TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kasus Dosen UIN Makassar Tersangka UU ITE Dinilai Terlalu Dipaksakan

Empat tahun Ramsiah berstatus tersangka UU ITE

Dosen FDK UIN Alauddin Makassar Ramsyiah Tasruddin (kiri) didampingi kuasa hukum LBH Makassar Abdul Azis Dumpa saat menghadiri pemeriksaan di Polres Gowa. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar, Ramsiah Tasruddin, diperiksa penyidik Polres Gowa. Pemeriksaan sekaitan dengan kelanjutan kasusnya sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

"Tadi soal kelengkapan bukti-bukti yang dulu (saat dilaporkan). Mulai dari hadphone, nomor yang dulu masih akrtif atau tidak, grup WhatsApp masih eksis atau tidak," kata Wakil Direktur Internal LBH Makassar Abdul Azis Dumpa selaku kuasa hukum Ramsiah, saat ditemui usai pemeriksaan, Kamis (23/9/2021).

Azis mengatakan, seluruh alat bukti yang dipertanyakan kepolisian kepada kliennya sudah tidak aktif lagi, mengingat kasus ini terjadi empat tahun lalu. Tepatnya sejak Mei 2017 lalu. "Bukti apa lagi yang dicari toh, kasus ini kan sudah lama sekali, lagian ini persoalan internal di akademik. Jadi sebaiknya memang dihentikan saja (kasusnya)," ucapnya.

1. Percakapan dari grup internal yang tersebar

Dosen FDK UIN Alauddin Makassar Ramsyiah Tasruddin (kiri) didampingi kuasa hukum LBH Makassar Abdul Azis Dumpa saat menghadiri pemeriksaan di Polres Gowa. IDN Times/Sahrul Ramadan

Ramsiah menceritakan awal mula kasus ini terjadi. Pada 2017 lalu, dia dilaporkan oleh Nur Syamsiah, Wakil Dekan III FDK UIN kala itu. Laporan terkait dugaan pencemaran nama baik di dalam grup percakapan WhataApp. Grup WA itu bernama SAVE FDK UIN ALAUDDIN.

Di dalam grup Whatsapp itu, kata Ramsiah, terdapat 30 orang member yang rata-rata adalah dosen. Sementara pelapor sendiri tidak ada di dalam grup tersebut. "Kami hanya membahas pembahasan internal akademik saja, soal penutupan Radio Kampus Syiar UIN Alauddin Makassar," cerita Ramsiah usai diperiksa.

Percakapan diawali dari komentar Direktur Radio Syiar bernama Tanti yang menyampaikan bahwa radio ditutup. Sebelum ditutup, Radio Syiar saat itu masih aktif untuk keperluan belajar dan penyebarluasan informasi internal FDK. Informasi itu kemudian direspons oleh dosen lainnya di dalam grup WA. 

Aktivitas studio siaran radio biasanya berlangsung sejak pukul 06.00 WITA hingga pukul 18.00 WITA. Belakangan tanpa diketahui sebab utamanya, aktivitas itu kemudian dihentikan oleh WD III UIN Nur Syamsiah. Pemberhentian itulah yang jadi pembahasan karena dinilai tidak wajar oleh para dosen di dalam grup WA.

2. Penutupan Radio Syiar dianggap bukan tupoksi WD III UIN Alauddin Makassar

Mantan WD III UIN Alauddin Makassar Nur Syamsiah sekaligus pelapor di Polres Gowa. IDN Times/Sahrul Ramadan

Ramsiah mengungkapkan, dalam percakapan grup itu, mereka membahas bahwa penutupan Radio Syiar bukan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) atau kewenangan WD III, melainkan ranah kerja WD I. "Dialog kami di grup WA, kita membicarakan sikap pelapor yang menutup paksa Radio Syiar," jelasnya.

Menurut Ramsiah, percakapan dalam grup itu adalah diskusi internal. Apalagi, kegiatan ini menyangkut aktivitas akademik para mahasiswa. "Dan semua itu, 30 dosen berbicara, wajar-wajar saja. Tidak ada yang menyinggung (pencemaran nama baik)," ungkapnya.

Penutupan radio, lanjut Ramsiah, secara otomatis menganggu semua kegiatan akademik mahasiswa. Radio juga digunakan sebagai laboratorium mahasiswa untuk meriset dan berkegiatan lainnya. Belakangan, pembahasan grup itu kemudian tersebar keluar melalui tangkapan layar atau screenshot hingga sampai ke tangan Nur Syamsiah.

3. Pernah dimediasi namun proses hukum tetap berjalan

Mantan WD III UIN Alauddin Makassar Nur Syamsiah sekaligus pelapor di Polres Gowa. IDN Times/Sahrul Ramadan

Nur Syamsiah melapor ke Polres Gowa pada 5 Juni 2017 tentang dugaan tindak pidana penghinaan melalui media sosial sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (3) Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elekteonik (ITE).

Penyidik kemudian menetapkan Ramsiah sebagai tersangka pada September 2019. Ramsiah mengaku, sepanjang proses hukum, dia berupaya berkoordinasi dengan rektor untuk dimediasi dengan pelapor. "Tapi hasilnya sama. Beliau (pelapor) memaafkan tapi proses hukumnya tetap berjalan," jelas Ramsiah.

Menurutnya, kasus ini menjadi salah satu bukti bahwa ruang-ruang diskusi dan kebebasan berekspresi dalam lingkup akademik sangat dibatasi. "Sebagai akademisi tidak mungkin lah kita mau membicarakan hal-hal yang tidak sesuai. Kita sebagai akademisi memang harus mengatakan yang sebenarnya," katanya.

Baca Juga: Roadshow 1000 Startup Digital di UIN Makassar: Cerita Para Founder

4. Kuasa hukum merujuk dalam SKB

Dosen FDK UIN Alauddin Makassar Ramsyiah Tasruddin (kiri) didampingi kuasa hukum LBH Makassar Abdul Azis Dumpa saat menghadiri pemeriksaan di Polres Gowa. IDN Times/Sahrul Ramadan

Kuasa hukum Ramsiah, Azis Dumpa kembali menilai, penetapan tersangka terhadap kliennya terkesan dipaksakan. Hal itu dibuktikan dengan ketidakjelasan proses hukum yang berjalan. "Berapa kali berkas perkara ini kan dianggap belum lengkap oleh kejaksaan sehingga dikembalikan ke penyidik," ucapnya.

Selama dua tahun terakhir, menurut Azis, Ramsiah berada dalam posisi tanpa kejelasan status hukum setelah ditetapkan sebagai tersangka. Kata Aziz, penyidik juga sudah kali keempat menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan (SPDP). Terakhir pada 23 September 2021.

Di sisi lain, Azis juga mengungkapkan bahwa belum lama ini, terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) 2021 antara Kominfo, Kejaksaan Agung dan Polri tentang Pedoman Penerapan Pasal Tertentu dalam UU ITE. Menurut Azis, dalam SKB disebutkan bahwa ketika suatu konten disebarkan dari grup tertutup dan terbatas, tidak akan masuk dalam kategori pelanggaran.

"Baik itu penghinaan atau pencemaran nama baik. Baik itu di grup keluarga, grup kampus, dan institusi pendidikan. Jadi menurut kami memang SKB ini mempertegas bahwa dari dan sejak awal, kasus ini memang terkesan dipaksakan. Sebaiknya memang dihentikan," tegas Azis.

Baca Juga: UIN Alauddin Makassar Siap Ringankan UKT Mahasiswa

Berita Terkini Lainnya