TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Psikolog Ungkap Tanda Kekerasan Seksual pada 3 Anak di Lutim

P2TP2A Makassar heran temuannya dicuekin polisi

Psikolog P2TP2A Kota Makassar, Hairiyah. IDN Times/Sahrul Ramadan

Makassar, IDN Times - Psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Makassar, Hairiyah, membeberkan hasil konsultasi psikologis 3 anak korban dugaan kekerasan seksual oleh ayah kandung di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Hairiyah merunut temuan pemeriksaan dari awal hingga akhir sehingga 3 korban diketahui mengalami kekerasan seksual. Konseling psikologis dimulai dengan obersevasi pada awal Desember 2019 lalu. Saat itu korban didampingi ibu dan tantenya mendatangi kantor P2TP2A Makassar.

"Saya lihat awalnya 3 anak ini bermain, saya datang mencoba mengakrabkan diri. Saya kasih mainan tempel-tempel warna-warni (sticky note) tapi ibunya histeris, disampaikan ke saya jangan dikasih (mainan itu)," cerita Hairiyah saat ditemui IDN Times di kantornya, Jumat (15/10/2021).

1. Diawali dari langkah oberservasi

Psikolog P2TP2A Kota Makassar, Hairiyah. IDN Times/Sahrul Ramadan

Hairiyah sempat mempertanyakan mengapa sang ibu dari ketiga anak melarang pemberian mainan itu. "Awalnya saya hanya mendapat informasi dari ibu kadis (P2TP2A Makassar) bahwa terjadi pelecehan. Dari situ saya tahu bahwa terjadi pelecehan, tapi saya tidak tahu siapa yang dilecehkan," jelas Hairiyah.

Ibu korban akhirnya menyampaikan bahwa mainan tersebut mengingatkannya pada peristiwa pahit yang menimpa anak-anaknya. Hairiyah pun mengaku meminta ibu korban tidak perlu menjelaskan lebih jauh. Ia menyebut lebih fokus untuk melanjutkan observasinya terhadap ketiga anak.

Dua hari berselang, obersevasi akhirnya berlanjut dengan konseling khusus. Ketiga anak diajak oleh Hairiyah masuk ke dalam ruangan konseling.

"Ibunya mau masuk juga tapi saya larang. Kemudian tantenya juga saya larang juga. Karena yang betul-betul saya ingin tahu kondisi 3 anak ini. Di dalam ruagan saya sediakan 3 kursi juga untuk mereka," ungkap psikilog bergelar M, PSi, M, Si, ini.

2. Isyarat kekerasan seksual dari pengakuan polos anak bungsu

Keluarga korban saat melapor ke P2TP2A Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Hairiyah bilang, tanda-tanda kekerasan seksual diisyaratkan pertama kali oleh si bungsu. "Saya suruh duduk, tapi dia tidak mau dia hanya jongkok. Yang paling tua, masuk (ruang pemeriksaan) naik di tempat tidur langsung peluk guling. Terus yang paling kecil ini bilang sakit (kalau duduk)," jelas Hairiyah.

Mendengar pengakuan polos si bungsu, lanjut Haeriyah, anak kedua menyanggahi. "Jadi pada saat mereka bercerita itu saling bersaut-sautan mau mendahului. Ada yang menyebut waktu di kamar mandi, waktu di rumahnya ayah, waktu di kantor, tapi ngomongnya tidak sejelas itu, nanti di kakaknya yang paling jelas," ucap Hairiyah.

Dalam pemeriksaan itu, mereka bahkan sempat menyebut dua nama orang dekat ayahnya. Si bungsu bahkan sempat mempraktikkan perlakuan yang pernah mereka alami. "Itu hasilnya. Itu yang saya dapatkan. Memang psikomotoriknya bagus, memang nampak seperti tidak terjadi apa-apa memang," ucap psikolog yang akrab disapa Bunda Yaya ini.

Baca Juga: LBH Makassar Tolak Korban Dugaan Perkosaan Lutim Diperiksa Kandungan

3. Psikokog sebut anak tak pernah diajari bercerita dan berperilaku bohong

Haeriyah psikolog P2TP2A Kota Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Yaya mengungkapkan, perilaku dan pengakuan polos anak tidak seperti seseorang yang telah diajari. "Kan misalnya kalau diajari pasti kayak ada yang dilupa. Misal "apalagi yang dibilang mamak", kan begitu kalau diajari. Dia akan keceplosan, tapi ini tidak. Memang betul-betul murni pengakuan yang dikeluarkan," ujarnya.

Menurut Yaya, ketiga anak dengan pengakuan jujur mau bicara tentang peristiwa yang dialaminya. Yaya menjelaskan, semua pengakuan bocah diketahui karena dia lebih awal mengobervasi kondisi anak. Metode pendekatan awal berupaya membuat anak senyaman mungkin berada dengan orang yang baru pertama dikenal.

Di awal observasi, Yaya bahkan sempat menuruti semua keinginan tiga anak untuk dibelikan camilan. "Jadi prosesnya itu memang pelan-pelan dibangun, tidak buru-buru untuk mengetahui pengalaman anak. Makanya pendekatan model ini, mereka seolah berutang budi sama saya karena semua keinginannya sudah saya penuhi," jelasnya.

Baca Juga: Kata LBH soal Penyelidikan Dugaan Perkosaan di Lutim Dibuka Kembali 

Berita Terkini Lainnya