TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Partisipasi Pemilih Pilkada Makassar Naik tapi Masih Rendah

Partisipasi Pilkada Makassar tidak mencapai target

Ilustrasi TPS. IDN Times/ Mela Hapsari

Makassar, IDN Times - KPU menyatakan tingkat partisipasi pemilih di Makassar pada Pilkada Makassar 2020 naik dibandingkan Pemilihan Umum 2019. Padahal tahun ini pilkada digelar di tengah bayang-bayang pandemik COVID-19.

Ketua KPU Makassar Farid Wajdi usai penetapan hasil akhir rekapitulasi suara, Selasa (15/12/2020) malam, mengatakan masyarakat yang menggunakan hak pilih pada Pilkada Makassar sebanyak 59,6 persen dari daftar pemilih tetap (DPT). Jumlah itu meningkat dibandingkan Pemilu 2019, yakni 58,9 persen.

"Kita naik 0,7 persen dari data pemilih sebelumnya," kata Farid.

Farid menganggap isu pandemik tidak berpengaruh banyak pada tingkat partisipasi pemilih. "Prediksi kita kan di tengah pandemik COVID-19 (partisipasi) turun. Tapi ini lebih dari yang kita proyeksikan," ucapnya.

Baca Juga: KPU Umumkan Danny-Fatma ADAMA Menang di Pilkada Makassar

1. Presentasi naik tapi masih rendah

IDN Times/Aan Pranata

Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto, menilai presentasi tingkat partisipasi pemilih Makassar memang naik. Tapi angka tersebut masih rendah dan jauh dari target penyelenggara. 

Di awal, KPU Makassar sempat menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebanyak 77,5 persen. Jika melihat target tersebut, artinya tingkat partisipasi tidak mencapai target. Namun KPU berdalih target tersebut direncanakan sebelum adanya pandemik sehingga tidak relevan ketiika kita jadikan standar yang sama seperti dalam situasi pandemik.

Secara umum, kata Luhur, rendahnya partisipasi pemilih sebenarnya semacam alarm atau peringatan untuk kepercayaan warga negara atas prosedur-prosedur demokrasi yang di bangun. 

"Legitimasi politik substantif pemimpin terpilih jadi rendah, meskipun memenuhi syarat legitimasi politik formal. Sistem pemilihan yang kita bangun menempatkan aktivitas memilih sebagai hak. Bukan kewajiban," katanya.

2. Prosedur pilkada dan kinerja penyelenggara berpengaruh pada partisipasi pemilih

Ilustrasi. Petugas KPPS meneteskan tinta ke jari pemilih menggunakan pipet pada simulasi pemilihan di halaman KPU Purbalingga tanggal 25 November 2020./Foto: Rudal Afgani Dirgantara

Menurut Luhur, tipologi pemilih perkotaan (urban) berbeda dengan karakter pemilih non-urban atau sub-urban, terutama pada kemudahan akses informasi dan literasi elektoral pemilihnya. Hasil pilkada juga tidak selalu terkait dengan aktivitas dan kepentingan masyarakat perkotaan yang plural.

Persentase partisipasi pemilih yang rendah, lanjutnya, bisa dijelaskan dari perspektif sistem dan prosedur-prosedur pilkada dan kinerja penyelenggara. Kedua hal itu dinilainya bisa menjadi faktor kritikal yang bisa membuat pemilih tidak hadir di TPS. 

"Apalagi momen pemilihan berlangsung pada masa pandemik COVID-19. Angka golput teknis dan golput ideologis masih tinggi," kata Luhur.

Untuk situasi Pilkada Makassar, kata Luhur, pemilih golputlah pemenang yang sesungguhnya. Karena angka partisipasi tersebut masih jauh dari target penyelenggara. Bahkan kehadiran beberapa pasangan calon, yang relatif merupakan tokoh politik lama, tidak cukup menjadi magnitude bagi pemilih. 

"Tidak cukup alternatif yang meyakinkan. Bisa juga pemilih seperti kehilangan harapan dari janji-janji kampanye yang di tawarkan para kandidat," katanya.

Baca Juga: Hasil Rekapitulasi Pilkada Makassar Mirip dengan Data Real Count

Berita Terkini Lainnya