mereka sudah memiliki kartu identitas diri.

Sebagian transpuan memang punya pekerjaan tetap, tapi situasinya serba sulit di tengah kondisi pandemik seperti sekarang. "Penghasilan yang didapatkan sangat menurun, karena adanya aturan pemerintah, (seperti) PSBB, sehingga pelanggan salon menurun drastis dan berdampak pada kurangnya penghasilan," ungkap Ririn. 

Dulu, Ririn mengaku penghasilannya dari salon bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari plus disisihkan untuk kebutuhan lain. Sekarang kondisinya jauh berbeda. Begitu pun dengan teman-temannya.

"Sekarang hanya mencukupi makan saja bahkan ada yang tidak cukup. Banyak yang bertahan hidup dengan menggunakan tabungan, menjual atau menggadaikan aset," kata dia. 

Ririn menyatakan transpuan berupaya bertahan hidup dengan saling membantu. Selain itu mereka juga mendapatkan bantuan dari luar lembaga negara.

"Untungnya ada sebagian organisasi nonpemerintah yang memberikan bantuan seperti KSM (Komunitas Sehati Makassar) dan KWRSS (Kerukunan Waria-Bissu Sulsel)," ucapnya. 

2. Bertahan hidup dengan menumpang atau meminjam dari keluarga

Ilustrasi bantuan sembako di tengah wabah COVID-19 (ANTARA FOTO/Jojon)

Ativis KSM Eman Memay Harundja mengatakan, dampak ekonomi sangat terasa bagi transpuan selama pandemik COVID-19.

"Banyak pekerjaan terhambat, kurang pendapatan, bahkan ada yang berhenti bekerja dan tidak mempunyai penghasilan sama sekali," ujar Eman saat berbincang dengan IDN Times

Selain menggunakan tabungan, cara lain mereka dalam bertahan hidup adalah dengan menumpang hingga meminjam ke keluarga. Menurut Eman, hampir semua transpuan tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Yang membantu justru adalah organisasi yang berbasis komunitas karena tidak ada persyaratan khusus. 

"Berbeda dari bantuan pemerintah, biasa ada pendataan dan melampirkan identitas hukum. Jadi akan semakin sulit bagi yang tidak memiliki KTP atau KTP bagi yang pendatang," ungkap Eman. 

Meski punya KTP, kata Eman, sebagian transpuan terlanjur malas untuk mengakses bantuan karena merasa tidak nyaman dalam urusan pelayanan. "Bahkan pernah ada cerita dari kawan transpuan bahwa mereka tidak menjadi prioritas dalam mendapatkan bantuan," jelas Eman. 

Baca Juga: Jerit Transpuan Saat Pandemik, Tak Bekerja dan Kesulitan Akses Bansos

Berita Terkini Lainnya