Terima Mahar Politik di Pilkada, Pengurus Parpol Bisa Dibui 6 Tahun
Selain hukuman penjara, ada sanksi denda hingga Rp1 miliar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Makassar menegaskan larangan praktik mahar politik jelang pemilihan wali kota tahun 2020. Pengurus partai politik diingatkan tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun, dalam proses pencalonan kepala daerah.
Peringatan disampaikan kepada seluruh partai politik yang berencana mengusung pasangan calon wali kota dan wakil wali kota di Pilkada Makassar. Saat ini sejumlah parpol tengah membuka penjaringan kandidat bakal calon.
"Intinya, bagi pengurus yang sengaja melakukan perbuatan melawan hukum pada proses pencalonan tersebut akan mendapatkan sanksi," kata Koordinator Divisi Penindakan dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu Makassar Sri Wahyuni Ningsih kepada wartawan di Makassar, Selasa (5/11).
Apa saja sanksi bagi pengurus parpol yang terbukti melakukan praktik mahar politik? Berikut penjelasannya.
1. Ancaman penjara minimal tiga tahun
Sri Wahyuni menerangkan, larangan praktik mahar politik secara tegas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pada Pasal 47 ayat (1), dijelaskan bahwa anggota partai politik atau anggota gabungan parpol tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan gubernur dan wakil, wali kota dan wakil, serta bupati dan wakil.
Sanksi bagi pelanggaran aturan mahar politik tertuang dalam Pasal 187B. Pelakunya diancam hukuman penjara paling singkat 36 bulan atau tiga tahun, dan maksimal 72 bulan atau enam tahun.
"Di samping sanksi kurungan, pelaku pelanggaran juga dijerat dengan denda paling sedikit Rp300 juta dan paling banyak Rp1 miliar," Sri menyebutkan.
Baca Juga: Bawaslu Makassar Usut Tiga Temuan Kasus Politik Uang
Baca Juga: Bawaslu Makassar Ingin Anggaran di Pilkada Ditambah, Ini Alasannya