Pengamat Politik Unhas: Larangan Poligami Sensitif di Tahun Politik
Menanggapi larangan poligami Partai Solidaritas Indonesia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Pengamat politik dari Program Studi Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Endang Sari, menilai mundurnya Caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bone karena menolak larangan poligami yang dilontarkan Ketua Umum PSI Grace Natalie, adalah isu penting yang patut diperhatikan pengurus PSI jelang Pilpres 2019.
Meskipun hanya berlaku di internal PSI saja, lanjut Endang, larangan berpoligami harusnya tidak keluar ke khalayak menjadi bola liar yang akhirnya dimanfaatkan lawan-lawan politiknya.
Baca Juga: Tidak Setuju Poligami Dilarang, Caleg PSI Bone Mundur dari Pencalonan
1. Poligami hak individu kaum pria yang harus dihargai
Menurut Endang, meskipun sebagai perempuan dirinya menolak dipoligami, seharusnya petinggi PSI memikirkan bahwa poligami adalah hak individu setiap pria yang harus dihargai. Apalagi hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam yang mayoritas dianut warga Indonesia dan bukan pelanggaran hukum.
“Terlalu jauh partai mengurusi hak pribadi orang lain, apalagi saat ini kader-kader partai masih susah mengidentikkan diri dengan partainya. Partai ideolog saat ini susah ditemukan seperti partai-partai di era Orde Lama,” terang Endang.