TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengamat: Perang Dingin Rudy dan Danny Akibat Residu Pilkada

Rudy dan Danny sebaiknya menahan diri

Debat publik Pilkada Makassar di Gedung Kompas TV, Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu (7/11/2020). KPU Makassar

Makassar, IDN Times - Hubungan tidak harmonis antara Pj Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin, dan Wali Kota Makassar terpilih, Moh Ramdhan Pomanto, dinilai ada kaitannya dengan perhelatan pilkada lalu. Setidaknya, itulah penilaian Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto.

Luhur mengatakan 'perang dingin' Pj Wali Kota dan Wali Kota ini merupakan residu pilkada yang belum tuntas. Hal itu disebutnya sebagai sebuah pengelolaan transisi kekuasaan yang buruk. Padahal keduanya membutuhkan koordinasi dan sinergi untuk keberlanjutan pemerintahan kota. 

"Pj Wali Kota tentu ingin mengakhiri masa kepemimpinan dengan soft landing, begitu pun Wali Kota terpilih perlu untuk memulai kembali kepemimpinannya dengan situasi normal take-off," kata Luhur melalui pesan WhatsApp, Rabu (10/2/2021).

Baca Juga: Soal Pelantikan Wali Kota Makassar, Danny Pomanto: Kita Ikut Saja

1. Rudy dan Danny sebaiknya menahan diri

Pj Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin. IDN Times/Asrhawi Muin

Menurut Luhur, walaupun secara formal, pj wali kota tidak boleh berkompetisi di pilkada, tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa kendali birokrasi Pemkot Makassar yang dipimpinnya tetap berpolitik, untuk tidak mendukung Danny.

"Hal yang berdampak pada upaya migrasi beberapa pamong senior dan pimpinan OPD dari Pemkot Makassar, ketika DP (Danny Pomanto) memenangkan kontestasi," kata Luhur.

Luhur menyarankan sebaiknya kedua belah pihak menahan diri, membangun rekonsiliasi dan tidak memelihara dendam kesumat. Dia menegaskan persaingan pilkada telah selesai. Di sinilah peran mediator politik sebenarnya dibutuhkan. 

"Meskipun sudah sulit mengharapkan ada inisiatif dari politisi DPRD Makassar maupun Pemprov Sulsel, karena mereka sudah menjadi bagian dari carut marut hubungan itu," jelasnya.

2. Tatanan budaya politik lokal Makassar kehilangan patron politik kultural

Pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto (kanan) dan Fatmawati Rusdi (kiri) menyampaikan keterangan pers di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (9/12/2020). (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Luhur menyebut tatanan budaya politik lokal Makassar memang telah kehilangan patron politik kultural. Sepertinya tidak ada lagi pihak yang cukup dipercaya dan punya wibawa untuk menyelesaikan urusan-urusan politik secara kultural ketika terjadi kebuntuan (deadlock) dalam hubungan formal kekuasaan seperti saat ini.

"Setidaknya disharmoni hubungan ini berdampak pada polarisasi, motivasi kerja dan ketidakpastian masa depan karier ASN. Padahal siapapun pimpinannya, ASN sulit terhindar dari politisasi," katanya.

Untuk itu, dia menyarankan kedua belah pihak untuk menahan diri dan memahami batasan-batasan kewenangan yang dimiliki. Pj Wali Kota dan Wali Kota terpilih dituntut untuk membangun komunikasi secara elegan dan saling menghargai. 

"Di pemerintahan, selain aspek hukum ada juga aspek-aspek etika, yang membatasi peran dan perilaku pejabat," katanya.

Baca Juga: Gubernur Sulsel Minta Danny Pomanto dan Rudy Berhenti Diam-diaman

Berita Terkini Lainnya