TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

CPCD Unhas Bahas Benang Kusut Penanganan Terorisme di Indonesia

Mulai dari solusi, pergeseran perilaku dan kinerja BNPT

Tangkapan layar diskusi daring bertajuk "De-Radikalisasi VS Re-Radikalisasi: Mengurai Benang Kusut Penanganan Terorisme" yang diadakan oleh Puslitbang CPCD Universitas Hasanuddin pada Senin 12 April 2021. (Dok. Direktorat Komunikasi Unversitas Hasanuddin)

Makassar, IDN Times - Fenonema ekstremisme dan terorisme yang menguat belakangan ini menjadi topik diskusi daring yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Center for Peace, Conflict and Democracy (CPCD) Universitas Hasanuddin.

Bertajuk "De-Radikalisasi VS Re-Radikalisasi: Mengurai Benang Kusut Penanganan Terorisme", kegiatan ini berlangsung aplikasi Zoom pada Senin (12/4/2021) siang.

Tiga narasumber dihadirkan yakni Dwia Aries Tina Pulubuhu (Guru Besar Sosiologi Konflik Unhas, CPCD Senior Researcher, dan Rektor Unhas), Beni Sukandis (UNDP Consultant) serta Lian Gogali (Institut Mosintuwu, Sekolah Perdamaian Perempuan Poso).

1. Perlu ada ruang temu dengan cakupan lebih luas serta membangun social trust di tengah masyarakat

Petugas kepolisian berjaga di lokasi dugaan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021) (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Mendapat kesempatan pertama, Lian Gogali berbicara tentang konflik yang masih terjadi di Poso. Ia menuturkan harus ada ruang temu dengan cakupan lebih luas, ini menjadi wadah untuk mengurai prasangka sosial yang terbentuk.

"Karena, ketika hal ini tidak diurai secara mendalam akan semakin meningkatkan potensi konflik di daerah," tutur Lian dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times.

"Olehnya itu, penting untuk membangun social trust dan kolaborasi untuk membangun solidaritas dalam kehidupan masyarakat," sambungnya.

Sementara itu, Ben Sukandis menyebut bahwa ekstremisme dan terorisme masih menjadi ancaman nasional berskala menengah. Kendati demikian, pencegahan tetap harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Mulai dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polri.

Baca Juga: Kominfo Blokir 20 Ribu Konten Media Sosial yang Terindikasi Terorisme

2. Jumlah daerah berstatus "sarang teroris" ternyata meningkat pesat hanya dalam kurun waktu dua tahun terakhir

Ilustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Beni, BNPT punya peran besar dalam menyusun dan menetapkan kebijakan strategis untuk penanggulangan terorisme. Salah satunya, upaya deradikalisasi yang sudah berlangsung sejak tahun 2012.

"Strategi ini ditujukan pada kelompok inti dan militan terorisme dengan melaksanakan kegiatan seperti penangkalan, rehabilitasi hingga reduksi," papar pria yang juga dikenal sebagai peneliti intelijen dan keamanan tersebut di hadapan sekitar 150 peserta.

Di sesi penutup, Dwia menjelaskan pentingnya partisipasi komunitas dalam penanganan terorisme. Ia menjabarkan bahwa jumlah daerah berpredikat sarang teroris meningkat pesat, dari hanya 10 provinsi pada 2019 menjadi 19 provinsi pada 2021.

"Penyebab terjadinya terorisme dipengaruhi oleh lingkungan, agama, ekonomi, sosial, politik dan hukum," ungkapnya.

Baca Juga: Mengurai Benang Kusut Terorisme dan Kekerasan Bersama KontraS Sulawesi

Berita Terkini Lainnya