Epidemiolog Kritik Detektor Makassar: Tidak Penuhi Syarat Skirining

Satgas Detektor tidak penuhi syarat dalam sejumlah hal

Makassar, IDN Times - Pakar Epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, turut mengkritik Satgas Detektor di Makassar yang akhir-akhir ini banyak mendapat sorotan. Ia menilai petugas satgas belum memenuhi kriteria sebagai pelaksana skrining COVID-19.

Pernyataan Dicky ini disampaikan dalam diskusi virtual bertajuk 'Population based Screening for COVID-19 – Makassar Covid Detector: Bisakah mendeteksi COVID dan Akankan Efektif menekan Penularan COVID-19 di Makassar. Diskusi ini berlangsung melalui aplikasi Zoom, Senin (12/7/2021).

"Kalau di dalam kondisi ini, ya ada sisi bagusnya tapi tidak tepat kalau disebut sebagai population based screening (skrining berbasis populasi). Tidak memenuhi syarat dan di luar bahwa ini pasti ada pro dan kontra, kalau ini yang di program kunjungan rumah saja, tidak apa-apa," ujarnya.

Seperti diketahui, saat ini Pemerintah Kota Makassar tengah menjalankan program penanganan COVID-19 yang diberi nama Makassar Recover. Satgas Detektor merupakan salah satu bagian program tersebut yang bertugas menskrining warga dari rumah ke rumah.

1. Alat skrining harus punya validasi kuat

Epidemiolog Kritik Detektor Makassar: Tidak Penuhi Syarat SkiriningTim Detektor Pemkot Makassar. Dok. IDN Times/Istimewa

Lebih lanjut Dicky menjelaskan terkait kriteria-kriteria ideal pada proses skrining. Pertama, berkaitan dengan penentuan alat tes. Menurutnya, alat yang digunakan harus berkualitas tinggi agar hasil pemeriksaan kesehatan warga lebih akurat.

Kedua, harus ada bukti tingkat tinggi dari uji coba terkontrol secara acak (RCT), atau tinjauan sistematis RCT, tentang manfaat skrining untuk mengetahui kondisi kesehatan warga. Selain itu, RCT juga digunakan untuk menentukan pengobatan untuk mengurangi potensi penyakit bawaan jika warga terpapar COVID-19.

Jika mengacu pada standar yang digunakan Satgas Detektor saat memeriksa warga, kata Dicky, maka hal ini dianggap belum memenuhi kriteria skrining. Sebab Detektor hanya mengukur saturasi oksigen dengan oxymeter, mengukur tekanan darah dengan tensimeter dan mengecek suhu tubuh dengan thermogun.

"Kalau mau skrining, alatnya mesti punya validitas yang kuat. Karena ini kan ditawarkan kepada orang sehat, bukan orang sakit," jelas Dicky.

2. Bukan skrining melainkan visitasi kayak Posyandu

Epidemiolog Kritik Detektor Makassar: Tidak Penuhi Syarat SkiriningHari kedua pelaksanaan pendataan warga oleh tim Detektor dan nakes wilayah kelurahan Bontoala Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (11/7/2021). Dok. IDN Times/Master Makassar Recover Kecamatan Bontoala

Menurut Dicky, Satgas Detektor COVID-19 Makassar bukan proses skrining berbasis populasi melainkan hanya pendataan atau kunjungan rumah yang disebut visitasi. Apalagi pemeriksaan hanya menyasar tiga hal tersebut yakni saturasi oksigen, tekanan darah, dan suhu tubuh. 

"Itu namanya visitasi aja, kunjungan rumah, kayak Posyandu, atau program kesehatan masyarakat kita," ucapnya.

Visitasi semacam ini, kata Dicky, tidak tepat dikatakan sebagai skrining. Karena pada dasarnya skrining ditujukan untuk orang sehat.

Metode seperti ini, baiknya diterapkan untuk orang-orang yang sedang menjalani isolasi mandiri karena kondisinya memang harus terus dipantau.

"Yang begini lebih bisa diterapkan untuk memantau orang yang sedang isoman. Tapi kalau tidak ada status, terus didatangi, ini malah jadi terkoneksi," katanya.

Adapun pengertian skrining menurut WHO adalah identifikasi dugaan penyakit melalui tes, pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat diterapkan dengan cepat. Skrining ditujukan untuk semua orang, dalam populasi target yang teridentifikasi yang tidak memiliki gejala penyakit.

Baca Juga: Satgas Detektor COVID Makassar Jadi Sorotan, Warga Ungkap Kekhawatiran

3. Tak tepat dilaksanakan di masa PPKM mikro

Epidemiolog Kritik Detektor Makassar: Tidak Penuhi Syarat SkiriningHari kedua pelaksanaan pendataan warga oleh tim Detektor dan nakes wilayah kelurahan Bontoala Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (11/7/2021). Dok. IDN Times/Master Makassar Recover Kecamatan Bontoala

Salah satu penyebab Detektor COVID-19 Makassar banjir kritikan karena kunjungan dari rumah ke rumah ini dilakukan di tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro. Dalam masa ini, masyarakat dituntut untuk tidak berkerumun demi menghindari kontak langsung.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Banyak foto Satgas Detektor yang beredar di media sosial yang menampilkan pelanggaran protokol kesehatan seperti berkerumun. Kerumunan itu bahkan sudah terlihat sejak peluncurannya beberapa waktu lalu.

Dicky menilai kunjungan dari rumah ke rumah Detektor ini tidak tepat dilaksanakan di tengah pelaksanaan PPKM mikro. Karena dalam situasi ini, masyarakat benar-benar harus membatasi mobilitas.

Kunjungan dari rumah ke rumah ala Detektor, kata Dicky, sebenarnya berpotensi menjadi perantara pergerakan virus. Apalagi selama ini 85 persen kasus COVID-19 juga terjadi di rumah-rumah.

"Kalau secara umum ini bisa berpotensi membuat jadi perantara pergerakan virus. Saya kira harus dievaluasi kalau melihat begini," katanya.

Baca Juga: Hari Pertama, Satgas Detektor Data Kesehatan 21 Ribu Warga Makassar

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya