WALHI: Banjir di Sulsel Potret Buruk Tata Kelola Lingkungan

Pemerintah diminta jadikan bencana sebagai bahan evaluasi

Makassar, IDN Times - Organisasi lingkungan hidup independen, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan menyoroti banjir yang melanda sebagian wilayah provins dua hari terakhiri. Akibat banjir, ribuan rumah terendam dan warga mengungsi.

Menurut pemantauan tim Desk Disaster WALHI Sulsel, banjir dan longsor menerjang sembilan daerah sejak Senin (21/1) malam hingga Rabu (23/1). Antara lain Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Maros, Pangkep, Barru, Wajo dan Soppeng. Banjir yang terparah terjadi di Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Jeneponto dan Maros. 

Di Kabupaten Gowa, ketinggian air di Waduk Bili-bili hampir sampai pada ambang batas yakni 103 meter, sehingga pintu air harus dibuka. Akibatnya Sungai Jeneberang meluap dan merembes masuk ke pemukiman warga di sekitarnya.

“Sejauh ini yang paling parah terkena dampak banjir dan tanah longsor adalah Kabupaten Gowa. Informasi yang kami terima dari berbagai sumber, ada tujuh orang korban meninggal dunia, sekitar sembilan kecamatan terendam banjir dan yang terparah di Kecamatan Pallangga, hampir sebagian besar rumah warga terendam banjir,” kata Muhammad Akram Sulaiman, Kepala Unit Desk Disaster WALHI Sulsel di Makassar, Rabu (23/1).

1. WALHI kritik manajemen kawasan daerah aliran sungai

WALHI: Banjir di Sulsel Potret Buruk Tata Kelola LingkunganIDN Times / Aan Pranata

Akram menilai, bencana banjir di sebagian daerah Sulsel merupakan potret buruk manajemen dan tata kelola lingkungan di kawasan daerah aliran sungai (DAS). Itu diperparah dengan buruknya drainase perkotaan, serta semakin berkurangnya daerah resapan air.

Menurutnya, pengelolaan sumber daya alam di daerah hulu dan hilir selama ini cenderung buruk. Di daerah dataran tinggi, misalnya, banyak alih fungsi hutan sehingga erosi dan sedimentasi meningkat. Selain itu, di sepanjang DAS Jeneberang juga banyak tambang pasir dan batu yang mengakibatkan sedimentasi meningkat, sehingga sungai mendangkal.

“Laju air dari dataran tinggi semakin cepat bercampur material. Ini kemudian akhirnya sampai di dataran rendah, kawasan perkotaan yang kekurangan daerah resapan dan sistem drainase yang buruk,” kata Akram.

Baca Juga: Gubernur Sulsel Pimpin Penanganan Banjir di Daerahnya

2. Pemerintah Provinsi diminta belajar dari bencana

WALHI: Banjir di Sulsel Potret Buruk Tata Kelola LingkunganIDN Times / Aan Pranata

WALHI Sulsel meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan agar belajar dari bencana banjir dan longsor yang terjadi saat ini. Bencana, kata Akram, harus jadi bahan evaluasi dalam tata kelola sumber daya alam dan perlindungan lingkungan hidup dari hulu ke hilir.

Bencana banjir dan tanah longsor menimbulkan kerugian ekonomi dan jatuh korban jiwa hampir setiap tahun. Sehingga Pemprov perlu langkah antisipatif dengan melakukan upaya-upaya serius dalam meminimalisir risiko bencana.

“Pemprov Sulsel harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dari hulu ke hilir dengan menghentikan segala bentuk kegiatan yang merusak lingkungan, serta pemulihan daerah resapan air dan daerah aliran sungai.” kata Akram.

3. Tanaman padi ikut terdampak banjir

WALHI: Banjir di Sulsel Potret Buruk Tata Kelola LingkunganANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Banjir di sebagian wilayah Sulsel tidak hanya menenggelamkan permukiman warga dan jalan raya. Luapan air juga menggenangi tanaman padi milik warga di daerah terdampak.

Di Kabupaten Maros, misalnya, sawah terdampak diperkirakan seluas 1.528 hektar, dengan umur tanaman bervariasi antara 1-7 minggu. Adapun di Gowa, data sementara, total 5.460 hektar sawah terendam dan berpotensi lebih luas.

"Semoga air cepat surut dan tidak lebih dari empat hari, sehingga tidak terjadi puso," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, Fitriani.

Baca Juga: Tagana Dikerahkan Bantu Korban Banjir di Tujuh Daerah Sulsel

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya