TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aliansi Barbar Makassar Demo Tutup Jalan, Desak UU Ciptaker Dicabut

Barisan Rakyat Bergerak atau Barbar Makassar mengaku marah

Demonstrasi mahasiswa di Makassar menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja, Rabu (7/10/2020). IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Seratusan demonstran yang tergabung dalam Barisan Rakyat Bergerak, menutup penuh Jalan Sultan Alauddin, Kota Makassar, Rabu (7/10/2020) sore. Penutupan jalan anteri yang menghubungkan Kota Makassar dengan kabupaten Gowa, merupakan wujud kemarahan dan kekecawaan masyarakat karena disahkannya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menjadi Undang-Undang.

Aksi digelar tepat di depan kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar. "Karena itulah kami yang tergabung dalam aliansi Barbar, menyatakan sikap cabut pengesahan Omnibus Law Cilaka," kata jenderal lapangan pengunjukrasa Sari Labuna kepada jurnalis di sela demonstrasi.

1. Omnibus Law Cipta Kerja disebut menipu rakyat

Demonstrasi mahasiswa di Makassar menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja, Rabu (7/10/2020). IDN Times/Sahrul Ramadan

Menurut Sari, Omnibus Law adalah revisi dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2020 yang dibungkus dengan embel-embel cipta lapangan kerja. Tujuannya kata dia, untuk mengecoh dan mengelabui berbagai elemen masyarakat. "Padahal isinya memiskinkan buruh dan masyarakat atas nama undang-undang," ujarnya.

Sari mengungkapkan beberapa alasan penting agar UU Omnibus Law dicabut. Menurutnya undang-undang tersebut memudahkan tenaga kerja asing masuk ke Indonesia. Selain itu, kata dia, penghapusan upah minimum dan pekerja diupah dengan hitungan jam. "Upah itu secara otomatis ditentukan sendiri oleh perusahaan," tegasnya.

2. Omnibus Law berdampak pada hilangnya kepastian pekerjaan hingga jaminan sosial

Demonstrasi mahasiswa di Makassar menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja, Rabu (7/10/2020). IDN Times/Sahrul Ramadan

Lebih jauh Sari menyatakan, Omnibus Law berdampak pada hilangnya kepastian pekerjaan, penghasilan, hingga jaminan sosial. Undang-undang itu, katanya, juga dengan sewenang-wenang membuat perusahaan bisa memutus hubungan dengan para pekerja. Khususnya, ketika jasa tenaga kerja tidak dibutuhkan lagi.

"Kemudian dihapuskannya hak cuti, khusus perempuan yang haid ataupun melahirkan. Buruh perempuan tidak akan mendapatkan gaji apabila mengambil cuti tersebut. Tidak ada kewajiban perusahaan untuk membayarkan pesangon," tegasnya.

Omnibus Law, lanjut Sari, juga secara mendasar menghilangkan sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar hak normatif bagi seluruh kelompok buruh. Belum lagi, jaminan sosial pekerja yang sangat tidak jelas. "Dan masih banyak pasal-pasal dalam undang-undang ini yang bermasalah," imbuhnya.

Berita Terkini Lainnya