TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Citizen Journalist: Antara Kecepatan, Hoaks, dan Agen Perdamaian

"Cover all sides" jadi hal utama dalam menyebar damai

Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis, saat memberi kuliah umum yang menjadi bagian dari acara Mondial Fest 2019 di Auditorium Aksa Mahmud, Universitas Bosowa, pada Senin (23/12). (Indra Abriyanto untuk IDN Times)

Makassar, IDN Times - Dalam kuliah umum Mondial Fest 2019 bertajuk "Pranala Damai: Membangun Narasi Kemanusiaan melalui Media Milenial", Uni Lubis selaku Editor-in-Chief IDN Times turut berkomentar atas tumbuh suburnya citizen journalism alias jurnalisme warga.

"Dengan jumlah media di Indonesia yang mencapai ratusan ribu, kini semua mengalami tsunami informasi," ujar Uni Lubis saat berbicara di hadapan puluhan mahasiswa yang hadir di Auditorium Aksa Mahmud, Gedung 2 Universitas Bosowa, pada Senin (23/12) sore.

1. Internet kini menjadi salah satu produsen hoaks dan misinformasi terbesar

Masyarakat turut mendukung pemberantasan hoaks di Stop Hoax Festival - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Ia menjelaskan bahwa dahulu, informasi hanya berasal dari media surat kabar dan televisi, kini informasi bisa diproduksi oleh semua orang. Medium penyebaran informasi tak melalui koran dan layar kaca saja, ada media sosial yang kini berperan penting.

Akan tetapi, timbul masalah lain yakni menjamurnya berita palsu atau hoaks hingga misinformasi. Dua hal tersebut, kata dia, menjadi sumber ancaman untuk perdamaian, kemanusiaan, dan persatuan. 

Untuk membendung hoaks serta misinformasi, semua harus selalu mengedepankan fakta dan kode etik jurnalistik. "Mulai dari disiplin verifikasi demi membendung hoaks, menjelaskan konteks sebuah berita serta investigasi," lanjutnya.

Baca Juga: Mondial Fest 2019: Tumbuhkan Narasi Kemanusiaan lewat Media Millennial

2. Kode etik jurnalistik tetap harus ditaati oleh pelaku jurnalisme warga

Dokumen Pribadi

Di hadapan para peserta kuliah umum, Uni Lubis menjabarkan beberapa poin penting yang wajib ditaati para pelaku jurnalisme warga. Mulai dari disiplin verifikasi, cek dan ricek fakta perihal sebuah peristiwa hingga berkali-kali, ditambah independensi. Namun yang terpenting yakni usaha mengabarkan fakta kepada khalayak umum.

Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) periode 2018-2021 tersebut turut membagi pengalamannya. Salah satunya yakni publikasi transkrip percakapan telepon yang diduga Presiden B.J. Habibie dan Jaksa Agung Andi M. Ghalib pada 1999.

"Saat menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, kami memutuskan tetap menerbitkan transkrip tersebut. Ini sekaligus memberi tahu masyarakat perihal komitmen pemerintahan reformasi menegakkan keadilan," ujarnya.

Baca Juga: Mondial Fest 2019, Menanam Bibit Perdamaian Mulai dari Kampus

Berita Terkini Lainnya