TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jemaah Umrah Terlantar, Istri Bos ABU Tours Menuntut Bebas

Dia terancam hukuman 20 tahun penjara

IDN Times Sulsel/Didit Hariyadi

Makassar, IDN Times - Nursyariah Mansyur, istri Hamzah Mamba, bos perusahaan travel umrah ABU Tours, meminta hakim Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, membebaskannya dari tuntutan hukum. Komisaris ABU Tours itu merupakan salah satu terdakwa dalam kasus dugaan penggelapan dan pencucian uang jemaah umrah.

Nursyariah satu dari tiga terdakwa kasus ABU Tours yang menanti nasib di PN Makassar. Dua lainnya adalah komisaris bernama Chaeruddin dan mantan direktur keuangan, Muhammad Kasim. Sedangkan Hamzah Mamba sebagai terdakwa utama divonis hukuman 20 tahun penjara plus denda Rp500 juta. 

“Terdakwa harus lepas dari hukum. Dasarnya apa, sebab yang dilaporkan adalah ABU Tours, bukan pihak-pihak pribadi atau para terdakwa,” kata Hendro Sariyanto, kuasa hukum Nursyariah, di sela sidang penyampaian pledoi di PN Makassar, Rabu (13/2).

Baca Juga: Kerugian Jemaah ABU Tours Ditutupi dengan Aset Perusahaan 

1. Kuasa hukum menilai terjadi error in persona

IDN Times Sulsel/Didit Hariyadi

Hendro menilai penanganan perkara hukum ABU Tours sudah salah sejak awal. Korban, dalam ini jemaah umrah yang gagal ke Tanah Suci, melaporkan perusahaan ABU Tours kepada Kepolisian. Namun yang jadi tersangka justru sekelompok orang di dalam perusahaan.

Menurut Hendro, orang-orang ABU Tours bisa dijerat jika korporasi telah lebih dulu dikenai hukum pidana. Sedangkan pada kenyataannya, hingga kini ABU Tours sebagai korporasi belum dilimpahkan ke pengadilan. Kondisi ini dianggap berbeda dengan kasus First Travel, karena sejak awal orang pribadi memang jadi pihak terlapor. 

“Di dalam hukum, ini namanya error in persona, maka para terdakwa harus lepas dari tuntutan hukum,” ujar Hendro.

2. Kerugian jemaah seharusnya dilaporkan secara perdata

IDN Times / Aan Pranata

Jaksa menuntut para terdakwa dalam kasus ABU Tours menggelapkan uang setoran 96 ribu jemaah umrah, senilai Rp1,2 triliun. Terdakwa dianggap menyelewengkan uang tersebut untuk keperluan pribadi sehingga jemaah terlantar.

Hendro mengatakan, kasus ini tidak tepat digolongkan kasus pidana. Sebab antara perusahaan ABU Tours dengan agen serta jemaah terjadi transaksi jual beli paket umrah. Saat perusahaan tidak bisa memberangkatkan, terjadi wanprestasi yang bisa diproses secara perdata.

“Masalah itu tergolong utang piutang, bisa masuk ke gugatan perdata, masuk ke PKPU, bisa dimasukkan agar perusahan pailit,” kata Hendro.

Lebih lanjut, dia juga menyatakan uang Rp1,2 triliun tidak bisa disebut uang titipan jemaah, melainkan terjadi transaksi jual beli. Sehingga tidak tepat jika perkara digolongkan sebagai penggelapan uang jemaah.

“Kalau pun harus dipaksakan menjadi kasus pidana, seharusnya terdakwa dijerat karena menggelapkan uang perusahaan. Bukan uang jemaah,” Hendro menambahkan.

Baca Juga: Kemenag Minta Uang Setoran Jemaah ABU Tours Dikembalikan

Berita Terkini Lainnya