TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ternyata Ini Penyebab Utama Banjir Besar di Sulsel, Januari Lalu

Sebanyak 68 orang tewas dalam bencana banjir itu

IDN Times / Aan Pranata

Makassar, IDN Times - Kerusakan lingkungan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) menjadi salah satu penyebab utama banjir besar di beberapa wilayah Sulawesi Selatan pada 22 Januari 2019. Hal itu terungkap melalui hasil analisis Tim Kajian Banjir Sulsel yang dibentuk Gubernur Sulsel,  beberapa waktu lalu.

Banjir dan longsor melanda sebelas kabupaten dan kota di Sulsel, menelan 68 korban jiwa, dan sebanyak 5.800 lebih warga terdampak. Kondisi terparah terjadi di Kabupaten Gowa, Jeneponto, Takalar, Maros, dan Kota Makassar.

Ketua Tim Kajian Banjir Sulsel Syamsu Rijal mengatakan, banjir saat itu terjadi di tengah cuaca ekstrem dengan curah hujan tinggi. Selain itu terjadi kenaikan permukaan air laut pada masa pasang tertinggi.

“Penyebab utama banjir adalah alih fungsi lahan dan deforestasi khususnya di hulu dan tengah DAS yang kritis. Selain itu terjadi terjadi pendangkalan sungai, serta sistem drainase dan tampungan air yang tidak memadai,” kata Rijal melalui siaran pers yang diterima di Makassar, Rabu (20/3).

Baca Juga: WALHI: Banjir di Sulsel Potret Buruk Tata Kelola Lingkungan

Baca Juga: Banjir Sulsel- Gubernur Pimpin Penanganan Banjir di Daerahnya

1. Tutupan hutan di sekitar DAS cenderung berkurang

IDN Times / Aan Pranata

Tim Kajian Banjir mengumpulkan data perubahan tutupan hutan serta deforestasi di kawasan DAS, antara tahun 1990 hingga 2017. Dari lima kawasan DAS, rata-rata mengalami penurunan luas hutan.

Di kawasan DAS Jeneberang, misalnya, antara tahun 1990-2010 tercatat tutupan hutan seluas 11.626 hektare. Jumlahnya berkurang menjadi 11.568 hektare pada tujuh tahun kemudian. Demikian pula pada kawasan DAS Kelara, Maros, dan Tallo. Sedangkan Pamukkulu satu-satunya DAS yang tidak berubah, dengan luas tutupan hutan 1.673 hektare.

Baca Juga: [UPDATE] Banjir Sulsel, 3.430 Warga Mengungsi dan 5.825 Terdampak

2. Curah hujan sangat ekstrem pada hari H

Basarnas Makassar

Kajian itu juga menunjukkan curah hujan sangat tinggi saat terjadi banjir di Sulsel. Pada beberapa stasiun penakar curah hujan, kedalaman melebihi 300 milimeter, yang berarti sangat ekstrem.

Tingginya curah hujan tak tertampung bendungan. Di Waduk Bili-bili, air sempat mendekati elevasi maksimal pada +103 meter, yang juga merupakan batas status awas. Saat itu, diharuskan membuka pintu air sehingga daerah sekitarnya terendam banjir. 

Baca Juga: [UPDATE] 68 Orang Meninggal Dunia Akibat Banjir di Sulsel 

3. Pemerintah diusulkan menambah bangunan konservasi di hulu dan tengah DAS

IDN Times / Istimewa

Tim Kajian Banjir mengusulkan sejumlah langkah adaptasi dan mitigasi kepada Pemerintah Provinsi, agar bencana tidak terulang. Pada kawasan hulu dan hilir, antara lain direkomendasikan penambahan bangunan konservasi berupa embung dan sabo Dam.

Pemerintah diharapkan mendorong masyarakat agar mendukung kesesuaian antara penggunaan lahan dengan penutupan lahan hutan. Di sepanjang aliran sungai yang rawan longsor, agar diisi dengan tanaman konservasi.

“Serta mendorong aktivitas pertanian dan perkebunan masyarakat dalam mengelola kawasan mereka yang mendukung optimalnya tutupan hutan,” kata Rijal, dosen Kehutanan Universitas Hasanuddin.

Berita Terkini Lainnya