TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pejabat KKP Sudah Curiga Kejanggalan Ekspor Benih Lobster

Ada 30 perusahaan yang ditetapkan sebagai eksportir

Edhy Prabowo memegang udang di Pandeglang, Banten. Instagram.com/edhy.prabowo

Makassar, IDN TimesKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, Rabu dini hari (25/11/2020). Ketua KPK Firli Bahuri menyebut penangkapan terkait kebijakan ekspor benih lobster.

“Yang bersangkutan diduga terlibat korupsi dalam penetapan izin ekspor baby lobster,” kata Firli Bahuri saat dikonfirmasi, Rabu.

Edhy Prabowo membuka keran ekspor benih lobster pada Mei 2020, setelah dilarang pada era Susi Pudjiastuti. Legalisasi ekspor tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 yang terbit 5 Mei, sekaligus membatalkan larangan penangkapan dan perdagangan baby lobster pada Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2016.

Laporan majalah Tempo pada edisi 4 Juli 2020 mengungkap janggalnya kebijakan Menteri Edhy. Disebutkan bahwa cuma berselang sebulan setelah keran dibuka, KKP sudah menetapkan 30 perusahaan sebagai eksportir. Bahkan pelaksanaan ekspor sudah dimulai pada pertengahan Juni, yang berakhir kisruh.

Menurut laporan itu, kebijakan ekspor benih lobster jadi pergunjingan pejabat di lingkungan KKP. Mereka ragu eksportir bisa merealisasi ekspor, setidaknya dalam waktu satu tahun.

“Tidak mungkin ekspor bisa dilakukan hanya sebulan dari keluarnya aturan,” kata seorang pejabat yang dikutip Tempo. “Namun semua tertekan. Apalagi sebelum kebijakan ekspor ini dibuka ada konsultasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Sekretariat Kabinet.”

Baca Juga: Diciduk KPK, Edhy Prabowo Pernah Bilang Siap Diaudit soal Baby Lobster

1. Pengiriman benur jadi pergunjingan di Kementerian

Edhy Prabowo memegang benur udang windu, bandeng, calon indukan sidat. Instagram.com/edhy.prabowo

Menurut laporan Tempo, ekspor dimulai pada Jumat, 12 Juni 2020. Sedangkan ekspor kedua oleh tiga perusahaan pada 17 Juni 2020 gagal. Dokumen kelengkapan ekspor menuju Ho Chi Minh, Vietnam, belum selesai dimasukkan ke sistem Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, sehingga mereka ketinggalan pesawat.

Menurut pejabat di KKP, dua kali pengiriman benur itu bikin geger di lingkup internal kementerian. Laporan mengutip bahwa pejabat Kementerian menyebut pengiriman pertama sebagai skandal sebab diduga tidak dikenai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pejabat lain menyebut ekspor itu tidak melibatkan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), yang seharusnya berwenang mengurusi penetapan waktu pengeluaran benih lobster.

“Semuanya diterabas,” kata pejabat itu.

2. Perusahaan klaim sudah mengikuti aturan ekspor benih lobster

KKP melepasliarkan 95.610 benih lobster (Dok. KKP)

Laporan juga memuat pernyataan PT Royal Samudera Nusantara, salah satu perusahaan yang ditunjuk sebagai eksportir benih lobster. Direktur Operasi perusahaan itu, Ande Irfan Alafhi mengatakan dia bingung karena rencana ekspor pada 17 Juni gagal terealisasi.

Menurut Ande, perusahaannya sudah melengkapi semua dokumen yang dibutuhkan untuk ekspor. Termasuk pembayaran BNBP. Waktu itu pihaknya berencana mengirim 8.025 ekor benur ke Vietnam.

“Masih ikuti aturan lama, bank garansi juga sudah kita buat. Cuma, enggak bisa berangkat,” kata Ande.

3. Perhitungan nilai penerimaan negara belum jelas

Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Laporan yang sama menyinggung soal belum terangnya perhitungan nilai PNBP dari ekspor benur lobster. Sebab Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang PNBP di lingkungan KKP masih dibahas bersama lintas kementerian dan Lembaga.

Merujuk pada PP 75/2015, PNBP per seribu ekor benur cuma bernilai Rp250. Jika pada 12 Juni lalu ada 97.500 benur yang diekspor, PNBP yang diterima cuma Rp24 juta lebih. Padahal jika benur sudah menjadi induk, nilai PNBP bisa mencapai Rp97,5 juta.

Baca Juga: Polemik Benih Lobster: Pembudi Daya Cuma Penonton, Eksportir Sejahtera

Berita Terkini Lainnya