TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Riset Dampak Tambang Pasir Kodingareng Jawab Tantangan Nurdin Abdullah

Nelayan Kodingareng rugi Rp80,4 miliar karena tambang pasir

Unjuk rasa nelayan Kodingareng tolak tambang pasir laut. IDN Times/ASP

Makassar, IDN Times - Koalisi Selamatkan Spermonde (KSS) mengklaim hasil riset dampak penambangan pasir di wilayah tangkap nelayan Pulau Kodingareng, Kecamatan Sangkarrang, Kota Makassar, menjadi jawaban atas tantangan Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif, Nurdin Abdullah.

“Waktu itu kita masih ingat waktu perempuan Pulau Kodingareng berdemo di kantor Gubernur Sulsel. NA (Nurdin Abdullah) menyatakan jangan hanya bawa warga, jangan hanya demo tapi tunjukkan melalui hasil riset,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sulsel Muhammad Al Amin dalam ekspos hasil riset yang ditayangkan virtual, Selasa (9/3/2021).

1. Tantangan Nurdin Abdullah dijawab KSS

Aksi teatrikal ASP untuk perjuangan nelayan Pulau Kodingareng di depan Kantor Gubernur Sulsel. IDN Times/Sahrul Ramadan

Amin menjelaskan, perempuan Pulau Kodingareng telah berulang kali menggelar aksi demonstrasi untuk menemui Gubernur Nurdin Abdullah. Para istri nelayan itu ingin menyampaikan agar gubernur berkunjung ke Kodingareng dan melihat langsung kondisi nelayan di sana yang kesulitan bertahan hidup akibat aktivitas penambangan pasir laut.

Mereka pun mendesak, agar gubernur mencabut izin pertambangan yang telah beroperasi di wilayah tangkap nelayan sejak 12 Ferbruari 2020, sebelum dihentikan sementara pada 25 Oktober 2020. “Dari situlah kemudian KSS merapatkan barisan untuk mendiskusikan agar melahirkan kajian,” ungkap Amin.

Bahkan kata Amin, setelah kajian rampung September 2020, gubernur kala itu masih menolak untuk bertemu dengan nelayan dan koalisi.

“Akhinya dari situ kita kembangkan kembali, kita mutakhirkan semua data-datanya kemudian barulah kita umumkan ke publik agar semua bisa mengetahui dengan jelas yang terjadi selama ini,” tegas Amin.

2. Harapan koalisi untuk Nurdin Abdullah setelah riset diumumkan ke publik

Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Amin menerangkan, Koalisi Selamatkan Spermonde sangat menyayangkan di saat hasil riset diumumkan ke publik, pejabat tertinggi daerah Sulsel itu justru telah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Kita sayangkan saja riset ini di-launching tanpa kehadiran gubernur (NA) di Sulsel. Mudah-mudahan hasil riset ini juga bisa dibaca pak gubernur di mana pun berada,” ungkap Amin.

Melalui riset ini, Amin dan kelompok koalisi ingin menyampaikan bukti kerusakan lingkungan yang terjadi di laut akibat tambang pasir yang berdampak pada kehidupan masyarakat nelayan.

“Esensialitas laut, terumbu karang itu perlu kita sampaikan kepada gubernur untuk tidak diganggu, tidak dirusak,” tegas Amin.

Baca Juga: Gubernur Sulsel Ditangkap, Aktivis Minta KPK Buka Kasus Kodingareng

3. Nelayan rugi hingga Rp80,4 miliar selama tambang pasir beroperasi

Nelayan Pulau Kodingareng menolak kapal penambang pasir beroperasi. Dok. Walhi Sulsel

Amin sebelumnya mengungkapkan, riset dilaksanakan sejak Agustus hingga Desember 2020. “Itu adalah masa kelam yang tidak terlupakan oleh masyarakat Pulau Kodingareng. Ribuan nelayan dan perempuan harus menghadapi kegiatan tambang pasir laut untuk menyuplai material reklamasi proyek nasional MNP (Makassar New Port),” kata Amin.

Amin menjelaskan, nelayan yang biasanya mendapatkan hasil tangkapan ratusan ribu per harinya, kini merosot. “Bahkan hingga saat ini karena krisis keuangan, ada keluarga nelayan yang tidak mampu membeli kebutuhan pokok,” ungkap Amin.

Koalisi mencatat, selama kurang lebih 257 hari, sejak kapal penambang beraktivitas di perairan Spermonde, total kerugian 1043 nelayan Kodingareng mencapai Rp80,4 miliar. Rinciannya, nelayan pancing Rp200.000 per hari, nelayan panah Rp350.000 per hari, nelayan jaring Rp1.400.000 per hari dan nelayan bagan sebesar Rp2.000.000 per hari.

Menurut Amin, angka itu sangat luar biasa besarnya apabila dibandingkan dengan upaya ganti rugi yang selama ini ditawarkan pihak penambang. “Itu baru kita hitung sejak kapal beroperasi sampai dihentikan sementara. Kita belum hitung dari kapal dihentikan sampai sekarang ini,” ungkap Amin.

Selain pendapatan menurun akibat rusaknya wilayah tangkap ikan, sebagian besar masyarakat pulau ketakutan atas ancaman kriminalisasi dari aparat kepolisian. “Bukan hanya itu, perempuan juga mengalami kesulitan untuk akses pangan. Mereka harus utang sana sini untuk menutupi kebutuhan,” jelas Amin.

Baca Juga: Nelayan Kodingareng Rugi Rp80,4 Miliar karena Penambangan Pasir Laut

Berita Terkini Lainnya