TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dari Ramang hingga Rahmat Erwin: Jejak Atlet Asal Sulsel di Olimpiade

"Tradisi" yang berlangsung sejak tahun 1958 di Melbourne

Penari tampil dalam pembukaan Olimpiade Tokyo 2020 di Stadion Nasional, Tokyo, Jepang, Jumat (23/7/2021). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Makassar, IDN Times - Lifter Rahmat Erwin Abdullah melanjutkan tradisi penampilan atlet asal Sulawesi Selatan (Sulsel) dalam helatan Olimpiade. Pemuda 20 tahun asal Makassar tersebut memutus rantai tren negatif yang berlangsung selama 17 tahun atau sejak Olimpiade Athena 2004.

Terlepas dari hasil cabang olahraga angkat besi kelas 73 kg Olimpiade Tokyo, Jepang, pada Senin ini (26/7/2021), Rahmat Erwin menambah deretan nama asal Sulsel yang berkesempatan cicipi panggung olahraga dunia.

Lantas siapa saja para pendahulunya? IDN Times menelusuri kembali nama-nama kontigen sejak Indonesia debut di Helsinki (Finlandia) 1952.

1. Ramang dan Maulwi Saelan jadi atlet asal Sulsel pertama yang tampil di panggung Olimpiade

Ramang berusaha melewati salah satu pemain timnas Uni Soviet, Anatoli Maslyonkin, dalam laga ulangan babak perempat final cabang olahraga sepak bola Olimpiade Melbourne 1956, di Melbourne Olympic Park Stadium, 1 Desember 1956. (FIFA.com)

Membuka daftar ini adalah kiper Maulwi Saelan dan penyerang Ramang. Penggawa PSM Makassar dekade 1950-an tersebut jadi bagian dari Timnas Indonesia yang berlaga di cabang olahraga sepak bola Olimpiade Melbourne (Australia) 1956.

Kesebelasan asuhan Antun Pogačnik itu melaju hingga perempat final setelah lawan mereka di fase gugur pertama, Vietnam Selatan, memutuskan mundur. Sempat menahan imbang tanpa gol Uni Soviet, mereka ditekuk 3-0 di laga ulangan pada 1 Desember 1956. Maulwi dan Ramang bermain penuh dalam dua pertandingan tersebut.

Uni Soviet, yang saat itu diperkuat Lev Yashin dan Valentin Ivanov, sukses meraih medali emas. Yugoslavia dikalahkan dengan skor tipis 1-0 pada partai final. Empat tahun berselang, skuad yang sama juga menjadi jawara Piala Eropa edisi pertama.

Olimpiade Melbourne 1956 juga jadi satu-satunya keikutsertaan Indonesia di cabor sepak bola ajang empat tahunan tersebut hingga sekarang.

2. Olimpiade Munchen 1972 jadi ajang sprinter Caroline Rieuwpassa untuk unjuk gigi

Upacara pembukaan Olimpiade Munchen 1972 yang berlangsung di Olympiastadion Munchen pada 26 Agustus 1972. (Wikimedia Commons - FORTEPAN / Romák Éva)

Selanjutnya, perlu waktu 16 tahun hingga akhirnya atlet asal Sulsel kembali tampil di Olimpiade. Di Munchen (Jerman) 1972, giliran Carolina Rieuwpassa yang unjuk gigi pada cabor lari putri 100 meter dan 200 meter. Namun di babak penyisihan pertama, ia hanya finis peringkat 6 dalam dua nomor tersebut.

Perempuan kelahiran Makassar, 7 Februari 1949, tersebut juga kembali tampil di Olimpiade Montreal (Kanada) 1976. Catatannya tak berubah. Carolina gugur di fase pertama cabor lari putri 100 meter dan 200 meter, dengan finis di posisi 7.

Meski begitu, ia tercatat sebagai satu-satunya atlet kelahiran Sulsel (sejauh ini) yang lolos Olimpiade sebanyak dua kali secara beruntun. Nina (sapaan akrabnya), yang berdarah Maluku, juga dikenal sebagai "Duta Atletik Putri" sepanjang dekade 1970-an.

3. Medali pertama Indonesia di Olimpiade Seoul 1988 dipersembahkan oleh atlet panahan Kusuma Wardhani

Prosesi penyalaan obor di upacara pembukaan Olimpiade Seoul 1988 yang berlangsung di Seoul Olympic Stadium pada 17 September 1988. (Wikimedia Commons - U.S Air Force / Ken Hackman)

Dekade 1980-an jadi milik atlet cabor panahan. Ini dibuka oleh Suradi Rukimin yang terjun di Olimpiade Los Angeles (Amerika Serikat) 1984. Sosok kelahiran Makassar, 28 Oktober 1959, itu duduk di peringkat 16 nomor perseorangan putra. Capaiannya lebih baik ketimbang 46 peserta lainnya, termasuk rekannya yakni Donald Pandiangan (43).

Usai pensiun sebagai atlet, Suradi sempat menjadi pelatih tim PON Sulsel pada dekade awal 2010-an.

Setelah Suradi, ada Kusuma Wardhani yang terjun cabor panahan Olimpiade Seoul (Korea Selatan) 1988. Perempuan asal Makassar, 20 Februari 1964, tersebut jadi bagian dari sukses medali perak untuk nomor beregu putri, bersama Lilies Handayani dan Nurfitriyana Saiman. Inilah medali pertama yang diperoleh Indonesia dalam Olimpiade sejak debut pada 1952.

Saking bersejarahnya, perjuangan tim panahan putri di Seoul 1988 kemudian diangkat ke layar lebar. Berjudul "3 Srikandi", film garapan Iman Brotoseno itu rilis pada tahun 2016.

Di Seoul 1988 juga ada Silvia Koeswandi yang bertanding di cabor anggar floret perorangan putri. Atlet kelahiran Makassar, 25 Agustus 1959, ini finis sebagai juru kunci di Pool A babak penyisihan grup tanpa satupun poin dari empat pertandingan.

Meski tak maksimal di Seoul, Silvia kemudian berhasil menyabet medali perak anggar épée perorangan putri pada Asian Games Beijing 1990.

Baca Juga: Rahmat Erwin Abdullah, Putra Sulsel yang Tampil di Olimpiade Tokyo

Berita Terkini Lainnya