TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aktivis SSI Apresiasi Komnas HAM soal Polemik Tambang Emas di Sangihe

Aktivis SSI sebut masyarakat Sangihe menunggu selama setahun

Konferensi pers Komnas HAM terkait tindaklanjut penolakan PT Tambang Mas Sangihe di Kepulauan Sangihe, Sulut, Senin (28/3/2022). IDNTimes/Savi

Manado, IDN Times – Setelah ditunggu-tunggu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM akhirnya menindaklanjuti kasus penolakan tambang emas PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut). Terkait hal tersebut, Aktivis Save Sangihe Island (SSI), Jull Takaliuang memberikan apresiasi.

"Ini kemajuan besar meski kami harus menunggu selama kurang lebih setahun sejak April 2021," ujar Jull, Selasa (29/3/2022).

Komnas HAM sendiri sudah bertemu dengan berbagai elemen masyarakat mulai dari tokoh adat, institusi agama, budayawan, Bupati Sangihe Jabes Ezar Gaghana, hingga komunitas penghayat. Berdasarkan temuan di lapangan, Komnas HAM menyatakan tak ada masyarakat Sangihe yang pro dengan keberadaan PT TMS.

"Berarti temuannya sama dengan temuan kami. Jadi harapannya, Komnas HAM bisa membuat rekomendasi yang objektif dan jaminan rasa aman terhadap kehidupan masyarakat Sangihe. Kami tidak mengintervensi, hanya memfasilitasi untuk bertemu masyarakat," sambung Jull.

1. Save Sangihe Island bantah mendukung penambang emas tradisional

Konferensi pers Komnas HAM terkait tindaklanjut penolakan PT Tambang Mas Sangihe di Kepulauan Sangihe, Sulut, Senin (28/3/2022). IDNTimes/Savi

Jull mengatakan hingga saat ini belum ada pelanggaran HAM berat yang terjadi selama penolakan PT TMS. “Tetapi bukan berarti kita harus menunggu ada pelanggaran HAM berat dulu baru ditindaklanjuti. Kita harus mengantisipasi,” ucap Jull.

Di sisi lain, Jull tak menampik bahwa aktivitas tambang emas tradisional juga sudah merusak lingkungan. Dua tahun lalu, para pemilik dan pekerja tambang emas tradisional di Sangihe bahkan sudah diproses secara hukum dan banyak yang masuk penjara.

Jull juga tak mengelak bahwa ada beberapa pihak dari tambang emas tradisional yang tergabung dalam SSI. “Saya tidak akan membela siapapun, termasuk jika tambang emas tradisional ditutup. Mereka pun tidak masalah jika tambang emas tradisionalnya ditutup, asal PT TMS tidak masuk,” tambah Jull.

Di sisi lain, SSI sendiri menggalang dana dari berbagai pihak dan tak menolak sumbangan dari para penambang emas tradisional. “Kalau kemudian mereka mau menyumbang, tidak masalah. Tapi bukan berarti kami setuju bahwa nanti mereka yang akan menambang emas,” jelas Jull.

Baca Juga: Greenpeace: Wakil Bupati Sangihe Bersama Rakyat Tolak Tambang Emas

2. Keberadaan tambang emas tradisional sudah merusak lingkungan

Konferensi pers Komnas HAM terkait tindaklanjut penolakan PT Tambang Mas Sangihe di Kepulauan Sangihe, Sulut, Senin (28/3/2022). IDNTimes/Savi

Dari segi hukum, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014, Sangihe merupakan pulau kecil dengan ukuran kurang dari 2 ribu kilometer persegi, yaitu hanya 737 kilometer persegi. Hal ini juga yang menjadi dasar masyarakat menolak keberadaan PT TMS.

“Masyarakat khawatir keberadaan tambang emas akan merusak ekosistem dan sistem budaya turun temurun. Masyarakat tahu bahwa ada emas di Sangihe, tapi mereka selalu diingatkan oleh para tetua untuk menjaga alam,” terang Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, saat konferensi pers Senin, 28 Maret 2022.

Selain bertemu masyarakat Sangihe, Komnas HAM juga sudah menyurat ke PT TMS untuk bertemu, namun tidak ada respons. Rencananya, Komnas HAM akan memanggil PT TMS ke Jakarta. “Kami juga sudah bertemu gubernur Sulut, dan respon beliau adalah mengikuti keputusan pemerintah pusat karena yang mengeluarkan regulasi dari pusat,” kata Taufan.

Tak hanya masyarakat, Bupati Kepulauan Sangihe, Jabes Ezar Gaghana juga menolak pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT TMS. Jabes diketahui memprioritaskan pembangunan Sangihe di bidang pertanian, perikanan, dan pariwisata yang tidak merusak lingkungan.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, juga mengatakan saat ini di Sangihe sudah ada masyarakat yang menambang emas dengan cara tradisional. Meski skalanya kecil, namun pencemaran lingkungan sudah terasa.

“Air sungai dan laut jadi keruh, masyarakat sudah tidak bisa menggunakan air tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi kalau ada tambang emas skala besar,” ujar Sandra.

Saat ini, PT TMS sudah menegosiasi lahan dan membuat jalan. Jika terus dilanjutkan, tak dapat dimungkiri bahwa akan ada potensi pelanggaran HAM.

Baca Juga: Polda Sulut Resmi Tutup Kasus Kematian Wakil Bupati Sangihe Helmud

Berita Terkini Lainnya