TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mantan Sekretaris KPU Makassar Dituntut 8 Tahun Penjara

Dia terseret dugaan korupsi dana hibah Pilkada Makassar

Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Makassar, IDN Times - Dua terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana hibah Pemilihan Wali Kota Makassar tahun 2018, baru-baru ini menjalani sidang tuntutan. Kedua terdakwa adalah, Sabri yang saat itu menjabat sebagai sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar dan Habibi selaku bendahara pembantu KPU. 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mudazzir menyebut, dalam sidang tuntutan pada Kamis (2/1) lalu, terdakwa Sabri dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp100 juta. Apabila denda tersebut tidak dapat dibayarkan, terdakwa menggantinya dengan kurungan enam bulan penjara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Sementara terdakwa Habibi, dituntut tujuh tahun penjara dengan denda yang sama. "Kita tuntut berdasarkan perannya sehingga ada yang dibebankan uang pengganti ada yang tidak," kata Mudazzir saat memberikan keterangan kepada sejumlah jurnalis di Makassar, Senin (6/1).

1. Tuntutan merujuk dalam pasal yang didakwakan kepada kedua terdakwa

Danny Pomanto hadir sebagai saksi dalam sidang perdana dugaan korupsi dana hibah Pilkada Makassar di PN Makassar, Kamis (5/12) / Sahrul Ramadan

Mudazzir mengatakan tuntutan diberikan, merujuk pada pasal yang didakwakan kepada kedua terdakwa sebelumnya. Tuntutan, sesuai dakwaan subsidair dalam Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1.

"Pasal yang kami tuntut adalah pasal subsidair yakni pasal 3, bukan pasal primer yaitu pasal 2," ujar Mudazzir.

Keduanya dianggap JPU secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan anggaran dalam pemilihan kepala daerah sebesar Rp60 miliar. Mudazzir menyebut, bahwa keuntungan senilai Rp6,42 miliar yang diambil Sabri dari dana hibah tersebut juga harus dikembalikan.

Keuntungan pribadi itulah yang dianggap sebagai kerugian negara dalam proses perjalanan perkara ini. Kerugian berdasarkan hasil pemeriksaan jajaran Inspektorat Sekretariat Jenderal KPU RI. "Bila tidak dikembalikan masa hukuman ditambah dua tahun enam bulan," kata Mudazzir.

Baca Juga: ACC: Polda dan Kejati Sulsel Tertutup Soal Kasus Korupsi

2. Kuasa hukum anggap jaksa keliru terapkan tuntutan

Pengadilan Negeri Makassar dok IDN Times

Terpisah, kuasa hukum Sabri, M Arifin menganggap bahwa tuntutan yang dialamatkan kepada kliennya keliru. Arifin mengatakan, tuntutan yang dilayangkan JPU sama sekali tidak berdasar dan merujuk dalam hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait kerugian keuangan negara.

Arifin mengatakan, aturan itu jelas tertuang dalam surat edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016 yang ditujukan kepada seluruh ketua pengadilan negeri se-Indonesia. Di dalamnya, disebutkan diatur dan menyatakan bahwa satu-satunya instansi yang berhak menentukan hasil kerugian keuangan negara adalah BPK.

"Ini kenapa justru inspektorat yang memeriksa. Kalau BPK itu baru betul. Apalagi itu sudah diatur melalui surat edaran. Makanya ini yang kami anggap tidak adil. Ini (tuntutan) sangat politis sifatnya, saya rasa," ungkap Arifin saat dikonfirmasi terpisah.

Baca Juga: Eks Sekretaris KPU Makassar Didakwa Korupsi Rp6,4 M  Hibah Pilkada

Berita Terkini Lainnya