TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

EBT dan Transformasi Industri, Kunci RI Menuju Negara Maju 2045

IDF 2022 menghasilkan masukan bagi strategi pembangunan

Menteri BPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (tengah) membuka Indonesia Development Forum (IDF) 2022 yang digelar di Bali, 21-22 November 2022. (Dok. Bappenas)

Makassar, IDN Times –  Masyarakat dunia tengah bergerak menuju dekarbonisasi. Indonesia sebagai pengekspor batu bara terbesar di dunia menghadapi tantangan disrupsi, namun di sisi lain ada harapan yang lebih besar.

Profesor Ricardo Hausmann, ekonom dari Harvard University mengungkapkan bahwa Indonesia bisa memegang posisi penting di masa depan karena punya potensi besar pada energi baru terbarukan (EBT). Ada potensi lebih dari 200 GW tenaga surya yang baru terpakai 0,5 persen. Energi air dengan potensi 70GW baru dimanfaatkan 6 persen, sedangkan energi angin dengan potensi hingga 60 GW baru terpakai 0,5 persen.

Salah satu bentuk dekarbonisasi adalah upaya menekan emisi lewat penyediaan energi bersih, seperti berbasis listrik. Di sana Indonesia bisa mengambil peran. Sebab selain berbagai potensi di atas, ada harta karun lain berupa nikel, bahan utama membuat baterai listrik. Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia bersama Australia.

“Dalam 12 tahun ke depan, jika dunia menuju dekarbonisasi, permintaan produksi nikel akan meningkat 200 persen. Ini input penting pada produksi baterai,” kata Hausmann, saat memberi kuliah umum pada acara puncak Indonesia Development Forum (IDF) 2022, yang disiarkan langsung via YouTube Bappenas RI dari Bali, Senin (21/11/2022).

Indonesia Development Forum (IDF) 2022 yang mengusung tema “The 2045 Development Agenda: New Industrialization Paradigm for Indonesia’s Economic Transformation” digelar di Bali, pada 21-22 November 2022. Forum itu diselenggarakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menghasilkan masukan bagi strategi pembangunan. IDF juga menjadi ajang partisipasi publik dan mitra pembangunan untuk ikut aktif terlibat dalam diskursus pembangunan nasional.

Dalam paparannya, Hausmann mengatakan Indonesia bisa memaksimalkan pemanfaatan nikel untuk mengangkat perekonomian. Nikel bisa jadi sumber pertumbuhan untuk mengejar target menjadi negara maju, seperti yang dicita-citakan terjadi pada tahun 2045. Dekarbonisasi menawarkan peluang baru bagi Indonesia untuk maju lewat industri hijau yang berkelanjutan.

Emisi karbon global, kata Hausmann, 31 persen disumbangkan oleh industri manufaktur. Saat bergerak menuju dekarbonisasi, industri akan berupaya mencari dan mendekati sumber energi hijau. Sebab itu lebih mudah dibandingkan mendatangkannya, seperti misalnya mendatangkan bahan baku minyak dan batu bara.

“Energi terbarukan lebih susah dipindahkan. Industri berbasis energy-intensive ingin berlokasi di dekat tempat yang kaya energi hijau. Pesan pentingnya: dunia mencari lokasi yang punya green energy,” ucap Hausman.

Baca Juga: Strategi Pemerintah agar Industri Halal Indonesia Berkuasa di Global

1. Dibutuhkan industri yang kompleks dan saling terhubung

Prof Ricardo Hausmann dari Harvard University membahas soal pentingnya kompleksitas sebuah industri pada Indonesia Development Forum (IDF) 2022). (YouTube/Bappenas RI)

Ekonom senior sekaligus Menteri PPN/Kepala Bappenas periode 2016-2019 Bambang Brodjonegoro membenarkan pendapat Profesor Hausmann. Menurutnya, green economy bisa jadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan selain manufaktur, jasa, dan sektor digital.

“Kuliah Hausmann sangat relevan. Indonesia harus bisa mencari sumber pertumbuhan yang bisa mengangkat kita ke negara maju,” ucap Bambang, berbicara pada sesi yang sama.

Bambang menekankan poin lain yang tak kalah penting dari kuliah Hausmann. Menurut dia, kunci kesuksesan transformasi ekonomi sebuah negara adalah saat mampu membangun industri yang kompleks dan connected. Sebuah industri bisa maju lebih cepat jika ditunjang aspek yang beragam dan saling terhubung satu sama lain. Dan dibalik itu dibutuhkan teknologi.

Bambang mencontohkan peluang Indonesia pada cadangan nikelnya. Menjual nikel mentah berarti tingkat kompleksitasnya rendah, sebab tidak dibutuhkan banyak teknologi di sana. Adapun kompleksitas bisa diwujudkan dengan pemenuhan industri penunjang, misalnya penyediaan smelter hingga pabrik baterai yang jadi bagian integral dari sistem listrik masa depan.

