TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

May Day, Buruh Makassar Serukan Tolak Upah Murah

Buruh akan gelar aksi di jalan Rabu 1 Mei 2019

ilustrasi demo buruh saat Hari Buruh Internasional (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

Makassar, IDN Times - Gerakan Rakyat Untuk Buruh (Gerak Buruh) dengan perkiraan massa dua ribu orang akan turun ke jalan untuk memperingati Hari Buruh atau May Day di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (1/5). Tahun ini, mereka kembali berdemonstrasi menuntut perbaikan sistem ketenagakerjaan.

Gerak Buruh yang menaungi tiga federasi buruh dan 22 organisasi lintas lembaga, berencana menggelar long march di Jalan Urip Sumoharjo. Mereka akan menyampaikan aspirasi di hadapan pengguna jalan yang melintas.

“Saat ini kawan-kawan buruh masih terjebak pada politik upah murah. Penerapan kontrak outsourcing yang merugikan juga masih ditarapkan di negara kita,” kata perwakilan Gerak Buruh Muhammad Chaidir, pada konferensi pers di Makassar, Selasa (30/4).

Baca Juga: May Day 2019, Buruh Tolak Joget Bareng Pemerintah

1. Buruh minta Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 Tentang Pengupahan dicabut

IDN Times / Aan Pranata

Chaidir dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mengatakan, sampai saat ini buruh tetap menyuarakan penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Peraturan itu menjadi dasar pengupahan di Indonesia, yang kemudian jadi ujung tombak penerapan upah murah terhadap pekerja.

Salah satu ketimpangan PP 78/2015 adalah penentuan upah minimum yang menggunakan standar upah lajang. Padahal sebagian pekerja tidak lajang, atau punya keluarga untuk dihidupi.

“Belum lagi dengan sistem kontrak dan outsourcing, yang memungkinkan pekerja di-PHK dalam dua atau tiga tahun. Sehingga buruh tidak punya kepastian tentang pekerjaan,” ucap Chaidir.

2. Pemerintah dinilai tidak tegas menindak perusahaan yang melanggar aturan

Pekerja pabrik (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)

Dari tahun ke tahun, Gerak Buruh terus menyuarakan buruknya sistem outsourcing, sistem yang buruk kemudian diikuti pelanggaran syarat oleh perusahaan. Parahnya, pemerintah tidak tegas mencegah atau menindak lebih jauh pelanggaran tersebut.

Aktivis Gerak Buruh, Syamsul mengungkapkan, 1 Mei jadi momentum untuk mengonsolidasikan beragam isu perburuhan. Isu perbudakan modern diharapkan bakal memperkuat persatuan rakyat untuk membangun politik alternatif.

“Kita membuka ruang gerakan rakyat untuk mendukung buruh. Kita serukan kepada gerakan-gerakan untuk bersama-sama membangun konsolidasi kekuatan rakyat,” katanya.

3. Pekerja perempuan rentan kekerasan

Pegawai pabrik (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Jelang Hari Buruh, Solidaritas Perempuan Anging Mammiri menyoroti kerentanan perempuan mengalami kekerasan seksual di tempat kerja. Ini terutama terjadi pada sektor buruh migran.

Pada sepanjang tahun 2018, terdapat 18 kasus kekerasan seksual terhadap buruh migran asal Sulsel. Kekerasan utamanya rentan terjadi pada dua sektor yang lingkungan kerjanya terisolasi, yakni buruh rumah tangga dan kelapa sawit.

Aktivis SP Anging Mammiri Musdalifah Jamal mengatakan, bentuk kekerasan yang dialami pekerja perempuan cukup berlapis. Situasi itu rentan terjadi mulai dari berangkat hingga pulang kerja.

“Saat ini, teman-teman mendorong rancangan undang-undang kekerasan seksual, tapi pembahasannya baru sebatas sampai legislasi. Artinya terjadi pengabaikan terhadap perempuan oleh lembaga parlemen dan pemerintah,” ujarnya.

Berita Terkini Lainnya