TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jeritan Pemilik Indekos di Makassar: Kamar Kosong karena Pandemik

Seluruh penyewa pulang kampung, kamar kos kosong melompong

Ilustrasi kamar kos tidak dihuni. IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Pandemik COVID-19 telah memukul banyak sektor usaha, tak terkecuali bisnis indekos atau yang lebih populer dengan sebutan kos-kosan. Salah satunya yang berada di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. 

Di Makassar, banyak warga yang membuka usaha indekos untuk menjawab kebutuhan mahasiswa di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Minat pelajar dari luar Makassar membuat bisnis indekos laris manis. Tapi itu sebelum pandemik COVID-19 menyerang.

Dampak pandemik ini turut dirasakan oleh Nur (38 tahun), pengusaha indekos di Jalan Racing Sinrijala, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar. Di area tersebut, bisnis indekos tumbuh pesat. Letaknya strategis karena dekat dengan sejumlah perguruan tinggi seperti Universitas Fajar, Universitas Muslim Indonesia dan Universitas Bosowa. Selain itu juga dekat dengan sejumlah area perkantoran.

Karena pandemik, usaha indekos di area tersebut menjadi sepi. Di rumah indekos milik Nur, tidak ada lagi yang berpenghuni. Padahal tujuh kamar yang disediakan dulunya selalu dipenuhi penyewa baik dari kalangan mahasiswa hingga pekerja.

"Awal-awal pandemik masih ada. Tapi sekarang tidak ada yang ngekos," kata Nur kepada IDN Times, Jumat (19/2/2021).

1. Pendapatan pengusaha kos-kosan menukik tajam

Ilustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Di rumah indekos itu, sejumlah bagian mulai berdebu tanda bahwa tempat itu sudah lama tidak duhuni. Kamar-kamar juga tampak terkunci. Tidak ada lagi penghuni yang biasanya bercengkrama dengan penghuni satu sama lain. 

Nur mengungkapkan, mahasiswa yang ngekos di sana sudah pulang kampung, begitu juga dengan orang-orang bekerja yang memilih pulang ke kampung halaman. Berbeda sebelum pandemik, di mana kamar indekos Nur jadi incaran banyak calon penyewa.

"Pokoknya yang kerja dirumahkan, ada juga di-PHK, jadi pulang kampung. Yang mahasiswa juga pulang kampung karena tidak belajar. Jadi tidak ada yang kos sama sekali," kata Nur.

Kosongnya kamar kos dan tidak adanya permintaan kamar kos praktis membuat pendapatannya menurun drastis. Setiap bulan, biaya sewa untuk satu kamar kos berkisar antara Rp500-Rp750 ribu, tergantung dengan ukuran dan fasilitas kamar. Jika kamar terisi, Nur biasanya memperoleh pendapatan hingga jutaan.

"Kalau tidak ada Corona, kita bisa dapat sampai Rp5.000.000 per bulan. Sejak ada Corona, tidak ada lagi penghasilan dari kamar kos," katanya.

Baca Juga: [WANSUS] Catatan Kritis Prof Marsuki untuk Kebijakan Ekonomi Indonesia

2. Masih menanti pandemik usai

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Meski situasi cukup sulit, namun Nur mengerti keadaan. Dia tak bisa memaksakan situasi menjadi lebih baik saat ini. Kini dia hanya fokus mengurusi 4 orang buah hatinya yang setiap hari menjalani sekolah daring dari rumah. Sementara untuk penghasilan, semua tetap menjadi tanggung jawab suaminya.

Walau tak ada penghuni, Nur sesekali masih membersihkan kamar-kamar yang sudah tidak lagi dihuni. Untuk menarik penghuni kos, dia kerap membagikan lokasi kamar indekosnya di media sosial, barangkali saja ada yang berminat.

Dia juga tidak mengubah rumah indekosnya menjadi rumah tinggal. Katanya, tidak ada biaya yang cukup untuk itu. Jadi sembari menunggu pandemik usai, dia tetap berharap ada orang yang mau tinggal kembali di rumah indekosnya.

"Tidak ada uang kalau mau diubah. Jadi dibiarkan saja sambil menunggu Corona selesai. Mudah-mudahan setelah Corona ada lagi yang masuk," katanya.

Baca Juga: Jam Malam di Makassar Tidak Signifikan Turunkan Kasus COVID-19

3. Penghuni yang bertahan di kosan tidak diwajibkan membayar penuh

Ilustrasi uang (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Gita Oktaviola (27 tahun), seorang karyawan swasta juga membagikan pengalamannya tinggal di rumah indekos selama pandemik. Saat ini, Gita tetap tinggal di rumah indekos yang berlokasi di Jalan Syech Yusuf 1, Katangka, Somba Opu, Kabupaten Gowa.

Gita mengaku bersyukur karena rumah indekos tempatnya tinggal itu tidak tutup selama pandemik. Bahkan pemilik kosnya memberikan keringanan bagi penghuni kos di sana dengan memberikan potongan harga.

"Ibu kos mengerti dengan kondisi saat ini, bahkan dia tidak suruh saya membayar kos karena tahu pasti tidak ada uang, dan kalau pun ada saya bayar, mungkin 50 persen dari jumlah pembayaran, itu pun kalau ada uang tapi kalau tidak ada tidak apa-apa," kata Gita.

Selama pandemik, Gita mengaku pemilik indekos sangat berupaya menerapkan protokol kesehatan. Sebab kondisi saat ini harus memaksa semua hal menerapkan protokol kesehatan ketat, tak terkecuali di rumah indekos yang identik dengan banyak penghuni.

"Karena kamar yang tidak banyak sehingga para penghuni masih tetap menjaga jarak dan pemilik juga rutin menyewa petugas untuk melakukan pembersihan kos," kata Gita.

Baca Juga: Pencuri Laptop Nyaris Digebuk Penghuni Kosan Mahasiswa di Makassar

Berita Terkini Lainnya