TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Lilin dan Mawar Putih Hiasi Malam Doa Bersama Lintas Iman di Sulteng

Gerakan Perempuan Bersatu gagas gerakan antikekerasan

Peserta sedang khusyuk ketika bergulir doa bersama lintas iman, Rabu (2/12/20) malam | IDN Times/M. Faiz Syafar

Palu, IDN Times - Gerakan Perempuan Bersatu Sulawesi Tengah, Rabu (2/12/2020) malam, menggelar kegiatan Doa Lintas Iman menyikapi peristiwa kekerasan yang terjadi di Dusun Lewonu, Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Jumat, 27 November lalu.

Direktur Lingkar Belajar untuk Perempuan (Libu) Sulteng, Dewi Rana, salah satu penggagas kegiatan, mengatakan acara ini dilaksanakan untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat agar bersama-sama menghapus segala bentuk kekerasan.

“Kegiatan ini di belakangnya itu kolaborasi semua organisasi perempuan dan organisasi gerakan yang peduli terhadap penghapusan segala bentuk kekerasan, termasuk kelompok rentan lainnya,” kata Dewi Rana di atrium Taman GOR Kota Palu, Rabu.

1. Kekerasan di Lembantongoa Sigi menambah rentetan peristiwa pilu di Sulteng

Ratusan peserta doa damai lintas iman sedang khidmat mengikuti proses acara | IDN Times/M. Faiz Syafar

Tragedi kemanusiaan di Lembantongoa beberapa hari lalu, kata Dewi, menambah rentetan kejadian memilukan yang dirasakan masyarakat Sulteng. Salah satunya terkait bencana alam yang saban hari terjadi.

“Kita tahu bahwa kita baru saja terkena bencana (alam), setelah itu kita dapat COVID-19 lagi, setelah itu terorisme. Begitu panjang penderitaan yang kita hadapi,” ujarnya.

Baca Juga: Kasus Teror Sigi, Jusuf Kalla: Kerahkan Semua Upaya Tumpas Sampai Akar

2. Tragedi kemanusiaan menjadikan perempuan dan anak sebagai korban utama

Seorang anak terlihat senang memegang boneka dan bunga mawar di acara doa damai lintas iman Sulteng | IDN Times/M. Faiz Syafar

Dewi menyebut, tragedi Sigi yang didalangi kelompok teroris bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) membuat korban, terutama perempuan dan anak sangat dirugikan.

Saat kejadian di Sigi, kata Dewi, istri dari korban yang dibunuh secara sadis harus berlari menyelamatkan diri ke dalam hutan sembari memapah anak dan ibunya.

“Semua tragedi bencana (alam) maupun kemanusiaan, perempuan dan anaklah yang menjadi korban utama,” ucap Dewi.

Baca Juga: Bahas Teror Sigi, Polda Sulteng Dialog dengan Tokoh Agama

Berita Terkini Lainnya