TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ratusan Orang Kepung DPRD Sulsel di Makassar, Demo Tolak Omnibus Law 

Selain mahasiswa dan buruh, santri Makassar juga ikut demo

Aksi demonstrasi tolak Omnibus Law Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Sulsel di Kota Makassar, Kamis (16/7/2020), Dok. IDN Times/Andri Saputra/bt

Makassar, IDN Times - Ratusan orang mengepung kantor DRPD Sulawesi Selatan, Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Kamis (16/7/2020). Mereka menggelar unjuk rasa untuk menuntut pemerintah menghentikan dan mencabut Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Massa yang terdiri dari beberapa organisasi dan kelompok mulai dari mahasiswa, buruh hingga santri, serentak menolak rencana penerapan RUU tersebut. Selain Omnibus Law, massa juga menolak pengesahan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan kebijakan Kementerian Pendidikan terkait pembayaran uang kuliah tunggal (UKT).

"Ini jelas sangat-sangat merugikan. Omnibus Law Cilaka jika diterapkan jelas akan nenyengsarakan banyak orang. Makin menderita kita. Buruh apalagi. Poin utamanya adalah gagalkan rencana penerapan Omnibus Law. Jelas-jelas kebijakan itu membuat rakyat menderita," kata salah satu demonstran, Enda di sela unjuk rasa.

1. Kelompok santri Makassar tolak Omnibus Law

Aksi demonstrasi tolak Omnibus Law Cilaka di depan Kantor DPRD Sulsel, Makassar. IDN Times/Istimewa

Dari sejumlah kelompok demonstran, beberapa di antaranya menamkan diri sebagai Santri Makassar. Selain membentangkan spanduk dan sejumlah pataka tanda penolakan, mereka juga membagikan selebaran berisi poin tuntutan dan alasan kenapa santri menolak Omnibus Law.

Dalam selebaran yang diterima IDN Times, santri menganggap bahwa Omnibus Law menyeragamkan kebijakan pusat dan daerah untuk menunjang iklim investasi dan menambahkan banyak jejaring bisnis pengusaha serakah. Omnibus Law juga dianggap menzalimi para pekerja.

Lebih jauh mereka menilai, Omnibus Law juga berpotensi memiskinkan petani yang terancam sawah ladangnya oleh perusahaan swasta, melanggar ketentuan pembentukan perundang-undangan, hingga merugikan pekerja perempuan. Termasuk juga merusak dan menghilangkan sanksi pidana bagi perusak lingkungan dan menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis atau komersialisasi.

Baca Juga: Buruh di Makassar Ancam Mogok Jika Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan

2. Sempat terjadi kejar-kejaran antara polisi dengan terduga provokator

Aksi demonstrasi tolak Omnibus Law Cipta Kerja di depan Kantor DPRD Sulsel di Kota Makassar, Kamis (16/7/2020), Dok. IDN Times/Andri Saputra/bt

Di sela berlangsungnya aksi unjuk rasa, beberapa oknum yang diduga provokator berupaya memperkeruh kondisi. Mereka teridentifikasi oleh aparat kepolisian yang melakukan penjagaan di lokasi aksi. Beberapa di antara mereka dikabarkan sempat diamankan. Hal tersebut diungkapkan Kabag Ops Polrestabes Makassar, AKBP Anwar Danu.

"Pasti kan ada riak-riaknya. Jadi ada kelompok-kelompok tertentu, yang kelompok baik-baik sementara menyampaikan orasi, kemudian disusupi oleh kelompok-kelompok yang jahat yang mungkin kelompok itu satu, dua, tiga orang, itulah yang membuat jadi biang kerok sebenarnya," ucap Anwar.

Aksi kejar-kejaran pun sempat terjadi. Polisi berupaya mengamankan mereka yang teridentifikasi sebagai provokator. Beberapa orang diamankan di kawasan jalan layang atau flyover. Letaknya tidak begitu jauh dari pusat aksi di depan Kantor DPRD Sulsel.

Baca Juga: Kontroversial, Pasal-pasal Omnibus Law Cipta Kerja yang Menuai Kritik

Berita Terkini Lainnya