Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

M Jusuf dan Andi Makkasau Bertahun Menunggu Gelar Pahlawan Nasional

Kolase Berbagai Sumber

Makassar, IDN Times - Kapan terakhir kali tokoh perjuangan asal Sulawesi Selatan (Sulsel) dianugerahi gelar Pahlawan Nasional? Jawabannya, tahun 2006. Mereka adalah Opu Daeng Risadju, Pajonga Daeng Ngalle dan Andi Sultan Daeng Radja. Setelahnya, Sulsel lebih dari satu dekade tanpa Pahlawan Nasional yang baru.

Namun, bukan berarti usaha menambah daftarnya turut berhenti. Ada dua figur yang sudah diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel, Jenderal (Purn.) M. Jusuf dan Andi Makkasau Parenrengi Lawawo.

"Keduanya sudah diusulkan. Tinggal menunggu penyerahan SK-nya. (Pemberian gelar Pahlawan Nasional) diumumkan nanti pada Hari Pahlawan (10 November) mendatang. Biasanya bulan Agustus tapi karena pandemi jadi tidak bisa mengundang banyak orang," ungkap Sekretaris Dinas Sosial Sulsel, Andi Fitri, saat dihubungi IDN Times pada Minggu (9/8/2020).

Tentu saja ini kabar baik, mengingat keduanya sudah cukup lama masuk dalam daftar calon Pahlawan Nasional. Andi Makkasau bahkan pertama kali diusulkan pada tahun 2010.

1. Jenderal (Purn.) M. Jusuf, sosok penting di dua rezim pemerintahan berbeda

Repro. Buku "30 Tahun Indonesia Merdeka: 1965-1973 (Jilid 3)" (Sekretariat Negara, 1981)

Jenderal (Purn.) M. Jusuf, lahir dengan nama lengkap Andi Muhammad Jusuf Amir di Kajuara, Bone, Sulawesi Selatan, pada 23 Juni 1928. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, M. Jusuf bersama pejuang asal Sulawesi lain ikut menyeberang ke Jawa membantu perjuangan kelompok Republikan. Dari sinilah karier militernya terus menanjak.

Tak hanya ambil bagian dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, M. Jusuf sempat menjadi ajudan dua sosok penting selama masa Revolusi Nasional. Mulai dari Letkol Kahar Muzakkar (sebelum membelot jadi bagian dari DI/TII) dan Kolonel Alex Kawilarang yang terlibat dalam gerakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) pada 1958-1961.

Dalam buku Jenderal M. Jusuf: Panglima Para Prajurit (Atmadji Sumarkidjo, Kata Hasta Pustaka, 2006), dijelaskan bahwa M. Jusuf menjadi sosok penting di dua rezim. Pada masa pemerintahan Sukarno, ia memimpin sejumlah operasi militer penting, menjadi Panglima KODAM XIV/Hasanuddin (1959) kemudian menempati pos Menteri Perindustrian (1964).

Sedangkan pada Orde Baru pimpinan Suharto, dirinya masih dipercaya The Smiling General menjabat sebagai Menteri Perindustrian di dua masa kabinet awal (1968-1978). Setelahnya, M. Jusuf didapuk sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) sekaligus Panglima ABRI (1978-1983) kemudian Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (1983-1993).

M. Jusuf meninggal pada 8 September 2004 di Kota Makassar, pada umur 76 tahun, akibat menyakit gagal ginjal.

2. Andi Makkasau Parenrengi, bangsawan Republikan yang gugur di tangan Westerling

Repro. Buku "Andi Makkasau: Menakar Harga 40.000 Jiwa" (Penerbit Ombak, 2010)

Sementara Andi Makkasau Parenrengi Lawawo adalah figur nasionalis paling disegani di wilayah Ajatappareng (Parepare, Pinrang, Sidrap, Barru dan Enrekang). Ia lahir di Desa Cempaga, Sinjai, pada Maret 1898. Tumbuh di lingkungan istana Datu' Suppa di Pinrang, sang ayah yakni Parenrengi Daeng Pabeso Karaengta Tinggimae memberinya banyak pandangan perihal anti-kolonialisme.

Usai dinobatkan sebagai Datu' Suppa ke-24 pada tahun 1926, ia memanfaatkan jabatan tertinggi di Kerajaan Suppa untuk mendukung perlawanan pada Hindia-Belanda. Baik di bawah tanah atau bahkan terang-terangan. Lama-lama aktivitasnya membuat Batavia jengah. Andi Makkasau lalu dicopot paksa oleh pemerintah kolonial pada 1938, lalu diganti oleh Andi Abdullah Bau Massepe.

