5 Sebab Sebagian Orang Takut Kaya, Hambatan untuk Berkembang?

- Takut gak bisa mempertanggungjawabkan harta di akhirat
- Gak mau harta mengubah sifatnya menjadi negatif
- Waswas menjadi target kejahatan
Orang yang hidup dalam keterbatasan ekonomi khawatir selamanya mereka akan susah. Mereka takut mewariskan kemiskinan pada anak dan cucunya. Sekaligus kadang mereka tidak tahu cara untuk memutus rantai kemiskinan dalam keluarganya.
Demikian pula orang-orang yang hasil kerja kerasnya mulai terasa khawatir seandainya tiba-tiba miskin kembali. Kecemasan seperti di atas wajar dirasakan sebab ketiadaan harta yang cukup memang bikin manusia hidup sengsara. Akan tetapi, bukan berarti semua orang betul-betul ingin kaya raya.
Kaya juga bisa terasa menakutkan bagi sebagian orang. Mereka bukannya menutup mata pada kehidupan yang bakal lebih nyaman jika ada lebih banyak uang. Namun, bayangan harta berlimpah dapat memicu ketakutan sebagai berikut.
1. Takut gak bisa mempertanggungjawabkan harta di akhirat

Alasan ini bisa muncul saat seseorang sedang belajar memperdalam ilmu agama. Memang harta tidak dibawa ke alam kubur atau kehidupan setelah kematian. Akan tetapi, pertanggungjawabannya panjang. Ketakutan timbul kalau-kalau selama harta di tangan malah gak digunakan dengan bijak.
Bukan cuma soal pemborosan, melainkan boleh jadi tak sedikit harta yang dibelanjakan di jalan keburukan. Beberapa orang merasa lebih aman dan ringan bagi mereka bila tak punya banyak harta. Mereka berharap bisa lebih mudah mempertanggungjawabkan sedikit harta yang dipunyai.
Dengan harta sekadarnya saja paling cuma cukup buat kebutuhan sehari-hari. Orang membayangkan laporan pertanggungjawabannya di hari akhir menjadi jauh lebih singkat. Orang-orang yang berpendapat begini gak bisa dipaksa untuk melihat kekayaan dari perspektif lain. Kecemasan mereka berkurang hanya jika ada pendekatan keagamaan pula yang mempertegas bahwa menjadi kaya tidak untuk ditakuti.
2. Gak mau harta mengubah sifatnya menjadi negatif

Manusia dengan banyak uang memang gampang tergoda untuk melakukan hal-hal yang tadinya gak bisa dilakukannya. Sebagai contoh, seorang pria dengan uang pas-pasan tak sempat terpikirkan untuk bersenang-senang bersama perempuan selain pasangannya. Tapi setelah ia kaya, sifatnya yang setia mulai berubah menjadi suka bertualang asmara.
Atau, dulu dia gak pernah pamer sebab memang tidak punya sesuatu yang berharga buat dipamerkan. Akan tetapi, kini ia memiliki segalanya sehingga keinginan pamer menguat. Semua itu memang bisa terjadi.
Tapi hal tersebut juga kembali ke masing-masing orang. Ada juga kok, orang yang tambah kaya malah tambah positif pula sifatnya. Ini dapat terjadi lantaran dia penuh syukur dan tidak melupakan masa lalunya yang kesusahan.
3. Waswas menjadi target kejahatan

Penjahat yang mengincar harta tentu ingin memburu orang kaya biar hasilnya lebih besar. Maka risiko keselamatan meningkat seiring perbaikan ekonomi. Namun, kurang tepat pula kalau kekayaan kemudian dihindari. Meski peluang menjadi sasaran kejahatan bertambah, kemampuan mengamankan diri serta kekayaannya juga meningkat.
Orang kaya tahu cara yang lebih aman untuk menjaga hartanya. Bahkan rumahnya pun memiliki sistem keamanan yang lebih tinggi daripada kebanyakan hunian. Sebaliknya, ketiadaan harta yang melimpah tidak menjamin seseorang bakal terbebas dari ancaman kejahatan.
Contohnya, orang yang punya emas berkilo-kilo dan disimpan di tempat yang tepat jauh lebih aman daripada orang yang berjalan hanya memakai perhiasan beberapa gram tapi dijambret. Penjahat tentu suka seandainya memperoleh hasil lebih besar. Tapi mereka juga tahu bahwa membobol kekayaan konglomerat bukan hal mudah.
4. Belum siap urusan dan tanggung jawab bertambah

Kekayaan tidak datang tiba-tiba. Untuk menaikkan kelas ekonomi, manusia harus bekerja keras dan cerdas. Sampai di situ saja, urusan-urusannya otomatis bertambah. Lain dengan apabila seseorang pasrah dengan keadaannya.
Urusannya tetap sekalipun itu artinya kelas ekonominya juga gak mengalami peningkatan. Bahkan boleh jadi secara ekonomi ia justru mengalami penurunan seiring naiknya biaya hidup. Sementara itu, orang yang memperjuangkan kenaikan kelas ekonominya bakal makin sibuk dari waktu ke waktu.
Bahkan setelah dia kaya raya, tanggung jawabnya tambah besar. Beberapa orang mungkin hanya sampai di tingkat ingin kaya, tapi belum siap dengan peningkatan kesibukan serta tanggung jawab. Bahkan ketakutan akan kedua hal tersebut dapat membuat mereka mundur. Pikir mereka, mending gak kaya daripada hidup lebih ribet.
5. Gak mau memanjakan anak dengan kekayaan

Banyak orang termotivasi untuk meningkatkan kekayaan karena ingat anak. Mereka ingin anak hidup sejahtera, dapat meraih cita-citanya yang tinggi, dan kelak tak mengulang kesusahan finansial seperti kedua orangtuanya. Mereka yakin bahwa anak lebih baik hidup dalam kelimpahan materi daripada kekurangan.
Namun, ada pula orangtua yang malah cemas kalau-kalau kekayaan bikin mereka lalai dalam mendidik anak. Seakan-akan banyak uang selalu cukup buat membesarkan anak. Padahal, sikap memanjakan anak dengan materi justru bisa menjadi petaka dalam kehidupan mereka.
Akan tetapi, baik atau buruknya efek kekayaan terhadap anak tentu bergantung pada cara orangtua dalam mendidiknya. Tidak semua orangtua kaya memanjakan anak dengan uang. Sebaliknya, orangtua dengan perekonomian pas-pasan kadang juga menuruti saja permintaan anak yang tak realistis.
Setiap orang berhak memiliki pendapat pribadi mengenai kekayaan. Namun, karena kamu masih muda sebaiknya gak usah terlalu takut menjadi kaya. Kekayaan jika berada di tangan orang yang tepat tidak akan mendatangkan keburukan. Malah harta itu memberikan kebaikan juga bagi banyak orang di sekitarnya.