Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengenal Hutan Adat Kajang, Contoh Pelestarian Berbasis Kearifan Lokal Kuat

Suasana di dalam kawasan hutan adat Ammatoa di Kabupaten Bulukumba yang menjadi tempat tinggal komunitas Kajang. (Dok. Disparpora Kabupaten Bulukumba)

Makassar, IDN Times - Hutan Adat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba menjadi bukti bahwa pelestarian hutan bisa dicapai tanpa teknologi paling mutakhir. Keteguhan memegang tradisi sudah cukup untuk menjaganya dari ancaman deforestasi.

Jika melihat dari citra satelit, kawasan seluas sekitar 31 kilometer per segi tersebut tetap terjaga tanpa ada jejak pembalakan liar atau bahkan pemukiman modern di dalamnya. Berbanding terbalik dengan alih fungsi hutan yang terjadi di banyak daerah Sulawesi.

Berkat kegigihan masyarakat adat Kajang menjaga kawasan hutan, mereka mendapat pujian dari surat kabar The Washington Post pada Mei 2023 lalu sebagai contoh nyata keberhasilan pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal.

1. Hukum adat Pasang Ri Kajang menjadi tuntunan cara hidup harmonis dengan alam

Citraan satelit kondisi kawasan Hutan Adat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. (Dok. Google Maps)

Dalam laporan hasil kolaborasi dengan Pulitzer Center's Rainforest Journalism Fund tersebut, dijelaskan bahwa hukum adat Pasang ri Kajang menjadi tuntunan cara hidup harmonis dengan alam. Masyarakat dilarang menebang pohon, memburu satwa liar, bahkan mencabut rumput sembarangan.

Cara pandang masyarakat Kajang terhadap sumber daya hutan sendiri dilandasi oleh prinsip hidup tallasa kamase-masea (hidup sederhana berdampingan dengan alam) serta hukum adat. Mereka yakin bahwa merawat hutan merupakan bagian dari penerapan ajaran tersebut.

Dilansir dari situs resmi Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), hutan bagi masyarakat Kajang dianggap memiliki kekuatan gaib yang dapat mensejahterakan, sekaligus mendatangkan bencana dari Tau rie A'ra'na (Yang Maha Kuasa) jika tidak dijaga kelestariannya. Untuk itu, mereka berusaha senantiasa memelihara hutan agar terhindar dari marabahaya yang dapat mengancam kehidupan.

2. Kawasan hutan adat mengalami deforestasi hingga 20 persen lebih sedikit daripada kawasan non-adat

Salah satu rumah di tepi kawasan hutan adat Ammatoa di Kabupaten Bulukumba yang menjadi tempat tinggal komunitas Kajang. (Dok. Disparpora Kabupaten Bulukumba)

Hutan Adat Ammatoa Kajang sendiri tidak boleh dipakai kecuali untuk keperluan tertentu seperti ritual atau membangun rumah. Selain itu, mereka berjalan tanpa alas kaki, berpakaian serba hitam atau nila, dan hidup tanpa teknologi. Tidak ada listrik, ponsel pintar, atau bahkan kendaraan yang mereka gunakan untuk aktivitas sehari-hari.

Namun, efektivitas hukum adat seperti yang dilakukan masyarakat Kajang pun bukan sekadar klaim. The Washington Post menyitir laporan ilmiah dari jurnal Nature Sustainibility pada tahun 2021 yang menyatakan bahwa wilayah adat mengalami deforestasi hingga 20 persen lebih sedikit dibanding wilayah non-adat.

Kepemimpinan spiritual masyakarakat dipegang oleh Ammatoa, tokoh adat tertinggi, turut meletakkan pentingnya nilai-nilai ekologis ke komunitas. Dibantu oleh para tetua dan petugas hutan adat, mereka berpatroli menjaga kelestarian kawasan suci. Sanksi tegas dijatuhkan bagi pelanggar, termasuk denda berjumlah besar atau pengusiran.

3. Menjadi bukti efektifnya metode pelestarian berbasis komunitas dalam menjaga kelestarian tempat tinggalnya

Suasana di dalam kawasan hutan adat Ammatoa di Kabupaten Bulukumba yang menjadi tempat tinggal komunitas Kajang. (Dok. Disparpora Kabupaten Bulukumba)

Meski begitu, cobaan berat sudah dialami oleh komunitas Kajang. Konflik pernah terjadi ketika perusahaan perkebunan mencoba menyerobot tanah adat. Pada tahun 2003, protes masyarakat berujung bentrokan dengan aparat. Empat orang tewas dalam aksi tersebut. Sejak peristiwa nahas itu, perjuangan mereka untuk memperoleh pengakuan hukum semakin kuat.

Upaya gigih mereka akhirnya terbayar pada tahun 2016. Pemerintah Indonesia mengakui kawasan komunitas Kajang sebagai hutan adat yang sah melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Tentang Penetapan Hutan Adat Ammatoa Kajang.

Bagi The Washington Post, komitmen masyarakat Kajang dalam menjaga hutan adatnya menjadi bukti metode pelestarian berbasis komunitas ternyata bisa efektif dan berkelanjutan. Ini juga menjadi jawaban atas beberapa masalah ekologis seperti keanekaragaman hayati, iklim berskala lokal, hingga suplai air bersih.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us