Lengser dari tampuk pemerintahan lokal membuatnya leluasa dengungkan semangat mengusir penjajah. Dalam buku Andi Makkasau: Menakar Harga 40.000 Jiwa (Sabriah Hasan, Penerbit Ombak, 2010), ia aktif dalam sejumlah organisasi pergerakan nasional dan membidani terbentuknya Sumbar Darah Rakyat (SUDARA) pada 1944 dan Penunjang Republik Indonesia (PRI) pada 28 Agustus 1945.

Andi Makkasau ikut ambil bagian dalam Deklarasi Jongaya 15 Oktober 1945, di mana raja-raja kerajaan seantero Sulsel menyatakan sumpah setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Status bangsawan Republikan membawanya memimpin gerilya pejuang Sulsel saat NICA-Belanda kembali ke Indonesia.

Ia gugur pada 28 Januari 1947 di umur 50 tahun, sebagai korban operasi militer brutal pimpinan Kapten Raymond Westerling. Jasadnya ditemukan oleh warga pesisir Marabombang, Sinjai, pada 30 Januari, dalam keadaan tubuh terikat dan luka lebam di sekujur tubuh.

3. Apa saja syarat agar seorang tokoh pejuang bisa digelari Pahlawan Nasional?

Presiden Joko Widodo (kanan) menyerahkan plakat anugerah gelar pahlawan nasional kepada ahli waris tokoh asal Sulawesi Tenggara Sultan Himayatuddin, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi (kiri) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/11/2019). Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh, yaitu anggota BPUPKI/PPKI Abdul Kahar Mudzakkir, Alexander Andries Maramis dan KH Masykur, tokoh jurnalisme dan pendidikan asal Sumatera Barat Ruhana Kudus, Sultan Himayatuddin asal Sulawesi T

Tokoh pejuang sudah diusulkan, namun apa saja yang harus dipenuhi agar menjadi Pahlawan Nasional? Syarat-syaratnya sudah diatur dalam UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

Syarat umumnya antara lain :

  • WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI.
  • Memiliki integritas moral dan keteladanan.
  • Berjasa terhadap bangsa dan negara.
  • Berkelakuan baik.
  • Setia dan tidak menghianati bangsa dan negara.
  • Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Sedangkan syarat khusus yakni :

  • Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
  • Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan.
  • Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya.
  • Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara.
  • Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas-atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
  • Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi dan/atau melakukan perjuangan, yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

4. Baik Jenderal (Purn.) M. Jusuf dan Andi Makkasau Parenrengi disebut sudah layak mendapat gelar Pahlawan Nasional

Presiden Joko Widodo (paling kiri) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kedua dari kiri) bersama sejumlah menteri Kabinet Kerja melihat potret K.H. Masjkur setelah upacara pemberian gelar pada enam sosok Pahlawan Nasional baru Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/11/2019). (Dok. Setpres Biro Pers Kepresidenan)

Dr. Bahri M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Makassar, menyebut kedua tokoh tersebut sudah sangat layak mendapat gelar Pahlawan Nasional. Rekam jejak keduanya dalam masa pergerakan dan Revolusi Nasional terekam baik dalam lembar sejarah.

"Di masa kemerdekaan, Jenderal Jusuf memberi sumbangsih cukup besar. Beliau pernah menjabat sebagai Menhankam, Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta Panglima ABRI. Beliau pula yang diamanahkan memimpin penumpasan Gerakan DI/TII di Sulsel pada tahun 1965," ungkapnya saat dihubungi pada Minggu (9/8/2020) sore.

Saat Jenderal M. Jusuf menjadi sosok militer penting, utamanya sepanjang dekade 1950-an dan 1960-an, Andi Makkasau punya peran sentral sebagai tokoh penggerak penting sebelum dan setelah Indonesia merdeka. Termasuk pula Deklarasi Jongaya dan saat memimpin gerilya.

"Andi Makkasau merupakan pelopor badan penunjang pergerakan kemerdekaan nasional dan aktif di beberapa organisasi. Misalnya Partai Syarikat Islam (PSI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI). Dua organisasi ini merupakan perintis dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia," jelas Bahri.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
Ach. Hidayat Alsair
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us