“Indonesia harus jadi produsen baterai terkemuka. Bukan hanya pabrik berlokasi di indonesia, tapi juga menguasai teknologinya. Nikel itu dimanfaatkan untuk produksi much more complex,” kata Bambang.

Menurut Bambang, industri Indonesia selama ini sulit berkembang karena cuma mengandalkan perakitan atau assembly. Secara fisik, pabrik-pabrik didirikan di Indonesia namun produk tidak sepenuhnya diciptakan di sini. Kendalanya ada pada daya dukung riset dan pengembangan yang kurang.

Bambang mendukung visi Indonesia Net Zero Emission untuk mendukung dekarbonisasi. Dia menyebut Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar bisa jadi pemain utama industri di masa depan, terutama di bidang energi, jika menyediakan sistem yang kompleks dan connected.

“Kalau indonesia mau serius masuk, jangan jadi konsumen. Jadi produser yang kompeten. Yang bisa menunjukkan kita bisa menyediakan pembangkit atau teknologi terkait green economy,” ujar Bambang.

2. Banyak potensi untuk transformasi ekonomi dan keluar dari midle income trap

Ekonom senior dan eks Menteri BPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. (YouTube/Bappenas RI)

Pada tahun 90-an, Indonesia berhasil melakukan transformasi ekonomi dari basis premier di pertanian dan pertambangan menjadi sektor sekunder meliputi pengolahan, terutama manufaktur. Bambang menyebutkan, di masa itu, proporsi sumbangan manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 30 persen.

“Waktu itu Indonesia sudah sejengkal lagi menjadi negara industri. Sayangnya, krisis finansial tahun 97-98 menyetor semua harapan yang sudah ditunggu,” kata Bambang.

Saat ini, dengan proporsi di bawah 20 persen, manufaktur masih jadi penyumbang terbesar PDB. Namun laju pertumbuhannya lamban. Bambang mengatakan, jika Indonesia ingin mencapai Visi 2045, butuh transformasi ekonomi dengan upaya ekstra.

Bambang menyebut banyak sektor yang berpotensi menolong transformasi ekonomi, namun selama ini kurang diperhatikan. Dia mencontohkan ekspor jasa. Korea Selatan melalui Kpop, drama Korea, yang jadi hiburan bagi masyarakat internasional, jadi bukti suksesnya ekspor jasa bagi pertumbuhan ekonomi.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, dalam sesi Pemerintah Mendengar di IDF 2022, menyinggung soal jebakan status negara pendapatan menengah alias midle income trap. Dia menyinggung posisi Indonesia yang sudah beralih dari negara low income ke midle income pada tahun 1983. Namun sudah 29 tahun berlalu, Indonesia masih belum berubah status. Bandingkan dengan Singapura yang beralih menjadi negara high income dalam 20 tahun.

Suharso mengatakan, salah satu strategi untuk naik kelas adalah menjadikan industri sebagai kunci. Perlu mengatur ulang kebijakan dan strategi transformasi industri dengan paradigma baru. Saat ini Indonesia ingin menyebut diri sebagai negara industri, namun kenyataannya, sumbangan industri terhadap perekonomian terus menurun di bawah 20 persen.

 “Industrialisasi ke depan harus menjawab kebutuhan lifestyle baru, yang sustainable, smart, and functional. Konsumen-konsumen kita semakin pandai, semakin smart, maunya affordable dan canggih. Dengan demikian, juga model-model bisnis akan berubah, permintaan tenaga kerja berubah dan demikian juga cara pembiayaan juga berubah,” ujar Menteri Suharso.

Suharso menyebutkan, berdasarkan pengalaman negara maju, industrialisasi adalah langkah awal untuk transformasi ekonomi. Dan setidaknya ada lima paradigma baru yang harus dikenalkan dalam rangka reindustrialisasi. Pertama, kompleksitas dan konektivitas ekonomi.

“Semakin tinggi kompleksitas ekonomi sebuah negara, maka peluangnya untuk tranformasi ekonomi cukup besar,” ucap Suharso.

Paradigma berikutnya adalah  memperkuat riset dan inovasi. Lalu bersikap adaptif terhadap permintaan pasar, dengan mengantisipasi twin transition, yakni transisi digital dan transisi hijau. Yang keempat, peningkatan daya saing harus berorientasi pada prinsip berkelanjutan dan kemajuan teknologi. Dan terakhir, insentif dan intervensi kebijakan untuk industrialisasi harus disesuaikan dengan kebutuhan sektor dan tahapan

“Kementerian bappenas ingin mengajak semua pemangku kepentingan, mari kita berpikir kembali untuk menyusun kembali strategi ke depan dalam rangka reindustrialisasi. Ini bagian dari rencana jangka panjang nasional kita. Menempatkan kebijakan industri itu dalam peta yang besar, makro indonesia untuk percepatan pembangunan, kesejahteraan, dan seterusnya,” Suharso melanjutkan.

Baca Juga: Indonesia Harus Transformasi Ekonomi untuk Jadi Negara Maju di 2045

Berita Terkini Lainnya