TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jerit Hati Nelayan Tradisional di Manado yang Kini Kesulitan Melaut

Reklamasi berdampak cukup besar bagi nelayan tradisional

Nelayan di pesisir Sindulang, Manado, Sulut, menambatkan perahunya hingga ke badan jalan, Jumat (8/4/2022). IDN Times/Savi

Manado, IDN Times – Sejak reklamasi pantai pada tahun 1995, nelayan tradisional di Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut), menemui banyak kesulitan. Salah seorang nelayan bernama Wance As (71), menyebut bahwa dirinya dan nelayan lain di pesisir Sindulang, Manado, sulit menambatkan perahu di pantai.

“Dulu sewaktu mau direklamasi, kami dijanjikan tetap bisa melaut dan ada tempat tambatan perahu. Ternyata justru lebih susah berlabuh,” kata Wance, Jumat (8/4/2022).

Reklamasi juga membuat nelayan harus lebih jauh melaut, dengan jumlah ikan yang didapat tidak seberapa.

1. Nelayan sulit menambatkan perahu

Nelayan tradisional di pesisir Sindulang, Manado, Sulut, memperbaiki perahunya, Jumat (8/4/2022). IDNTimes/Savi

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Melky Mangantara, nelayan di Bahu, Malalayang, Kota Manado. Saat pulang dari melaut pada Selasa, 5 April 2022, perahu Melky justru terbalik dihantam ombak saat masuk ke muara Sungai Bahu.

Melky selamat, namun ia harus merelakan 6 ember ikan teri hanyut digulung ombak. Ketua Kelompok Nelayan Goropa Bahu, Dantje Paiman mengatakan, kejadian tersebut sering terjadi.

“Karena tidak ada tempat tambatan perahu, nelayan harus masuk ke muara sungai dan itu melawan arus. Arus kencang bertemu dengan ombak yang membuat perahu mudah terbalik,” jelas Dantje.

Tidak adanya tambatan perahu juga membuat para nelayan di pesisir Sindulang terpaksa menaikkan perahu hingga ke badan jalan ketika cuaca buruk. Hal tersebut dilakukan agar perahu nelayan tidak hanyut terbawa arus.

2. Definisi melaut bagi nelayan Kota Manado berubah

Dua nelayan tradisional mengamati cuaca buruk di pesisir Sindulang, Manado, Sulut, Jumat (8/4/2022). IDNTimes/Savi

Reklamasi pesisir Manado juga membuat nelayan kehilangan sumber pencaharian. Wance menyebut, sekitar 20 tahun lalu, ia dan nelayan lainnya masih bisa mendapatkan hasil laut bernilai tinggi seperti cumi-cumi, udang, ikan tuna, hingga tenggiri.

Kini, hasil laut bernilai tinggi yang dijual di Kota Manado tersebut justru diperoleh dari Ternate, Maluku Utara. “Sekarang kami hanya mendapatkan hasil-hasil kecil seperti ikan oci, tude, dan malalugis,” terang Wance.

Itupun, Wance hanya bisa mendapatkan ikan-ikan tersebut dalam ukuran kecil sehingga masih harus dibudidayakan selama kurang lebih 6 bulan dalam keramba. “Sekarang sudah tidak ada lagi itu nelayan mencari ikan di laut lalu hasilnya langsung dijual di darat. Kami hanya dapat ikan oci, tude, atau malalugis ukuran kecil lalu dibawa ke keramba. Harus diberi makan setiap hari selama 6 bulan,” jelas Wance.

Jika cuaca buruk, para nelayan tradisional otomatis tidak bisa melaut untuk memberi makan ikan-ikan di keramba.

Berita Terkini Lainnya