TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Makassar Target Predikat Utama Kota Layak Anak di 2023

Makassar raih predikat Nindya pada tahun 2022

Rapat terkait penilaian KLA di ruang rapat Bappeda Balai Kota Makassar, Kamis (23/2/2023). Dok. Pemkot Makassar

Makassar, IDN Times - Pemerintah Kota Makassar menargetkan mencapai predikat Utama Kota Layak Anak (KLA) pada tahun 2023. Penghargaan itu diberikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPP2) kepada kota yang mampu merencanakan, menetapkan, serta menjalankan program pembangunan dengan berorientasi pada hak dan kewajiban anak.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Makassar, Achi Soleman, mengatakan pihaknya optimistis target tersebut dapat dicapai. Hal itu karena pada tahun sebelumnya, Makassar meraih predikat Nindya atau satu tingkat di bawah predikat Utama.

"Semua OPD turut mendukung upaya raihan KLA, seperti pemenuhan dokumen, materi, program inovasi dalam mendukung KLA," kata Achi saat rapat terkait hal tersebut di ruang rapat Bappeda, Balai Kota Makassar, Kamis (23/2/2023).

Baca Juga: Limbah Elektronik di Makassar Bahayakan Kesehatan Pemulung

1. Tantangan dalam mewujudkan Kota Layak Anak

Ilustrasi. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Achi menyampaikan bahwa untuk mencapai KLA, pemerintah daerah harus memiliki sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat serta dunia usaha yang menyeluruh dan berkelanjutan. Selain itu juga, Pemda harus menjamin agar hak dan perlindungan anak terpenuhi.

Dalam mewujudkan KLA, Pemda harus menghadapi tantangan di antaranya yaitu soal pemahaman dan komitmen, sistem data dan informasi, serta layanan perlindungan anak dan koordinasi. Di Makassar, rupanya belum ada pemahaman yang sama antar sektor terkait mengenai pembangunan perlindungan anak secara komprehensif.

Kemudian, sistem data dan informasi terpadu mengenai anak, khususnya terkait rujukan layanan bagi anak juga belum memadai. Lalu, kolaborasi antar sumber daya di daerah seperti Peksos, kader BKB, pendamping P2TP2A juga belum optimal dalam upaya perlindungan anak secara menyeluruh.

"Juga aspek koordinasi masih bersifat kelembagaan dan komitmen, belum ada koordinasi pada tingkat perencanaan program dan pengalokasian anggaran. Masih lemahnya koordinasi di tingkat pusat sehingga membuat kebingungan di daerah," kata Achi.

2. Indikator penilaian dan klaster kota layak anak

Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

Ada 24 indikator dalam dokumen KLA yang harus dipenuhi. Indikator tersebut meliputi perda KLA, terlembagakannya KLA, keterlibatan masyarakat dunia usaha dan media, akta kelahiran, dan informasi layak anak.

Selanjutnya, partisipasi anak, perkawinan anak, lembaga konsultasi orang tua/keluarga, lembaga pengasuhan alternatif, PAUD HI, infrastruktur ramah anak, persalinan di faskes, prevelensi gizi, PMBA, faskes dengan pelayanan ramah anak, air minum dan sanitasi.

Kemudahan iklan, promosi dan sponsor rokok, wajib belajar 12 tahun, SRA, PKA, korban kekerasan dan eksploitasi, korban pornografi dan situasi darurat, penyandang disabilitas, serta ABH, terorisme dan stigma.

Dalam pelaksanaan KLA juga, pemda harus memperhatikan hak anak yang digolongkan berdasarkan klasterisasi yaitu Klaster 1 yakni Hak Sipil dan Kebebasan, Klaster 2 yaitu Lingkungan Keluarga dan Pengasuham Alternatif, Klaster 3 yaitu Kesehatan dan Kesejahteraan, Klaster 4 yaitu Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya, dan Klaster 5 yaitu Perlindungan Khusus.

Baca Juga: Makassar Bakal Bentuk Ekosistem Penanganan Limbah Elektronik

Berita Terkini Lainnya