Unjuk Rasa, Serikat Buruh di Sulsel Menolak Keras Omnibus Law 

Penerapan RUU Omnibus Law Cilaka ditolak buruh

Makassar, IDN Times - Rencana penerapan Omnibus Law di Indonesia kembali menuai penolakan oleh kalangan masyarakat, khususnya buruh perempuan. Di Makassar, ratusan orang yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan berunjuk rasa untuk menolak rencana penerapan undang-undang tersebut.

Unjuk rasa digelar di depan Gedung DPRD Sulsel Jalan, Urip Sumoharjo Makassar, Senin (9/3). Secara umum, mereka menolak penerapan Omnibus Law yang dianggap sebagai sebuah aturan baku yang mengancam kehidupan masyarakat dalam bekerja.

"Kenapa kita anggap itu sebagai sebuah ancaman, pertama karena itu menghilangkan perlindungan terhadap buruh. Terkhusus adalah buruh perempuan," kata Ketua Gabungan Serikat Buruh Nusantara Sulsel Asniati, kepada IDN Times saat ditemui di lokasi unjuk rasa.

1. Penerapan Omnibus Law memberangus kehidupn buruh khususnya perempuan secara perlahan

Unjuk Rasa, Serikat Buruh di Sulsel Menolak Keras Omnibus Law Masyarakat berdemonstrasi di depan Gedung DPRD Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Rancangan Undang-Undang Omnibus Law menurut Asniati, khususnya menyoal aturan Cipta Lapangan Kerja, membuka ruang atau potensi-potensi untuk menciptakan dimensi perbudakan modern. Terlebih di kalangan buruh perempuan.

Kehadiran Omnibus Law, menjadi momok yang dianggap dapat memberangus kehidupan buruh perempuan yang menggantungkan hidup dengan bekerja pada suatu perusahaan. Asniati menyebutkan, penerapan Omnibus Law mempermudah suatu perusahaan dalam mengambil keputusan sepihak kepada pekerja.

Pemerintah yang seharusnya bertindak sebagai penengah jika terdapat masalah dalam suatu perusahaan kepada pekerjanya, jelas Asniati, justru seolah-olah tidak dilibatkan dalam membuat solusi. Alih-alih memberikan kesejahteraan, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, menurut Asniati, adalah aturan buruk yang memberangus kehidupan buruh.

"Buruh perempuan membutuhkan perlindungan dalam bekerja. Apa yang dialami seperti hamil, haid dan melahirkan. Itu yang sangat kita butuhkan. Kalau hak kita di dalam UU (Omnibus Law) tidak diatur. Sama saja kita buruh perempuan diberangus perlahan," ujar

2. Kenapa Omnibus Law wajib ditolak?

Unjuk Rasa, Serikat Buruh di Sulsel Menolak Keras Omnibus Law Masyarakat berdemonstrasi di depan Gedung DPRD Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Omnibus Law, kata Asniati, wajib ditolak karena tidak ada jaminan kepastian masa depan dalam bekerja yang di atur dalam undang-undang tersebut. Misalnya, disebutkan Asniati, jika buruh mengalami pemutusan hubungan kerja. Tidak menutup kemungkinan, buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja tidak lagi mendapatkan pesangon.

Asniati merujuk pada kandungan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang menyebutkan bahwa, setiap pekerja atau buruh yang diputus kontraknnya oleh perusahaan wajib mendapatkan pesangon. "Itu ancaman besar. Karena selama ini, itu (pesangon) diatur dengan sangat jelas," sebut Asniati.

Omnibus Law, lanjut Asniati, juga dengan gamblang mengatur bagaimana tenaga kerja asing bisa dengan mudah masuk ke Indonesia melalui perusahaan dengan modus mempermudah perjalanan investasi suatu perusahaan.

Didatangkannya tenaga kerja asing, kata dia, semakin memperburuk posisi buruh sebagai tenaga kerja pribumi yang disingkirkan di negeri sendiri dalam konteks lapangan kerja oleh suatu perusahaan. Dan hal itu, tegas dia, dibenarkan oleh penerapan UU Omnibus Law.

Lebih jauh dia menilai, alih-alih menyejahterakan buruh di Indonesia, kehadiran Omnibus Law Cipta Kerja malah memuat aturan yang bisa membunuh perlahan kehidupan seluruh buruh. Perusahaaan, akan seenaknya mengatur tentang kerja buruh, tanpa mempertimbangkan hak-hak atau kelayakan khusus dalam pengupahan.

"Lapangan pekerjaan kita akan hilang. Mau dikemanakan kita? Bayangkan kalau kita diupah hanya dihitung per jam. Dua jam dalam bekerja. Bagaimana kita menghidupi keluarga di rumah. Ini sangat mengancam kita semua. Bukan cuma buruh sebenarnya kalau kita mau melihat secara utuh. Seluruh rakyat Indonesia akan mengalami dampak dari penerapan itu," tegas perempuan yang akrab disapa Ros ini.

Baca Juga: [BREAKING] Demonstrasi Tolak Omnibus Law, Massa Padati DPRD Sulsel

3. Omnibus Law bertujuan menghilangkan serikat pekerja

Unjuk Rasa, Serikat Buruh di Sulsel Menolak Keras Omnibus Law Masyarakat berdemonstrasi di depan Gedung DPRD Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Terpisah, anggota Gabungan Serikat Buruh Nusantara (GSBN) Ratna, menuturkan, selain persoalan pengupahan, persoalan urgen lain dalam penerapan RUU Ombibus Law ialah upaya untuk menghilangkan serikat pekerja.

Penerapan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, secara umum semakin meliberalisasi aturan yang digunakan sendiri oleh perusahaan dalam membatasi aktivitas buruh di luar ruang-ruang pekerjaan.

"Ini perusahaan bisa jadi akan semakin bebas. Bukan semata-mata jam kerja, upah dalam bekerja tapi juga bagaimana rencana penerapan ini akan menghilangkan peran dari serikat pekerja," ungkap Ratna.

Omnibus Law, ditegaskan Ratna, wajib ditolak karena sangat jelas tidak berpihak dalam penerapan hak kerja para buruh. Pihaknya pun menuntut pemerintah mempertimbangkan dengan konkret sebelum memutuskan dan mengesahkan Omnibus Law sebagai undang-undang.

Ratna menyebut, pengesahan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja nantinya bakal berdampak besar dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia. Penghidupan buruh akan sangat terancam, serta tidak menutup kemungkinan angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia semakin membludak.

"Tidak ada kata lain selain betul-betul menegaskan posisi buruh untuk menolak segala macam aturan yang jelas tidak berpihak dan mengabaikan hak-hak pekerja khususnya perempuan dalam Omnibus Law," tegas Ratna.

Terpisah, anggota DPRD Komisi C DPRD Sulsel Andi Januar Jhaury Darwis berjanji, akan meneruskan tuntutan pengunjuk rasa menyoal penolakan penerapan UU Omnibus Law ke pusat. Januar bersama anggota Komisi C lainnya, Andi Nurhidayati dan Rismawati Kadir Nyampa, menerima tuntuan massa pengunjuk rasa dalam dialog di lantai 9 Gedung DPRD Sulsel.

Mereka bersepakat dan menegaskan, untuk meneruskan tuntutan pengunjuk rasa hingga menunggu respons pemerintah pusat. Seluruh tuntutan tersebut, kata Januar, ditampung dan akan dibahas kembali oleh pemerintah sebelum dituangkan ke dalam aturan resmi.

"Aspirasi masyarakat ini akan kita tampung untuk selanjutnya kita koordinasikan ke pemerintah pusat. Karena sepenuhnya kewenangan terkait RUU digagas sepenuhnya oleh pusat. Intinya kami mendukung pendapat-pendapat yang mengkritisi jika terdapat poin-poin yang dianggap tidak mampu mengakomodir kebutuhan seluruh pekerja," imbuh Januar.

Baca Juga: Omnibus Law Berdampak bagi Semua, Bukan Hanya Buruh

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya