TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

BEM Unhas Desak Pemkot Makassar Evaluasi Program Penanganan COVID

Satgas Detektor dianggap meresahkan masyarakat

Warga melintas di dekat spanduk bertuliskan Ayo Bersama Lawan COVID-19 di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (16/4/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Makassar, IDN Times - Bada Eksekutif Mahasiswa Universitas Hasanuddin (BEM Unhas) dan Aliansi Masyarakat Makassar Peduli COVID-19, menilai Pemerintah Kota Makassar perlu mengevaluasi kebijakan penanganan pandemik. Salah satu yang disorot adalah Satgas Detektor yang mendatangi rumah warga untuk skrining kesehatan.

Ketua BEM Unhas Imam Mobilingo, mengatakan penolakan terhadap Satgas Detektor yang meluas, baik yang disuarakan langsung di media sosial serta yang diberitakan oleh media massa mencerminkan kegagalan Pemerintah Kota Makassar dalam mengkomunikasikan program kesehatan masyarakat secara terpadu dan menyeluruh.

"Sekaligus menjadi bukti kian diabaikannya keterlibatan berbagai lapisan masyarakat dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan publik, khususnya terkait pandemik," kata Imam dalam keterangannya di Makassar, Selasa (13/7/2021).

Sebenarnya Imam meyakini bahwa Pemkot Makassar memiliki niat baik untuk melindungi warga. Namun melihat perkembangan di lapangan, BEM Unhas dan aliansi masyarakat sipil menilai terdapat sejumlah hal yang layak dikritik lebih jauh.

"Selain itu, kunjungan dari rumah ke rumah yang berlangsung selama dua hari ini menimbulkan keresahan karena berpotensi memicu penularan di tengah pembatasan pergerakan (mobilitas) warga serta kontra-produktif terhadap upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat terkait pengendalian pandemik," katanya.

1. Meminta Pemkot menghentikan Detektor berkunjung dari rumah ke rumah

Pemkot Makassar meluncurkan Satgas Detektor COVID-19 di Lapangan Karebosi, Jumat (2/7/2021). IDN Times/Asrhawi Muin

Desakan untuk Pemerintah Kota Makassar itu tertuang dalam beberapa poin sebagai berikut. Pertama, menghentikan kunjungan rumah ke rumah oleh Satgas Detektor karena bukan merupakan metode yang terbukti efektif dalam pengendalian pandemik, serta berpotensi menjadi sumber penularan baru di tengah semakin meningkatnya kasus positif COVID-19 di Makassar. 

Diterjunkannya 10.000 relawan Satgas Detektor dengan program yang disuarakan dengan narasi "Misi Kemanusiaan", "Inovatif", "Screening dan Monitoring Kesehatan Masyarakat Dalam Skala Besar" justru menimbulkan kebingungan, mempertebal ketidakpercayaan terhadap pemerintah. 

Berdasarkan konsultasi dengan pakar epidemiologi, visitasi dari rumah ke rumah seperti ini sangat tidak dianjurkan di tengah meluasnya pandemik. Selain itu, buruknya komunikasi ke tingkat warga, rawannya pemantauan otorisasi dan standarisasi penggunaan alat skrining serta tidak adanya jaminan terhadap kapasitas relawan yang dilatih secara kilat, menimbulkan penolakan yang luas.

Kedua, segera memperbaiki sistem tracing terhadap kasus positif dengan memperkuat sistem kesehatan yang menyeluruh serta memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada untuk mendukung testing dan tracing yang sesuai dengan standar penanganan yang profesional yang diakui oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO. 

Sebagai contoh, memberikan akses kepada Puskesmas-puskesmas sebagai pusat pemeriksaan (PCR test-center), serta mengintensifkan deteksi kasus baru dengan melakukan tes PCR di Puskesmas terhadap semua yang bergejala atau kontak erat minimal 2.000-3.000 orang tes PCR per hari.

Ketiga, perlunya ada fasilitas isolasi terpusat untuk memastikan isolasi terlaksana dengan baik sehingga masa isolasi pasien dapat efektif mendorong pemutusan penularan.

Keempat, mempercepat cakupan vaksinasi di Makassar dari 30 persen menjadi >85 sebagai upaya perlindungan masyarakat terhadap COVID-19.

Baca Juga: Epidemiolog Kritik Detektor Makassar: Tidak Penuhi Syarat Skirining

2. Meminta Pemkot melibatkan masyarakat dalam perumusan kebijakan

Wali Kota Makassar Danny Pomanto diperiksa tim Satgas Detektor

Kelima, memberikan kesempatan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat dalam perumusan dan pelaporan pelaksanaan kebijakan-kebijakan penanganan COVID-19 di Makassar.

Kemudian keenam, perlunya koordinasi antara Pemkot Makassar, Pemprov Sulsel, Rumah Sakit, dan Satgas COVID-19 untuk mengupayakan pengendalian penyebaran pandemik supaya beban rumah sakit dapat dikurangi. Salah satunya, melalui sentralisasi isolasi kasus pasien COVID-19 yang bergejala ringan atau sedang.

Ketujuh, segera membenahi jalur informasi dan komunikasi yang terpercaya, yang menjadi rujukan dan acuan warga dalam menghadapi pandemik.

Kedelapan, tidak mendesain program pengendalian pandemik yang tidak berlandaskan sains, buru-buru dan gegabah, tidak tepat sasaran, yang pada akhirnya kian merugikan masyarakat dan membawa dampak ekonomi dan kesehatan yang lebih buruk, serta berkoordinasi erat dengan organisasi/pakar kesehatan dan pengendalian wabah yang berkompeten dan independen, termasuk dengan Satgas Nasional.

Baca Juga: Terima Saran, Wali Kota Makassar Akui Detektor COVID Butuh Pembenahan

3. Kunjungan rumah Detektor dianggap membuka lebar potensi penularan

Tim Detektor Pemkot Makassar. Dok. IDN Times/Istimewa

Seruan bersama ini hadir setelah sejumlah wakil kelompok masyarakat dan mahasiswa berkumpul dan berbagi keresahan setelah memantau dari dekat jalannya program Satgas Detektor. Ditambah rangkaian seremonial peluncuran Makassar Recover yang mengumpulkan massa dalam jumlah yang sangat besar, di tengah upaya masyarakat untuk saling menjaga, memutus penyebaran virus, dan mengurangi mobilitas.

"Kami menilai narasi yang dibangun dan model peluncuran program yang mengumpulkan massa serta kegiatan COVID-19 Detektor yang secara serempak mengunjungi rumah-rumah warga, justru memperkuat stigma, kian mempertebal ketidakpercayaan masyarakat terhadap upaya-upaya penanganan pandemik, membuka lebar potensi penularan, menimbulkan keresahan," kata Imam.

Adapun seruan evaluasi ini diinisiasi oleh Nur Isdah Idris (dosen Hubungan Internasional Unhas) dan Lily Yulianti Farid (Pendiri dan Direktur Rumata' Artspace/Makassar International Writers Festival). Mereka membentuk kelompok kerja yang terdiri dari organisasi mahasiswa, pakar kesehatan publik, dosen, kalangan profesional dan individu.

Kelompok ini mengadakan diskusi bersama pakar kesehatan masyarakat selama dua hari berturut-turut pada 11 - 12 Juli 2021 untuk merumuskan sejumlah poin yang dinilai mewakili keresahan warga.

Baca Juga: Ribuan Orang Berkerumun di Peluncuran Satgas Detektor COVID Makassar

Berita Terkini Lainnya