TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Setahun Gempa-Tsunami Palu: Tiga Puluh Menit Kelabu di Jumat Sore

Aktivitas Sesar Palu Koro turut menyebabkan likuifaksi

ANTARA FOTO/BNPB

Makassar, IDN Times - Tanggal 28 September 2018 takkan dilupakan oleh seluruh penduduk kota Palu dan Kabupaten Donggala. Semburat jingga menyinggahi langit pesisir Pantai Talise. Kesan damai iringi aktivitas warga pada Jumat sore itu. Namun, mereka tengah siaga lantaran pada pukul 3 sore sebelumnya terjadi gempa dengan kekuatan M6,1. Tepat pada pukul 18.02 WITA, sesar Palu Koro kembali bergerak.

Timbullah gempa bumi berkekuatan M7,5 yang dirasakan warga Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi, Kabupaten Poso dan Kabupaten Tolitoli. Selain itu, getaran juga sampai ke sejumlah wilayah tetangga seperti Mamuju (Sulawesi Barat), Makassar (Sulawesi Selatan), Balikpapan dan Samarinda (Kalimantan Timur), bahkan Tawau di Malaysia.

Sesar Palu Koro sendiri memang sesar paling aktif di Pulau Sulawesi --bergeser 7 cm pertahun--. Kendati demikian, sesar tersebut justru paling sedikit menjadi target penelitian. Laporan-laporan ilmiah selama ini hanya berkisar sesar di darat dan bukan di bawah laut. Minim informasi, namun memiliki potensi bahaya. Wahyu P. Pandoes dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) menyebut kekuatan gempa ini setara dengan 200 kali bom Hiroshima.

1. Proses likuifaksi di Balaroa dan Petobo membuat ratusan rumah tenggelam. Ratusan jiwa juga dilaporkan hilang

ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Setelah gempa yang berdurasi 3-7 menit, terjadi proses pencairan tanah alias likuifaksi. Tiga lokasi dengan dampak terparah yakni Kelurahan Petobo dan Perumnas Balaroa --keduanya di Kota Palu-- dan Desa Jono Oge di Kabupaten Sigi, yang berjarak hampir 16 kilometer dari ibu kota Sulawesi Tengah. Tiga wilayah tersebut berada tepat persis di atas Sesar Palu Koro.

Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adrin Tohari, beberapa hari setelah bencana menyebut bahwa likuifaksi terjadi lantaran endapan sedimen tanah berumur muda belum lagi mengalami pemadatan. Maka, tanahnya rentan mengalami pencairan ketika gempa dengan kekuatan besar terjadi. 

Menurut keterangan saksi mata, lumpur mencuat dari bawah permukaan tanah. Tanah bergeser hingga puluhan meter. Bangunan rumah dan korban yang tak sempat menyelamatkan diri pun tenggelam hidup-hidup. Kontur tanah yang sebelumnya datar pun retak nan bergelombang. Kebun warga terseret jauh dari tempatnya semula. Jalan aspal terkelupas, adapula yang amblas lebih dari tiga meter.

Baca Juga: Potret Setahun Tragedi Gempa, Tsunami, Likuefaksi di Palu & Sekitarnya

2. Tsunami yang menyapu pesisir pantai Palu dan Kabupaten Donggala memiliki ketinggian antara tiga hingga tujuh meter

ANTARA FOTO/BNPB

Pukul 18.07 WITA, atau setelah gempa kedua selesai, peringatan tsunami dikeluarkan melalui Kementerian Telekomunikasi dan Infomatika (Menkominfo) serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Penduduk Donggala diberitahu untuk bersiap menghadapi tsunami dengan ketinggian 0,5 hingga 3 meter. Adapun Palu disebut bakal dihantam tsunami dengan tinggi kurang dari setengah meter. Namun, tsunami justru lebih tinggi dari perkiraan yakni antara dua hingga tujuh meter.

Pihak berwenang mengestimasi tsunami datang dalam waktu 20 menit. Pukul 18:27 WITA, BMKG Mamuju mendeteksi bahwa gelombang laut memang terjadi. Peringatan tsunami dirilis pada 18.37 WITA, kemudian dicabut tak berapa lama berselang. Timbul kebingungan di media sosial. Apakah peringatan tersebut dicabut karena tsunami tidak terjadi atau dicabut setelah terjadi? BMKG Pusat berkilah yang kedua, namun tak serta merta mendinginkan kritik di linimasa media sosial.

Sementara itu di Pantai Talise, kendati peringatan telah disampaikan via pesan pendek dan televisi, banyak peserta Festival Palu Nomoni tidak menyadari bahwa tsunami sedang menuju daratan. Acara yang dihelat untuk memeriahkan ulang tahun kota Palu tersebut tetap dilanjutkan. Saksi mata menyebut puluhan orang masih berada di bibir pantai ketika tsunami menyapu destinasi wisata andalan Sulteng tersebut.

Baca Juga: Nippon Academy Japan Sumbang  Mahasiswa Korban Gempa Palu di Makassar

Berita Terkini Lainnya