TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Pernikahan di Makassar saat Pandemik Corona, Uang Panai' Turun?

Konon uang panaik berkurang karena gak ada pesta, benarkah?

Ilustrasi buku nikah (IDN Times/Istimewa)

Makassar, IDN Times - Pengalaman berbeda dirasakan beberapa pasangan yang telah melangsungkan pernikahan di masa pandemik COVID-19 di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Salah satunya yaitu Rusdin dan istrinya Murni. Warga di Kelurahan Jongaya, Kecamatan Tamalate, itu mengaku harus mengubah konsep pernikahan seiring dengan penerapan kebijakan pemerintah dalam mencegah COVID-19.

Rusdin dan Murni menikah di tengah pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Makassar 24 April hingga 7 Mei 2020 lalu. "Jadi memang kondisinya serba dibatasi. Mau tidak mau semuanya di luar perencanaan," kata Rusdin, saat berbincang dengan IDN Times, Selasa (4/8/2020).

1. Uang panai' tetap ada dengan persetujuan kedua pihak

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Rusdin mengungkapkan, kondisi pandemik COVID-19 membuat semua rencananya untuk menggelar pesta pernikahan dengan meriah gagal. Padahal, undangan telah tersebar sejak 3 April 2020. Mau tidak mau, sejak pemerintah mensosilasikan PSBB beberapa hari sebelum diterapkan, agenda resepsi di salah satu gedung di Makassar dibatalkan.

"Terpaksa baku lobi dengan itu pengelolanya (gedung) karena kan ini serba dibatasi semua. Uang (sewa gedung) kembali setengah. Keluarga juga terpaksa kasih tahu itu keluarga jauh yang diundang supaya sabar karena tidak jadi karena ini corona," ungkapnya.

Dia bersama keluarga sang istri kemudian berunding untuk mencari jalan tengah. Kesepakatan tercapai bahwa dana yang telah disediakan sebelumnya untuk operasional tamu undangan di luar uang pernikahan disisihkan untuk keperluan lain. "Uang itu saja yang disimpan kalau yang lain (uang panaik) tetap. Karena kan sudah akad," ucapnya.

2. Korban perasaan karena pesta pernikahan tidak dilangsungkan

pexels.com/@danu-hidayatur-rahman-1412074

Pria yang berprofesi sebagai teknisi jaringan IT ini mengaku, sempat merasa malu karena gagal melaksanakan pesta pernikahan. Terlebih karena undangan telah disebar kepada keluarga, kerabat, dan tetangganya. "Korban perasaan namanya. Karena tidak enak hati dirasa," akunya.

Saat pelaksanaan akad nikah di rumahnya pun dia dikawal oleh sejumlah petugas dari Polsek Tamalate dan dua orang dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Sebelum ikrar sumpah pernikahan, mereka lebih dahulu diimbau agar jumlah orang yang menyaksikan dan terlibat dalam prosesi akad dibatasi.

"Jadi saya sama bapak di ruangan tamu dengan ibu. Terus istri saya dengan mertua juga, pak penghulu sama pak polisi. Yang lain itu keluarga beberapa orang tetangga juga beberapa di luar rumah. Habis akad, sah, baru makan langsung disuruh untuk kembali ke rumah semua sama petugasnya," jelas Rusdin.

Kendati begitu, Rusdin mengaku keluarganya dan sang istri tetap berupaya untuk memahami kondisi ini. Menurutnya, untuk mengantisipasi dampak membahayakan dari COVID-19, pesta lebih baik urung dilaksanakan. "Sampai sekarang tidak ada pesta. Jadi silaturahmi biasa saja sama keluarga jauh. Lewat online itu hari," imbuhnya.

Baca Juga: Gubernur Tegur Pj Wali Kota Makassar yang Bolehkan Resepsi Pernikahan

3. Kebijakan pemerintah yang tidak jelas dalam menangani pandemik COVID-19 merugikan warga

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Kondisi yang nyaris serupa juga dirasakan warga Kelurahan Jongaya lainnya, Nurdin Amir. Pria yang berprofesi sebagai jurnalis ini mengatakan, akad nikah bahkan telah direncanakan, jauh hari sebelum pemerintah menetapkan status darurat COVID-19 di Indonesia. "Rencana semula berubah karena COVID-19," ujar Nurdin.

Kata Nurdin, akad nikah dirangkaikan dengan resepsi sedianya digelar di Gedung Amanagappa Universitas Negeri Makassar. Karena pemerintah melarang seluruh aktvitas berkumpul dan berkerumun, maka agenda tersebut dibatalkan. Pernikahan pun dipindah dan dilangsungkan di Kantor KUA Tamalate, 11 April 2020 lalu.

"Pernikahan berlangsung sesuai dengan  protokol. Keluarga yang hadir juga dibatasi maksimal 10 orang saja. Banyak keluarga tidak bisa hadir. Orangtua hanya diwakilkan oleh saudara. Padahal yang namanya pernikahan bagi keluarga di (tradisi) Bugis-Makassar itu meriah karena ungkap syukur dan sebagai ajang kumpul atau silaturahim keluarga dan kerabat," tutur Nurdin.

Nurdin dan istri sempat mengagendakan kembali resepsi susulan setelah kebijakan terkait pencegahan COVID-19 sempat dilonggarkan oleh pemerintah. Khusususnya di Kota Makassar yang sudah dua kali melaksanakan PSBB. Kemudian, pemerintah menerapkan lagi kebijakan terkait protokol kesehatan hingga pengendalian penanganan COVID-19.

Nurdin dan istrinya sempat menyempatkan bersilaturahmi ke keluarganya di kampung halaman di Kabupaten Enrekang dan Pinrang saat pelonggaran kebijakan saat itu. Namun setelah kembali membuat rencana melangsungkan resepsi, kebijakan pemerintah memperketat penerapan protokol kesehatan juga dilakukan.

"Saat mulai dilonggarkan banyak yang mulai pesan gedung lagi dan bagi undangan. Tapi kebijakan kembali berubah, kumpul-kumpul atau pesta dilarang lagi. Ini kan merugikan. Kebijakan yang cenderung tidak berbasis analisis masalah. Serba mendadak. Yang dirugikan adalah warga," tegas Nurdin.

Baca Juga: Pemkot Makassar Belum Izinkan Pesta Pernikahan di Masa Pandemik

Berita Terkini Lainnya