Tolak Reklamasi, Walhi Minta Perda Zonasi Pesisir Sulsel Dibatalkan

Perda Nomor 2 Tahun 2019 diterbitkan Februari lalu

Makassar, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bersama Aliansi Selamatkan Pesisir menerbitkan hasil kajian terhadap draf akhir Peraturan Daerah Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Pada kesimpulannya, mereka menilai aturan yang diterbitkan DPRD bersama Gubernur Sulsel tersebut menjadi ancaman kerusakan lingkungan hidup karena terdapat alokasi ruang tambang pasir laut dan reklamasi.

Tambang pasir laut dan reklamasi, selain merusak lingkungan, juga diyakini bakal memiskinkan nelayan tradisional yang hidup di pesisir Sulsel. Perda RZWP3K dianggap tidak mewujudkan pengelolaan sumber daya pesisir melalui pendekatan kemandirian lokal serta tak mendukung kesejahteraan masyarakat.

“Dari hasil kajian, Aliansi dan perwakilan masyarakat pesisir menyatakan sikap, mendesak revisi Perda RZWP3K,” kata Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin melalui siaran pers yang diterima di Makassar, Jumat (10/5).

Dalam pernyataan sikapnya, Walhi mewakili Aliansi Selamatkan Pesisir juga mendesak penghapusan alokasi ruang tambang pasir laut dan reklamasi di dalam rencana zonasi wilayah pesisir Sulsel. Pemerintah diminta menghapus izin usaha pertambangan di seluruh perairan Sulsel, serta memulihkan lingkungan pesisir.

Baca Juga: Gubernur Nurdin Tunggu Presiden Jokowi Tetapkan Sekda Sulsel

1. Walhi menilai perda itu disahkan secara diam-diam

Tolak Reklamasi, Walhi Minta Perda Zonasi Pesisir Sulsel DibatalkanIDN Times / Aan Pranata

Amin mengungkapkan, hingga kini Perda RZWP3K Sulsel belum mendapat persetujuan dari masyarakat, khususnya yang hidup di wilayah pesisir. Pada Februari 2019 pun, pengesahannya terkesan diam-diam. 

Aliansi, kata dia, menilai bahwa peraturan tentang rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil Sulawesi Selatan, sangat jauh dari harapan. Sejumlah saran dan masukan masyarakat tidak diakomodir oleh pemerintah. Padahal, itu adalah upaya masyarakat dalam rangka menjaga kelestarian laut dan melindungi kegiatan usaha mereka dari ancaman kerusakan.

"Adanya alokasi ruang tambang pasir laut dan reklamasi menjadi bukti bahwa pemerintah tidak memikirkan nasib nelayan, perempuan dan anak-anak yang hidup di pesisir dan menggantungkan hidup di laut,” ucap Amin.

Baca Juga: Sulawesi Selatan, Pintu Gerbang Kawasan Indonesia Timur

2. Penambangan pasir laut dan reklamasi menekan penghasilan nelayan

Tolak Reklamasi, Walhi Minta Perda Zonasi Pesisir Sulsel DibatalkanGoogle Earth

Pada tahun 2017 hingga awal 2018, berlangsung tambang pasir laut di pesisir Kabupaten Takalar. Menurut Amin, aktivitas tersebut faktanya mengubah kondisi alam, dan berdampak terhadap kerusakan lingkungan pesisir secara luas. Ini belum termasuk rusaknya wilayah tangkap nelayan yang menyebabkan menurunnya penghasilan nelayan tradisional setempat.

Dengan masih adanya alokasi ruang tambang pasir laut pada RZWP3K,  pihaknya sangat pesimis bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk memulihkan lingkungan pesisir dan melindungi ruang tangkap nelayan tradisional yang saat ini hidup dalam kemiskinan.

"Begitu halnya dengan kegiatan reklamasi. Sejak pemerintah menyetujui proyek reklamasi, setahap demi setahap kehidupan nelayan di Kota Makassar berubah kearah yang sangat buruk. pemukiman nelayan hilang, masyarakat tergusur dari pesisir, karang dan lamun menghilang, laut tercemar, beban nelayan melaut menjadi bertambah dan akses perempuan pesisir terhadap laut juga tertutup,” dia menerangkan.

3. Luas total wilayah reklamasi bisa mencapai 3.711 hektare

Tolak Reklamasi, Walhi Minta Perda Zonasi Pesisir Sulsel Dibatalkanpixabay.com/1771391

Berdasarkan RZWP3K Sulsel, reklamasi akan terdiri dari zona jasa dan perdagangan yang tersebar di 12 lokasi dengan total luas 3.649,34 hektare. Lalu ada zona industri perikanan terpadu seluas 45,46 ha, dan zona bandar udara seluas 16,71 ha.

Selain itu, memungkinkan pula reklamasi pada Daerah  Lingkungan  Kerja  (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan umum, pelabuhan perikanan, terminal khusus dan TUKS, zona bandar udara serta zona pertahanan keamanan. Pelaksanaan di masing-masing daerah ini berdasarkan ketentuan perundang-undangan, sehingga luasan reklamasinya tidak dijabarkan secara eksplisit dalam RZWP3K.

"Dengan demikian luas total reklamasi yang secara eksplisit tertuang dalam RZWP3K Sulsel mencapai 3.711,51 hektare. Khusus kawasan zona jasa dan perdagangan, pesisir kota Makassar adalah wilayah yang alokasi ruang untuk reklamasinya terbesar, mencapai 2.706,86 hektare,” Amin melanjutkan.

4. Perda Zonasi Pesisir dianggap bertentangan dengan budaya lokal masyarakat

Tolak Reklamasi, Walhi Minta Perda Zonasi Pesisir Sulsel DibatalkanUnsplash.com/Alexander Kluge

Catatan lain Walhi, kata Amin, Perda RZWP3K Sulsel tidak memperhatikan masyarakat lokal dan tradisional yang secara turun temurun telah bermukim di wilayah pesisir. Di mana mereka mengelola sumber daya pesisir dan laut dan menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal.

Di Sulsel, Suku Makassar telah dikenal sejak zaman Kerajaan Gowa-Tallo sebagai suku yang telah mengembangkan tradisi bahari dan maritim sejak leluhur mereka mendiami pesisir. Mereka yang bermukim di sekitar pantai telah begitu akrab dengan lautan yang dianggap sebagai anugerah yang pantang dirusak.

“Mereka memegang teguh pandangan bahwa sumber daya laut adalah hasil ciptaan Tuhan yang harus dijaga bersama."

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya