TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Masjid Tertua Donggala, Bertahan meski Berkali-kali Dihantam Tsunami

Masjid itu jadi tonggak penyebaran Islam di Donggala Sulteng

Tampak bangunan Masjid Al-Amin di Desa Wani, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. IDN Times/Kristina Natalia

Donggala, IDN Times - Surat wakaf tanah seluas 45x54 m2, tertanggal 3 Desember 1906 masih tersimpan rapi di Masjid Al-Amin di Jalan Agil Al-Mahdali, Desa Wani, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

Masjid itu dibangun oleh Syarifah Isa binti Yahya Al-Mahadali, cucu Sayd Agil Al-Mahadali, seorang saudagar dari Yaman, Timur Tengah. Sayd Agil Al-Mahadali disebut sebagai orang pertama yang memperkenalkan Islam di kawasan pesisir pantai Kabupaten Donggala.

1. Masjid tertua di Donggala tercatat sebagai bangunan cagar budaya

Masjid Al-Amin berada di tengah puing-puing bangunan bekas Tsunami pada 2018 lalu. IDN Times/Kristina Natalia

Masjid Al-Amin dibangun dengan sentuhan arsitektur Arab, Melayu, India dan Thionghoa. Meski sudah tiga kali dihantam tsunami, masjid berwarna hijau putih ini masih kokoh berdiri di tengah puing-puing bangunan lain.

Sudah beberapa kali masyarakat sekitar merehabilitasi bangunan masjid yang sudah mulai lapuk dimakan waktu. Meskipun begitu, pengurus masjid sepakat tidak mengubah bentuk dan model masjid. Pada 2010 silam, masjid tertua di Donggala itu secara resmi masuk dalam daftar cagar budaya.

Saat ini, kepengurusan Masjid Al-Amin dipercayakan kepada Tahir Syarif Al-Mahdali (63). Ia juga diberi amanat untuk menjaga masjid itu.

Baca Juga: Desa Dalaka Donggala yang Bertahan Jadi Sentra Produksi Kapuk

2. Ada Alquran berusia ratusan tahun di Masjid Al-Amin Donggala

Alquran dan bantal balok berusia ratusan tahun yang disimpan di Masjid Al-Amin, Desa Wani, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. IDN Times/Kristina Natalia

Di Masjid yang berada di tengah Kampung Wani ini terdapat Alquran yang diperkirakan berusia 200-an tahun. Warna kertasnya kecokelatan dengan panjang 50 cm dan lebar 30 cm.

Alquran ini dibungkus dengan kain putih dan disimpan dalam sebuah lemari kayu. Lembar masing-masing Alquran tua itu juga sudah terpisah-pisah, namun tulisannya masih bisa dibaca dengan jelas.

Selain Alquran, pengurus masjid juga menyimpan bantal balok yang dulunya digunakan oleh imam masjid untuk beristirahat.

“Kita simpan satu kain dengan Alquran itu,” sebut Tahir saat berbincang dengan IDN Times di Donggala, Selasa (20/4/2021).

Menurut Tahir, keberadaan Alquran tua menjadi bukti penyebaran Islam di Kabupaten Donggala. Kata dia, Alquran itu juga pernah diminta oleh pihak museum namun tidak diberikan.

“Cuman sampai sekarang kami tidak tahu siapa yang bawa ini Alquran pertama. Alquran ini juga selamat dari tsunami, padahal kalau dipikir jarak pantai dengan masjid ini dekat, tembok masjid saja hancur,” terangnya.

Baca Juga: Cerita Nelayan Desa Tompe Donggala, Bangun Huntap dari Uang Sendiri

Berita Terkini Lainnya