TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Buruh di Makassar Ancam Mogok Jika Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan

Omnibus Law RUU Cipta Kerja dinilai mengkhianati buruh

Ribuan buruh di Makassar berunjukrasa menolak Omnibus Law Cilaka di depan Kantor Gubernur Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Ribuan buruh di Kota Makassar menggelar aksi unjuk rasa akbar menolak rencana pemerintah untuk menerapkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.

Buruh yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Melawan (Geram) berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Rabu (11/3).

Juru bicara Geram, Andi Malanti menyatakan, aksi ini merupakan bagian dari sikap buruh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Jika diterapkan, kata Malanti, tidak menutup kemungkinan buruh bakal mogok bekerja hingga ada kepastian pemerintah membatalkan rencana penerapan UU Cipta Kerja tersebut.

"Kita akan berjuang sampai titik darah penghabisan untuk betul-betul menolak dan supaya pemerintah segera membatalkan rencana penerapannya (Omnibus Law Cipta Kerja)," kata Malanti di sela unjuk rasa. 

1. Buruh menganggap pemerintah berkhianat

Ribuan buruh di Makassar berunjukrasa menolak Omnibus Law Cilaka di depan Kantor Gubernur Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

RUU Omnibus Law Cipta Kerja, jelas Malanti, sangat bertentangan dengan konstitusi. Khususnya dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang tata cara pembuatan perundang-undangan. Terlebih jaminan untuk mendapatkan penghidupan yang layak sebagaimana yang tertuang dalam UU 1945 pasal 27 tentang Hak Asasi Manusia, ayat 1, 2 dan 3, hingga pasal 28 B.

"Itu yang dikhianati pemerintah kita, lalu membuat undang-undang yang baru yang sangat bertentangan dengan konstitusi kita. Contohnya adalah hidup layak orang banyak, berhak mendapatkan pekerjaan dan kehidupan. Itu sangat merugikan kita," ungkap Malanti.

Di dalam Omnibus Law Cipta Kerja menurut mereka, juga menghilangkan jaminan pekerjaan bagi buruh dan pekerja pada umumnya. Baik mengenai tunjangan, pesangon, hingga upah minimum dan penggajian melalui hitungan jam kerja yang ditentukan perusahaan.

"Itu sudah tidak ada lagi di dalam Omnibus Law Cilaka sudah dihilangkan. Diberangus dengan sewenang-wenang. Itu adalah salah satu bentuk pengkhianatan kepada buruh," tegas Malanti.

Baca Juga: Unjuk Rasa, Serikat Buruh di Sulsel Menolak Keras Omnibus Law 

Baca Juga: Sederet Alasan Kuat Aliansi Mahasiswa Unhas Tolak Omnibus Law

2. Omnibus Law Cipta Kerja memungkinkan perusahaan berbuat sewenang-wenang kepada buruh

Ribuan buruh di Makassar berunjukrasa menolak Omnibus Law Cilaka di depan Kantor Gubernur Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Lebih jauh Malanti mengungkapkan, Omnibus Law Cipta Kerja secara gamblang memberikan peluang besar terhadap perusahaan dengan sewenang-wenang mengatur sistem kerja tanpa mempertimbangkan nasib para pekerja.

Misalnya, disebutkan Malanti, perusahaan bakal menerapkan sistem kerja tanpa ikatan kontrak jelas atau outsourcing kepada pekerjanya. Selain itu perusahaan juga bisa dengan seenaknya mengontrak tenaga asing dari luar negeri. Belum lagi soal sistem pengupahan yang kemungkinan besar dihilangkan di dalam Omnibus Law Cipta Kerja.

Omnibus Law Cipta Kerja juga dianggap semakin melanggengkan kekuasaan perusahaan untuk menindas pekerjanya. Malanti bilang, aturan itu jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Undang-undang sebelumnya masih ada pembatasan, sementara di (Omnibus Law) Cilaka ini, semua jenis pekerjaan bisa di-outsourcing-kan. Belum lagi skema pengupahan. Selama ini UU mengatur pengupahan diupah per bulan, ini sekarang bisa diatur per jam. Ini merugikan masyarakat khususnya buruh ketika ini dipaksakan pemerintah untuk diundang-undangkan," terang Malanti.

Baca Juga: 1451 Polisi Kawal Demonstrasi Tolak Omnibus Law di Makassar  

Berita Terkini Lainnya