TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hakim Tolak Satu Poin Dakwaan Gratifikasi Nurdin Abdullah

Majelis hakim beda paham dengan KPK soal pembelian lahan

Majelis hakim yang menyidangkan perkara suap dan gratifikasi terdakwa mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, di PN Tipikor Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar telah menjatuhkan vonis bersalah terhadap terdakwa mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah. Terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-samaa dan berlanjut.

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

"Menjatuhkan pidana penjara lima tahun dan dendan sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dapat dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino saat membacakan amar putusannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Makassar, Senin malam (29/11/2021).

Baca Juga: [BREAKING] Nurdin Abdullah Divonis 5 Tahun Penjara

1. Dua eks bawahan Nurdin Abdullah disebut-sebut sebagai perantara

Sidang lanjutan pembacaan vonis terdakwa Nurdin Abdullah di PN Tipikor Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Ibrahim menyatakan terdakwa terbukti menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah kontraktor. Antara lain suap dari kontraktor Agung Sucipto melalui mantan Sekertaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Edy Rahmat sebesar Rp2,5 miliar dan 150 ribu dolar Singapura. Dalam hal ini Edy Rahmat berperan sebagai perantara Nurdin Abdullah.

Kemudian, gratifikasi diperoleh Nurdin Abdullah dari sejumlah kontraktor lain di Sulsel. Di antaranya, Robert Wijoyo yang jumlahnya tak diketahui secara pasti, kemudian dari Nuwardi Bin Pakki (Haji Momo) dan Hajjah Indar melalui perantara mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel Sari Pudjiastuti, masing-masing sebesar Rp1 miliar.

Dari Haji Momo turut diperoleh 200 ribu dolar Singapura, kemudian Ferry Tanriadi sebesar Rp2,2 miliar. Berikutnya, dari Hajjah Indar melalui mantan ajudan Nurdin Abdullah, Syamsul Bahri sebesar Rp1 miliar. Lalu dari Kwan Sakti Rudy Moha sebesar Rp387,6 juta.

Baca Juga: Seorang Pengunjung Sidang Vonis Nurdin Abdullah Mengamuk

2. Pembelian tanah dan pembangunan masjid dianggap bukan gratifikasi

Lokasi masjid yangn dibangun Nurdin Abdullah di kawasan Dusun Ara, Desa Tompobulu, Kecamatan Tompobulu, Maros Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Di sisi lain, Ibrahim menyatakan perbedaan pendapatnya dengan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yakni terkait dugaan suap dan gratifikasi pembangunan masjid di atas tanah milik terdakwa Nurdin Abdullah di Dusun Arra, Desa Pucak, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Sulsel. Ibrahim meminta agar masjid kembali difungsikan untuk dikelola masyarakat setempat.

"Adapun terhadap pemerimaan uang sejumlah Rp1 miliar dari beberapa pihak yang tidak disebutkan dalam bentuk pembangunan masjid yang terletak di atas tanah pembelian oleh terdakwa, sebagaimana telah dipertimbangkan di atas bahwa terkait dengan penerimaan uang terdakwa tidak dapat dikenai hukuman tambahan," ucap Ibrahim.

Ibrahim menyatakan, berdasarkan fakta-fakta persidangan, tanah yang dibeli terdakwa Nurdin Abdullah menggunakan uang pribadinya dibantu istrinya. Hal itu diperkuat dengan bukti pendapatan perbulan terdakwa sebagai pejabat negara. Kemudian, latar belakang terdakwa sebagai CEO perusahaan, dosen, serta kerap diundang sebagai pembicara dalam berbagai kegiatan.

Baca Juga: Dihukum 5 Tahun Penjara, Ini Perkara Korupsi Nurdin Abdullah

Berita Terkini Lainnya