TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[KLASIK] Mengenang "Togo Connection" ala PSM Makassar di Ligina 2007

Hanya dua pemain yang diperpanjang kontraknya

Pemain PSM Makassar, Ouadja Sakibou (kiri) berlari bersama rekannya Ali Khadafi (kanan) saat bertanding dengan Permin Minahasa, dalam lanjutan Liga Indonesia 2007 di Stadion Mattoanging Makassar, Minggu (23/12/2007). (ANTARA FOTO/Yusran Uccang)

Makassar, IDN Times - Pada Piala Dunia 2006 di Jerman, negara kecil di Afrika Barat bernama Togo mengirim tim nasionalnya. Mereka lolos meyakinkan dengan status pemuncak klasemen Grup 1 babak kualifikasi Zona Afrika.

Sayang, kiprah sang debutan berakhir di fase penyisihan awal. Tergabung bersama Swiss, Prancis dan Korea Selatan di Grup G, mereka finis sebagai juru kunci. Namun, kisah Togo di musim panas 2006 melambungkan reputasi sepak bola mereka.

Kisah berlanjut dari Jerman ke Indonesia, saat PSM Makassar merekrut total empat pemain asal negeri berpenduduk hampir 8 juta jiwa tersebut. Media-media menjuluki mereka sebagai "Togo Connection" meski tak datang sekaligus. Sayang, mereka gagal membawa Juku Eja melaju ke Babak 8 Besar.

Berikut IDN Times coba mengenangkan kembali kiprah kuartet Togo di Ligina XIII musim 2007.

Baca Juga: [KLASIK] 5 Pemain Asal Australia yang Pernah Membela PSM Makassar

1. Ali Khadafi

Kolase foto mendiang Ali Khadafi selama memperkuat PSM Makassar pada tahun 2007 hingga 2009. (Skyrock.com - Facebook.com)

Berstatus sebagai pemain timnas U-23 Togo, manajemen PSM tak berpikir dua kali untuk merekrutnya. Dalam waktu singkat, Ali Khadafi jadi andalan pelatih Syamsuddin Umar dan Radoy Minkovski, pelatih kepala yang masuk di putaran kedua.

Berposisi sebagai gelandang jangkar, Ali bertugas mengatur tempo dan menyuplai bola. Umpan-umpan memanjakan kirimannya jadi salah satu kunci ketajaman duo penyerang Aldo Barreto - Ahmad Amiruddin. Ia pun dikenal sebagai dirigen serangan yang tenang dan jarang emosi akibat provokasi pemain lawan.

Gagal mengantar PSM ke Babak 8 Besar, manajemen tetap mempertahankan si kurus kelahiran Lomé, 7 Juli 1984, tersebut untuk helatan Liga Super Indonesia (LSI) 2008/09. Dua musim dalam balutan seragam merah marun, ia tampil sebanyak 56 kali.

Hengkang jelang LSI (2009/10), ia kemudian malang melintang di sejumlah klub Indonesia. Seperti Bontang FC (2009-11), PSPS Pekanbaru (2011-12), Sriwijaya FC (2012-13), Madura United (2013) dan Perseru Serui (2014).

Sempat "menghilang", kabar duka menghampiri. Ali Khadafi mengembuskan napas terakhir pada 19 Oktober 2015, di usia 31 tahun, akibat penyakit pada organ paru-paru.

Baca Juga: [KLASIK] Marwan Sayedeh, Idola Suporter PSM di Musim 2010/11

2. Nomo Teh Marco

Potret foto Nomo Teh Marco dan kaos bernomor punggung 4 yang ia pakai selama memperkuat PSM Makassar. (Dok. Istimewa)

Direkrut pada Januari 2007, Nomo Teh Marco berhasil lolos seleksi pemain bersama Ali Khaddafi. Berposisi sebagai stopper, pemain kelahiran 25 April 1985 itu diplot sebagai pendamping palang pintu Handi Hamzah. Nomo menjadi pilihan utama Syamsuddin Umar di lini belakang. Postur tingginya (1,86 meter) pun berguna dalam duel bola-bola udara.

Putaran pertama Ligina XIII ia lalui dengan baik. PSM jadi juara paruh musim. Duet Nomo - Handi pun kokoh bukan main. Mereka tak kebobolan dalam sembilan pertandingan. Gawang Syamsidar pun cuma bobol 13 kali dari 17 laga.

Sayang, emosinya meledak-ledak dan kerap bersitegang dengan pemain lawan. Sikap temperamen membawa ketidakstabilan. PSM yang sempat menjadi pemuncak klasemen, terlempar dari persaingan. Kartu kuning kerap dihadiahkan wasit pada Nomo, membuatnya sering absen. Namanya bahkan masuk dalam daftar pemain bermasalah yang dirilis PSSI jelang LSI 2008/09.

Tak ayal, banyak yang menudingnya sebagai biang keladi kegagalan PSM ke Babak 8 Besar. Di akhir musim 2007, kontrak Nomo tak diperpanjang. Setelah didepak, ia menguji peruntungan di kasta teratas Hungaria bersama klub Diósgyőri VTK.

Nomo masih aktif bermain sepak bola. Di usia 35 tahun, ia tercatat sebagai pemain klub amatir Prancis bernama L'Ernéenne.

3. Ouadja Lantame Sakibou

Pemain PSM Makassar, Ouadja Sakibou (kiri) berlari bersama rekannya Ali Khadafi (kanan) saat bertanding dengan Permin Minahasa, dalam lanjutan Liga Indonesia 2007 di Stadion Mattoanging Makassar, Minggu (23/12/2007). (ANTARA FOTO/Yusran Uccang)

Melihat Ali Khadafi dan Nomo Teh Marco moncer di putaran pertama, manajemen PSM kembali merekrut dua pemain Togo jelang putaran kedua. Salah satunya adalah Ouadja Lantame Sakibou yang berposisi sebagai palang pintu.

Sosok berpostur 1,85 meter ini pernah malang melintang di Swiss, Tiongkok, Qatar, Polandia dan Tunisia. Ouadja bahkan sempat memperkuat dua klub besar Eropa, yakni FC Servette (1997-2000, 2000-2001) serta Wisla Kraków (2003-2004).

Pemain kelahiran Lomé, 28 Agustus 1977, ini bahkan jadi bagian dari Timnas Togo di fase kualifikasi Piala Dunia 2006.

Meski sempat terlambat datang akibat urusan visa, Ouadja diperkenalkan pada 15 Juli 2007. Dibeli dari klub Tunisia, US Monastir, PSM harus merogoh kocek Rp462 juta dengan durasi kontrak satu setengah musim.

Sempat diduetkan dengan Nomo Teh Marco, ia sedikit demi sedikit menggeser rekan senegaranya dari daftar starter. Nomo pun kerap indisipliner dan didera cedera. Mau tak mau, Ouadja-lah yang ditugaskan mengisi satu pos di barisan pertahanan.

Meski akhirnya gagal menembus Babak 8 Besar, Ouadja tetap dipertahankan oleh manajemen. Wajah riangnya tetap menghiasi starting eleven PSM Makassar di LSI 2008/09.

Pasukan Ramang jadi klub terakhir di sepanjang karier profesionalnya. Begitu musim 2008/09 rampung, ia memutuskan gantung sepatu. Saat ini Ouadja menetap di Lomé bersama istri dan kedua buah hatinya.

Baca Juga: [KLASIK] PSM di Piala Jenderal Sudirman 2015: Keok di Penyisihan Grup

Berita Terkini Lainnya