TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Viral Video Dokter di Makassar Kekurangan APD Tangani Pasien Corona

"Kami ini mau kerja, tapi kami juga tidak mau mati konyol"

Dokter di Makassar keluhkan kurangnya ADP untuk tangani pasien Corona. Dok. IDN Times/Twitter.com

Makassar, IDN Times - Video seorang dokter baru-baru ini viral setelah dengan lantang mengeluhkan kurangnya alat pelindung diri (APD) saat menangani pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona (COVID-19). Video berdurasi 25 detik itu tersebar di media sosial Twitter hingga sejumlah percakapan dalam grup WhatsApp.

"Ini sudah ada pasien PDP ini. Ada yang mau dioperasi. Adami juga yang di UGD. Mana itu APD-nya itu? Bawa ke sini cepat. Kami ini mau kerja, tapi kami juga tidak mau mati konyol. Kalau kami kerja ini orang, itu artinya kami bunuh diri," ucap sang dokter dalam video tersebut.

1. Tidak gunakan APD, dokter terpaksa gunakan jas hujan saat menangani PDP

Ilustrasi. Tim Puskesmas Penajam gunakan jas hujan untuk melindungi diri dari vrius corona (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Belakangan diketahui jika orang dalam video tersebut adalah dokter salah satu rumah sakit rujukan penanganan COVID-19 di Kota Makassar. Namanya dr. Hisbullah Sp.An. Kepada IDN Times, dokter spesialis anastesiologi itu mengungkapkan alasan mendasar sehingga mengeluhkan kurangnya APD untuk tenaga medis dalam menangani PDP terkait COVID-19.

"Ada perbedaan persepsi orang tentang APD. APD yang dimaksud itu (dalam video) itu yang lengkap. Itu yang kayak astronot (hazmat). Nah itu yang masih langka di setiap rumah sakit. Jadi di tempat saya di rumah sakit ini, masih langka itu barang. Jadi kita beli yang kayak jas hujan saja dulu sementara," ungkap Hisbullah, Kamis (19/3) malam.

Hisbullah mengaku, saat ini dia bakal melakukan tindakan operasi terhadap seorang PDP. Mengantisipasi penularan wabah COVID-19 dari pasien yang ditangani, dia terpaksa menggunakan APD seadanya. "PDP itu kan kita tidak tahu juga apakah sudah positif apa tidak. Karena itu kan pemeriksaan positif itu kan lama," aku Hisbullah.

Untuk melanjutkan operasi, APD yang digunakan harus dicari dengan cara mandiri. Hisbullah menjelaskan dampak sekaligus konsekuensi yang harus diterima tim medis jika menangani PDP tanpa APD lengkap dan sesuai standar.

"Maka kami semua ini yang tangani (pasien) akan menjadi orang dalam pemantauan (ODP). Kalau kayak saya menjadi ODP, artinya berapa banyak orang yang harus dirumahkan. Habis ini tenaga medik," ucapnya.

Beda halnya ketika tenaga medis menggunakan APD sesuai standar dalam menangani PDP. Pekerjaan dalam mengani APD, kata dia, akan berjalan dengan sangat maksimal. Dia mengaku bahwa tugasnya menangani pasien COVID-19, dijalaninya dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Namun, dia menyayangkan, ketika dia dan rekan-rekan sejawatnya terpapar virus tersebut, maka tenaga medis bisa sangat berkurang di tengah perjuangan Indonesia melawan coronavirus.

"Itu masalahnya sebenarnya. Kalau kami sih bilang sudah risiko ini. Kalau mati, mati saja. Tapi bagaimana, kalau kita ini dirumahkan semua? kan tidak bisa kita kerja," terangnya.

Baca Juga: 17 Warga Sulsel Diperiksa Terkait Corona, 9 Tunggu Hasil Uji Lab

2. APD lainnya seperti masker khusus bagi tim medis yang menangani langsung PDP juga sangat minim

ANTARA FOTO/REUTERS/Dylan Martinez

Tidak hanya hazmat, ternyata APD lainnya, khususnya masker bagi tim medis yang langsung berhadapan menangani PDP juga masih sangat minim. Hisbullah mengaku, mendapatkan informasi tersebut dari sejumlah rekan-rekan seprofesinya di sejumlah rumah sakit.

"Masker itu kan hanya untuk tertentu. Yang medik, spesifik ini memang harus yang lengkap itu. Kalau sudah menyangkut ini PDP," kata Hisbullah.

Di beberapa rumah sakit lainnya, jelas Hisbullah, juga mengalami kondisi yang sama. Hisbullah mempertanyakan, di mana keberadaan sebenarnya APD yang sebelumnya diklaim oleh pemerintah telah disiapkan.

"Saya tidak mengerti, siapa yang bertanggung jawab mengadakan itu barang. Apakah dinas, atau pemerintah pusat atau BNPB, kita juga tidak tahu," ucap Hisbullah.

Hisbullah menganalogikan, mekanisme penggunaan APD. Misalnya, kata dia, ada 10 APD yang dimiliki sebuah rumah sakit. Dua APD digunakan tim medis dalam merawat PDP. Enam APD yang tersisa, digunakan tim medis lain dalam kamar perawatan hingga pemeriksaan lanjutan PDP.

"Pada saat dia (PDP) dirawat saat mau ditensi pakai lagi APD satu. Tengah malam, dia mengeluh kesakitan pergi dilihat, pakai lagi APD. Datang lagi besok pagi, misalnya dokternya mau lihat, kan (pakai) APD lagi. Jadi (butuh) banyak untuk satu orang. Itu yang masyarakat tidak tahu," terang Hisbullah.

Baca Juga: Pasien Positif Corona yang Meninggal di Makassar Baru Pulang Umrah

Berita Terkini Lainnya