TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Marak Destruktif Fishing, 70 Persen Kawasan Spermonde Sulsel Rusak 

Kerusakan karang sangat mencemaskan

Peluncuran petisi Savespermonde oleh Greenpeace Indonesia bersama Walhi Sulsel dan MSDC Unhas di Makassar, Kamis (14/11)/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Maraknya aktivitas destruktif fishing atau perusakan kawasan ekosistem laut di Sulawesi Selatan (Sulsel) menjadi perhatian serius sejumlah pemerhati dan aktivis lingkungan.

Tak main-main kondisi itu berdampak hingga mencemari keanekaragaman hayati di wilayah spermonde Sulsel. Merujuk data hasil pengembangan penelitian Marine Science Diving Club (MSDC) Universitas Hasanuddin (Unhas) bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, kondisi kerusakan daerah spermonde mencapai 70 persen.

“Trend datanya, tutupan terumbu karangnya cenderung menurun pada 2016 sampai 2018. Jika sampai tahun ini itu justru akan sangat mengkhawatirkan,” kata Ketua MSDC Unhas M Irfandi Arief dalam Peluncuran Petisi Save Spermonde Greenpeace Indonesia di Makassar, Kamis (14/11).

1. Tiga penyebab utama kerusakan kawasan spermonde

Kawasan Spermonde Sulsel di Perairan Makassar / Walhi Sulsel

Walhi Sulsel mendata sejumlah aktivitas yang sangat mempengaruhi rusaknya ekosistem spermonde di laut Sulsel. Tiga objek lokasi yang menjadi contoh pascaobservasi lanjutan kawasan spermonde meliputi, Pulau Barang Caddi, Barang Lompo, dan Samalona.

Ketiganya masuk dalam wilayah perairan Kota Makassar. Pertama adalah kegiatan penangkapan menggunakan cairan dan bahan kimia. Mulai dari alat bius hingga bom ikan. Menyusul pemaparan limbah industri yang zat kimianya dibuang ke laut. Dan terakhir adalah, tambang pasir laut demi kepentingan industrialisasi.

“Tingkat kerusakannya semakin hari semakin meningkat. Ini tentu sangat menghakawatirkan bagi keberlangsungan ekosistem laut. Terutama bagi pengembangabiakan biota laut di kawasan spermonde,” kata Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin.

Baca Juga: Greenpeace: Marak Perusakan Terumbu Karang di Spermonde Makassar

2. Kerusakan ekosistem laut mengancam sumber penghidupan nelayan setempat

Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin - Sahrul Ramadan/IDN Times

Di Sulsel, khususnya pesisir Makassar, kata Amin, sebagian besar nelayan menggantungkan hidup untuk mencari nafkah di kawasan spermonde. Tiga pulau yang disebutkan di atas, adalah yang paling gemar ditempati para nelayan tangkap tradisional.

Menurutnya jika kondisi ini terus dibiarkan hingga tahun-tahun mendatang, tidak menutup kemungkinan nelayan akan dipersulit dengan hasil tangkapan ikan. Apabila terumbu karang hingga biota laut lainnya semakin tercemar dan rusak, ikan secara otomatis akan mencari atau bermigrasi ke lokasi yang baru.

“Mau tidak mau, ini akan menjadi ancaman dan dampaknya sampai ke kita. Masyarakat kita di Sulsel hampir sebagian besar memilih makanan laut ketimbang ternak. Artinya jika ikan-ikan ini sudah tidak bermukim di kawasan spermonde kita, nelayan pasti akan lebih sulit mencari. Jangan salah apabila harga ikan suatu saat nanti itu melambung tinggi,” ungkapnya.

Salah satu bentuk pemulihan yang bisa dilakukan saat ini menurut Walhi dan MSDC adalah dengan metode transplantasi jaring laba-laba. Cara itu diklaim akan selaras dengan visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Dengan begitu terumbu karang kawasan spermonde kita bisa dipulihkan. Apalagi di situ memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dimana masyarakat pesisir sering kali memanfaatkannya dalam bidang perikanan maupun wisata,” ujarnya.

Baca Juga: Tolak Reklamasi, Walhi Minta Perda Zonasi Pesisir Sulsel Dibatalkan

Berita Terkini Lainnya