TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KontraS Sulawesi: Kemunduran Demokrasi dan HAM Era Jokowi-Ma'ruf

Catatan KontraS Sulawesi pada Hari HAM Internasional 2021

Demonstrasi hari HAM di Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KotraS) Sulawesi mencatat, sepanjang tahun 2021 tren kekerasan yang dilakukan oleh negara masih terus berlangsung di berbagai sektor. Upaya penegakan hak asasi manusia (HAM) dalam satu tahun terakhir cenderung diabaikan.

"Hal ini ditandai dengan semakin bebalnya negara untuk tetap menerapkan kebijakan yang dikritik oleh masyarakat," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS Sulawesi, Asyari Mukrim, lewat keterangan tertulisnya dalam peringatan hari HAM 10 Desember, kepada jurnalis, Minggu (12/12/2021).

1. Negara disebut anti nilai-nilai HAM

Ilustrasi. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Sebaliknya menurut Asyari, upaya untuk menuntut keadilan dan pemenuhan hak atas demokrasi yang sejati cenderung dihadapkan dengan watak yang terkesan otoriter. Baik yang muncul pada level kebijakan maupun pada situasi di lapangan. "Negara sedang menuju situasi yang semakin anti nilai-nilai HAM," ungkap Asyari.

Asyari menuturkan, upaya pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan HAM semakin terancam. Ancaman tersebut hadir dalam bentuk legitimasi negara terhadap bentuk-bentuk pelanggaran HAM. Baik hak-hak yang masuk dalam kategori Hak Sipil dan Politik (Sipol) maupun Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob).

Semakin meningkatnya kekerasan di berbagai level menjadi penanda bahaya bagi keberlangsungan demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia. "Upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masih terus terkubur dan penegakan hukum masih menjadi jalan gelap yang mesti ditempuh," ucap Asyari.

Baca Juga: Mengurai Benang Kusut Terorisme dan Kekerasan Bersama KontraS Sulawesi

2. Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja jadi salah satu penyebab

Sejumlah mahasiswa berunjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di DPRD Provinsi Kalbar di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (8/10/2020). (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)

Asyari mengungkapkan, pengesahan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR RI telah menjadi produk hukum yang memicu gelombang demonstrasi di berbagai wilayah. Peserta aksi bahkan harus diperhadapkan dengan kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara. Khususnya kepolisian.

Contoh kasus dan praktik pelanggaran dalam catatan KontraS di antaranya adalah aksi penolakan pengesahan Omnibus Law di Makassar, Oktober 2020 lalu. Dalam aksi kala itu, petugas menangkap 57 orang. Di mana 40 di antaranya adalah mahasiswa, 13 pelajar usia anak dan 4 pekerja.

"Omnibus Law hanyalah sebuah simbol dari cara negara yang memberi ruang bagi peraktik pembangunan yang tidak ramah lingkungan, melanggar HAM dan menjadi ruang akumulasi kapital bagi segelintir orang saja," imbuh pria yang akrab disap Ari ini.

Baca Juga: Aksi Hari HAM di Makassar, Ini Tuntutan untuk Rezim Jokowi-Ma'ruf

Berita Terkini Lainnya