TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

ACC Sulawesi: Tuntutan bagi Nurdin Abdullah Sangat Ringan

ACC berharap majelis hakim abaikan tuntutan rendah JPU KPK

Nurdin Abdullah (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Makassar, IDN Times - Lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi menyoroti tuntutan jaksa penuntut umum KPK terhadap terdakwa mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. JPU menuntut terdakwa enam tahun penjara karena dianggap terbukti menerima suap dan gratifikasi dalam kasus korupsi, pembangunan infrastruktur di lingkup pemerintah provinsi.

"Tuntutan terhadap terdakwa sangat ringan, apabila melihat ancaman pidana pada pasal yang didakwakan, yaitu minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Tuntutan 6 tahun hanya 1/3 dari ancaman pidananya," kata Wakil Ketua Eksternal ACC Hamka saat dikonfirmasi Selasa (16/11/2021).

Nurdin dijerat dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana kemudian Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Baca Juga: [BREAKING]  Nurdin Abdullah Dituntut Hukuman 6 Tahun Penjara

Baca Juga: Dituntut 6 Tahun Penjara, Ini yang Memberatkan Nurdin Abdullah

1. ACC bandingkan tuntutan Nurdin Abdullah dengan pejabat daerah lainnya

Ilustrasi. Sidang lanjutan terdakwa Nurdin Abdullah di PN Tipikor Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Hamka membandingkan tuntutan tersebut dengan beberapa kasus kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan gubernur di daerah lain. Misalnya Irwandi Yusuf di Aceh yang dituntut 10 tahun dan denda Rp500 juta subsidiair 6 bulan kurungan. Lalu Ridwan Mukti di Bengkulu yang dituntut 10 tahun dan denda Rp400 juta subsidiair 4 bulan kurungan.

Kemudian, Zumi Zola di Jambi dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidiair 6 bulan kurungan. Menurut Hamka, ringannya tuntutan mengindikasikan bahwa KPK tidak melihat konteks tindak pidana yang melibatkan Nurdin Abdullah sebagai rangkaian dari korupsi yang hidup akibat sistem politik. Hamka menyebut, kasus ini berkorelasi dengan pembiayaan politik, pra dan pasca Pilgub Sulsel 2018.

"Salah satunya dengan mengambil keuntungan, gratifikasi dan suap dalam pembiayaan sejumlah proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh swasta yang juga merupakan bagian dari oligarki lokal dimana Nurdin sebagai 'intelektual dader' nya," ucap Hamka.

2. Hukum maksimal bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat Sulsel

Sidang pembacaan tuntutan terdakwa Nurdin Abdullah di PN Tipikor Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Hamka menegaskan, korupsi politik mempunyai dampak besar karena selain merusak tatanan sosial, ekonomi juga merusak sistem politik. Khusus Sulsel, kasus ini, kata dia, mesti menjadi momen baik untuk mengevaluasi pembiayaan dan pengerjaan proyek infrastruktur yang transparan dan akuntabel. Sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan.

Hamka bilang, selama ini pengerjaan proyek infrastruktur di Sulsel berada dalam ruang gelap. Pemerintah tidak pernah bersikap transparan kepada publik. Menurutnya, ringannya tuntutan terhadap Nurdin Abdullah juga menunjukan KPK abai terhadap harga demokrasi lokal yang telah dibayar mahal oleh masyarakat Sulsel pada Pilgub 2018.

"Namun dengan adanya kasus korupsi yang melibatkan Nurdin Abdullah beserta rangkaian suap yang terjadi membuat publik Sulsel merasa salah menggantungkan harapan. Penghukuman yang maksimal adalah tidak lain untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat Sulsel," ujar Hamka.

Baca Juga: Nurdin Abdullah Minta Didoakan Usai Dituntut 6 Tahun Penjara

Berita Terkini Lainnya